Pukat Minta UGM Data Ulang Aset
A
A
A
YOGYAKARTA - Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) meminta UGM mendata ulang aset yang dimiliki. Aset yang harus didata ulang itu khususnya aset berupa lahan atau bangunan.
Pendataan ulang aset itu sangat mendesak pascatemuan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tentang adanya aset lain yang diduga diserobot Yayasan Fapertagama, yaitu lahan seluas hampir tiga hektare di Wonocatur, Banguntapan, Bantul.
Peneliti Pukat Hifdzil Alim menilai temuan kejaksaan tersebut menunjukkan lemahnya pengawasan dan pendataan bagian aset UGM.
"Pihak UGM harus mendata ulang aset yang dimilikinya. Ini sangat penting untuk menelusuri mana aset resmi milik universitas dan mana yang bukan. Tidak menutup kemungkinan kasus ini akan semakin meluas," ujarnya, Minggu (28/9/2014).
Seperti diberitakan sebelumnya, Kejati DIY kembali menemukan lahan yang diyakini oleh tim penyidik adalah aset UGM yaitu laboratorium lapangan seluas 29.875 meter persegi yang berada di Wonocatur. Lahan itu diklaim kepemilikan dan pemanfaatannya secara sepihak oleh Yayasan Fapertagama, sebuah yayasan yang didirikan oleh sekumpulan dosen-dosen Fakultas Pertanian UGM.
Temuan tim penyidik tersebut adalah pengembangan penanganan kasus dugaan korupsi pada penjualan tanah UGM di Plumbon, Banguntapan, Bantul.
Lahan di Wonocatur itu disewakan oleh Fapertagama kepada pihak ketiga yaitu Perum Perhutani. Dan, diduga uang sewa mengalir ke yayasan selaku pihak yang menyewakan, tidak masuk ke UGM.
"Saya meyakini masih banyak lahan yang dulunya dibeli oleh pihak universitas tapi diklaim dan disertifikat atas nama yayasan. Dan yayasan di UGM sangat banyak, tidak hanya Fapertagama," jelas Hifdzil.
Berdasar temuan penyidik, lahan seluas hampir tiga hektare di Wonocatur adalah aset resmi UGM. Tapi pada tahun 1999 diajukan ke Badan Pertanahan Nasional untuk diatasnamakan milik Yayasan Pembina Fakultas Pertanian yang kini telah berubah nama menjadi Fapertagama. Baru pada tahun 2002 terbit sertifikat tanah di Wonocatur itu beratasnamakan yayasan.
Sebelumnya, Kejati juga telah menyita dua bidang lahan seluas 3.188 dan 5.926 meter persegi yang berada di Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Sleman; sebidang lahan pada persil 41 dan 42 seluas 4.000 meter persegi di Plumbon, Banguntapan, Bantul; dan uang tunai hampir Rp2 miliar dari rekening yayasan sebagai barang bukti.
Kasus ini bermula pada kurun waktu tahun 2003-2007 lalu. Saat itu, Yayasan Fapertagama menjual lahan seluas 4.000 meter persegi di Plumbon kepada pengembang perumahan. Pada bukti jual-beli tertulis Rp1,2 miliar, tapi temuan penyidik menunjukkan tanah itu dijual seharga Rp2 miliar lebih. Uang hasil penjualan kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan internal yayasan karena mereka mengklaim tanah di Plumbon adalah tanah milik yayasan, bukan milik UGM. Namun, Kejati menemukan alat bukti bahwa lahan di Plumbon adalah aset resmi UGM.
Tersangka Susamto saat penjualan tanah menjabat ketua yayasan ex-officio Dekan Fakultas Pertanian UGM. Saat ini dia menjabat sebagai Ketua Majelis Guru Besar UGM. Kemudian tersangka Triyanto saat ini menjabat sebagai Wakil Dekan III Fakultas Pertanian Bidang Keuangan, Aset dan Sumber Daya Manusia. Sementara, Toekidjo dan Ken Suratiyah, saat proses penjualan lahan merupakan anggota yayasan.
