Kemarau, Warga Enrekang Beli Air Rp150.000 Satu Galon
A
A
A
MAKASSAR - Musim kemarau yang baru berlangsung sekitar tiga bulan mulai menyengsarakan ribuan warga di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.
Hujan yang tidak pernah turun pasca lebaran Idul Fitri, Agustus 2014, mengakibatkan sumber air warga seperti sumur alam, sumur bor menjadi kering.
Akibatnya, warga yang berdomisili khususnya di Kecamatan Curio, Alla, dan Anggeraja, banyak yang harus membeli air galon.
Tidak tanggung-tanggug, warga harus membeli air dengan harga cukup mahal, Rp150.000 satu galon berisi 1.100 liter. Sudah dua bulan, sebagian warga di tiga kecamatan tadi harus membeli air khususnya untuk makan, minum dan mandi.
"Sudah dua bulan sumur kering, kami harus beli air, cukup mahal Rp150 ribu per galon. Tapi apa boleh buat, dari pada tidak minum dan mandi," kata Aking, warga Rante Limbong, Desa Buntu Barana, Kecamatan Curio saat dihubungi SINDO, Kamis (16/10/2014).
Sementara, di Minanga, Desa Pebaloran, Curio, sumber air dalam sumur warga juga mulai menipis. Tinggal untuk makan dan minum. Sedangkan untuk mandi dan mencuci, mesti mencari sumur yang jaraknya 500-1.000 meter dari rumah.
Warga di Minanga, Ismail mengemukakan, musim kemarau yang menyengat merugikan petani. Puluhan pohon cengkeh warga mati dan ratusan pohon lainnya gagal panen.
Kehabisan air juga dirasakan warga Kecamatan Anggeraja dan Alla khususnya yang berdomisili di sekitar pinggir Jalan Poros Enrekang-Tana Toraja. Warga Sossok, Kalosi, Sudu harus mengambil air di Kampung Wai Bu'tu dengan menempu jarak 5-10 km menggunakan kendaraan bermotor.
Sebagian besar warga memilih untuk membeli air. Meski menyengsarakan, kemarau justeru membawa berkah bagi Marzuki. Warga Rante Limbong ini memanfaatkan mobil truk untuk mengambil air di Wai Bu'tu lalu menjualnya ke warga Kecamatan Curio.
Setiap hari, Marzuki dan teman-temannya menjual ribuan liter air ke warga. Setiap satu galon air dijual bervariasi Rp100-150 ribu. Dalam satu hari hasil penjualan air Marzuki minimal Rp1 juta.
Selain sumur, air Sungai Mata Allo yang membelah Kecamatan Alla dan Sungai Malua di Curio juga mulai habis. Sisa air sungai yang masih mengalir dimanfaatkan warga untuk mandi dan mencuci.
Kekeringan juga mengakibatkan hutan pinus di Kotu, Kecamatan Anggeraja terbakar beberapa hari lalu. Bukan cuma di Anggeraja, puluhan hektare hutan pinus di Pegunungan Sinjai, Uluway, Tona Toraja yang berbatasan dengan Curio, Enrekang, juga habis terbakar.
Hujan yang tidak pernah turun pasca lebaran Idul Fitri, Agustus 2014, mengakibatkan sumber air warga seperti sumur alam, sumur bor menjadi kering.
Akibatnya, warga yang berdomisili khususnya di Kecamatan Curio, Alla, dan Anggeraja, banyak yang harus membeli air galon.
Tidak tanggung-tanggug, warga harus membeli air dengan harga cukup mahal, Rp150.000 satu galon berisi 1.100 liter. Sudah dua bulan, sebagian warga di tiga kecamatan tadi harus membeli air khususnya untuk makan, minum dan mandi.
"Sudah dua bulan sumur kering, kami harus beli air, cukup mahal Rp150 ribu per galon. Tapi apa boleh buat, dari pada tidak minum dan mandi," kata Aking, warga Rante Limbong, Desa Buntu Barana, Kecamatan Curio saat dihubungi SINDO, Kamis (16/10/2014).
Sementara, di Minanga, Desa Pebaloran, Curio, sumber air dalam sumur warga juga mulai menipis. Tinggal untuk makan dan minum. Sedangkan untuk mandi dan mencuci, mesti mencari sumur yang jaraknya 500-1.000 meter dari rumah.
Warga di Minanga, Ismail mengemukakan, musim kemarau yang menyengat merugikan petani. Puluhan pohon cengkeh warga mati dan ratusan pohon lainnya gagal panen.
Kehabisan air juga dirasakan warga Kecamatan Anggeraja dan Alla khususnya yang berdomisili di sekitar pinggir Jalan Poros Enrekang-Tana Toraja. Warga Sossok, Kalosi, Sudu harus mengambil air di Kampung Wai Bu'tu dengan menempu jarak 5-10 km menggunakan kendaraan bermotor.
Sebagian besar warga memilih untuk membeli air. Meski menyengsarakan, kemarau justeru membawa berkah bagi Marzuki. Warga Rante Limbong ini memanfaatkan mobil truk untuk mengambil air di Wai Bu'tu lalu menjualnya ke warga Kecamatan Curio.
Setiap hari, Marzuki dan teman-temannya menjual ribuan liter air ke warga. Setiap satu galon air dijual bervariasi Rp100-150 ribu. Dalam satu hari hasil penjualan air Marzuki minimal Rp1 juta.
Selain sumur, air Sungai Mata Allo yang membelah Kecamatan Alla dan Sungai Malua di Curio juga mulai habis. Sisa air sungai yang masih mengalir dimanfaatkan warga untuk mandi dan mencuci.
Kekeringan juga mengakibatkan hutan pinus di Kotu, Kecamatan Anggeraja terbakar beberapa hari lalu. Bukan cuma di Anggeraja, puluhan hektare hutan pinus di Pegunungan Sinjai, Uluway, Tona Toraja yang berbatasan dengan Curio, Enrekang, juga habis terbakar.
(sms)