Kapal Karam, Ini Cara Penumpang KM Jabal Nur Selamatkan Diri
A
A
A
SUMENEP - Peristiwa karamnya KM Jabal Nur, yang mengangkut rombongan pengantin dari Kepulauan Raas, Kabupaten Sumenep menuju Bali, meninggalkan duka mendalam bagi para penumpang dan keluarga yang ditinggalkan. Mereka harus berjuang untuk bisa mempertahankan hidup.
Salah satu upaya yang dilakukan korban selamat KM Jabal Nur adalah dengan berpegangan pada sebuah papan. Para korban ini harus bisa menahan diri dari panasnya sengatan matahari di tengah laut dan dinginnya udara malam di laut.
Tidak hanya itu, mereka harus menahan lapar selama tiga hari dan terombang-ambing di lautan, hingga akhirnya ditemukan nelayan dan diselamatkan. Kisah tragis ini dialami korban selamat KM Jabal Nur yang karam yakni Hamdan bersama keluarga.
"Saya bersama keluarga selamat berkat berpegangan pada papan ketika kapal karam. Kami terombang-ambing di tengah laut selama tiga hari," terang Hamdan, memulai cerita sedih yang dialaminya, Jumat (10/10/2014).
Menurut Hamdan, awalnya KM Jabal Nur yang membawa rombongan pengantin berjalan lancar dari Kepulauan Raas, Sumenep. Namun, sesampai di Perairan Bali, mesin kapal mendadak mati. Karena saat itu ombak sedang besar, akhirnya air mulai masuk ke dalam kapal.
Para penumpang bahu-membahu membuang air yang masuk ke laut dengan alat seadanya. Maklum, mesin pompa yang untuk menyedot air juga mati. Tapi, ombak terus menghantam kapal hingga karam.
"Ketika mesin kapal mati, saya menghubungi keluarga di Raas dengan harapan agar segera ada bantuan. Nelpon belum selesai, kondisi kapal sudah mau tenggelam. Lalu saya mencari papan di dalam kapal untuk menyelamatkan diri," paparnya.
Ketika kapal tersebut karam, sambung Hamdan, dirinya bersama delapan orang keluarganya berpegangan pada papan yang berukuran sekitar 4 meter x 20 cm. Mereka berkomitmen tidak akan melepas satu keluarga dalam keadaan apa pun.
Tapi, dari sembilan orang yang pegang papan tidak semuanya selamat. Satu per satu dari mereka meninggal karena tidak mampu bertahan. Pertama kali yang meninggal Siyatun pada Senin (6/10/2014) malam. Disusul Asma pada Selasa (7/10/2014) pagi. Kemudian Elok pada Selasa (7/10/2014) malam, terakhir Ashari pada Rabu (8/10/2014) pagi.
"Ada sembilan orang yang pegang pada papan. Lima orang termasuk saya selamat, sedangkan sisanya (empat orang) meninggal. Walaupun telah meninggal, kami tidak melepaskan jenazahnya sampai ditemukan nelayan."
Seperti diketahui, KM Jabal Nur yang mengangkut rombongan pengantin berlayar dari Desa Brakas, Kecamatan Raas, Sumenep menuju Bali, Senin (6/10/2014) pagi. Namun, kapal yang mengangkut 49 penumpang dan 3 ABK itu karam lantaran dihantam ombak pascamesin kapal mati.
Salah satu upaya yang dilakukan korban selamat KM Jabal Nur adalah dengan berpegangan pada sebuah papan. Para korban ini harus bisa menahan diri dari panasnya sengatan matahari di tengah laut dan dinginnya udara malam di laut.
Tidak hanya itu, mereka harus menahan lapar selama tiga hari dan terombang-ambing di lautan, hingga akhirnya ditemukan nelayan dan diselamatkan. Kisah tragis ini dialami korban selamat KM Jabal Nur yang karam yakni Hamdan bersama keluarga.
"Saya bersama keluarga selamat berkat berpegangan pada papan ketika kapal karam. Kami terombang-ambing di tengah laut selama tiga hari," terang Hamdan, memulai cerita sedih yang dialaminya, Jumat (10/10/2014).
Menurut Hamdan, awalnya KM Jabal Nur yang membawa rombongan pengantin berjalan lancar dari Kepulauan Raas, Sumenep. Namun, sesampai di Perairan Bali, mesin kapal mendadak mati. Karena saat itu ombak sedang besar, akhirnya air mulai masuk ke dalam kapal.
Para penumpang bahu-membahu membuang air yang masuk ke laut dengan alat seadanya. Maklum, mesin pompa yang untuk menyedot air juga mati. Tapi, ombak terus menghantam kapal hingga karam.
"Ketika mesin kapal mati, saya menghubungi keluarga di Raas dengan harapan agar segera ada bantuan. Nelpon belum selesai, kondisi kapal sudah mau tenggelam. Lalu saya mencari papan di dalam kapal untuk menyelamatkan diri," paparnya.
Ketika kapal tersebut karam, sambung Hamdan, dirinya bersama delapan orang keluarganya berpegangan pada papan yang berukuran sekitar 4 meter x 20 cm. Mereka berkomitmen tidak akan melepas satu keluarga dalam keadaan apa pun.
Tapi, dari sembilan orang yang pegang papan tidak semuanya selamat. Satu per satu dari mereka meninggal karena tidak mampu bertahan. Pertama kali yang meninggal Siyatun pada Senin (6/10/2014) malam. Disusul Asma pada Selasa (7/10/2014) pagi. Kemudian Elok pada Selasa (7/10/2014) malam, terakhir Ashari pada Rabu (8/10/2014) pagi.
"Ada sembilan orang yang pegang pada papan. Lima orang termasuk saya selamat, sedangkan sisanya (empat orang) meninggal. Walaupun telah meninggal, kami tidak melepaskan jenazahnya sampai ditemukan nelayan."
Seperti diketahui, KM Jabal Nur yang mengangkut rombongan pengantin berlayar dari Desa Brakas, Kecamatan Raas, Sumenep menuju Bali, Senin (6/10/2014) pagi. Namun, kapal yang mengangkut 49 penumpang dan 3 ABK itu karam lantaran dihantam ombak pascamesin kapal mati.
(zik)