Pendataan ulang aset itu sangat mendesak pascatemuan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tentang adanya aset lain yang diduga diserobot Yayasan Fapertagama, yaitu lahan seluas hampir tiga hektare di Wonocatur, Banguntapan, Bantul.
Peneliti Pukat Hifdzil Alim menilai temuan kejaksaan tersebut menunjukkan lemahnya pengawasan dan pendataan bagian aset UGM.
"Pihak UGM harus mendata ulang aset yang dimilikinya. Ini sangat penting untuk menelusuri mana aset resmi milik universitas dan mana yang bukan. Tidak menutup kemungkinan kasus ini akan semakin meluas," ujarnya, Minggu (28/9/2014).
Seperti diberitakan sebelumnya, Kejati DIY kembali menemukan lahan yang diyakini oleh tim penyidik adalah aset UGM yaitu laboratorium lapangan seluas 29.875 meter persegi yang berada di Wonocatur. Lahan itu diklaim kepemilikan dan pemanfaatannya secara sepihak oleh Yayasan Fapertagama, sebuah yayasan yang didirikan oleh sekumpulan dosen-dosen Fakultas Pertanian UGM.
Temuan tim penyidik tersebut adalah pengembangan penanganan kasus dugaan korupsi pada penjualan tanah UGM di Plumbon, Banguntapan, Bantul.
Lahan di Wonocatur itu disewakan oleh Fapertagama kepada pihak ketiga yaitu Perum Perhutani. Dan, diduga uang sewa mengalir ke yayasan selaku pihak yang menyewakan, tidak masuk ke UGM.
"Saya meyakini masih banyak lahan yang dulunya dibeli oleh pihak universitas tapi diklaim dan disertifikat atas nama yayasan. Dan yayasan di UGM sangat banyak, tidak hanya Fapertagama," jelas Hifdzil.
Berdasar temuan penyidik, lahan seluas hampir tiga hektare di Wonocatur adalah aset resmi UGM. Tapi pada tahun 1999 diajukan ke Badan Pertanahan Nasional untuk diatasnamakan milik Yayasan Pembina Fakultas Pertanian yang kini telah berubah nama menjadi Fapertagama. Baru pada tahun 2002 terbit sertifikat tanah di Wonocatur itu beratasnamakan yayasan.
Sebelumnya, Kejati juga telah menyita dua bidang lahan seluas 3.188 dan 5.926 meter persegi yang berada di Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Sleman; sebidang lahan pada persil 41 dan 42 seluas 4.000 meter persegi di Plumbon, Banguntapan, Bantul; dan uang tunai hampir Rp2 miliar dari rekening yayasan sebagai barang bukti.
Kasus ini bermula pada kurun waktu tahun 2003-2007 lalu. Saat itu, Yayasan Fapertagama menjual lahan seluas 4.000 meter persegi di Plumbon kepada pengembang perumahan. Pada bukti jual-beli tertulis Rp1,2 miliar, tapi temuan penyidik menunjukkan tanah itu dijual seharga Rp2 miliar lebih. Uang hasil penjualan kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan internal yayasan karena mereka mengklaim tanah di Plumbon adalah tanah milik yayasan, bukan milik UGM. Namun, Kejati menemukan alat bukti bahwa lahan di Plumbon adalah aset resmi UGM.
Tersangka Susamto saat penjualan tanah menjabat ketua yayasan ex-officio Dekan Fakultas Pertanian UGM. Saat ini dia menjabat sebagai Ketua Majelis Guru Besar UGM. Kemudian tersangka Triyanto saat ini menjabat sebagai Wakil Dekan III Fakultas Pertanian Bidang Keuangan, Aset dan Sumber Daya Manusia. Sementara, Toekidjo dan Ken Suratiyah, saat proses penjualan lahan merupakan anggota yayasan.
(zik)