Tolak Tambang Sirtu, Warga Blokir Jalan
A
A
A
PASURUAN - Puluhan warga Desa Grati Tunon, Kecamatan Grati, Pasuruan, memblokir akses jalan masuk areal pertambangan pasir dan batu (sirtu). Lokasi pertambangan berdekatan dengan Ranu (danau) Grati dan permukiman.
Tambang sirtu yang ditutup Pemkab Pasuruan Mei lalu karena menyalahi prosedur, hingga kini masih beroperasi. Amarah warga yang selama ini merasa tergganggu dengan aktivitas penambangan ilegal tersebut diluapkan dengan memasang pagar bambu dan tumpukan batu pada jalan menuju areal pertambangan.
Warga juga kesal karena akses jalan desa yang selama ini digunakan terputus akibat penambangan sirtu. Sehingga mereka harus mengambil jalan memutar di luar areal tambang yang jaraknya menjadi lebih jauh.
Menurut Habibi, seorang warga, aktivitas penambangan sirtu ilegal tersebut telah menimbulkan keresahan. Selain polusi debu, pengerukan tanah yang berlangsung sejak satu tahun lalu, kini hanya berjarak 10 meter dari permukiman warga.
"Tebing tambang dengan ketinggian 20 meter sudah mendekati rumah warga. Sedikit saja terjadi longsor, bisa menggerus rumah yang kini tinggal berjarak 10 meter," kata Habibi, Jumat (12/9/2014).
Menurutnya, pengerukan tambang sirtu yang tidak sesuai prosedur tersebut mengakibatkan kerusakan lingkungan kawasan penyangga air di sekitar Ranu Grati. Warga kawatir jika penambangan ilegal ini terus berlangsung akan mengganggu ekosistem dan ketersediaan air di masyarakat.
"Kami minta agar Pemkab Pasuruan bersikap tegas menutup kegiatan penambangan sirtu ilegal ini. Dinas Pertambangan telah mengeluarkan surat bahwa penambangan tersebut tidak sesuai prosedur dan dinyatakan tertutup. Tapi sampai saat ini kegiatan penambangan masih terus berlangsung," tandasnya.
Aksi blokir warga ini nyaris ricuh menyusul adanya perlawanan dari karyawan tambang sirtu. Sejumlah karyawan tambang ini berusaha melepas poster dan pagar bambu yang dipasang warga. Beruntung aksi pendukung pertambangan ini berhasil dilerai petugas kepolisian yang telah bersiaga di lokasi.
Kapolsek Grati AKP Teguh meminta kepada kedua belah pihak untuk menahan diri dan segera meninggalkan lokasi. Persoalan tentang sah tidaknya aktivitas penambangan ini diserahkan kepada Pemkab Pasuruan yang memiliki kewenangan perizinannya.
"Saya minta semuanya bubar dan meninggalkan lokasi. Persoalan tambang kita serahkan pada Pemkab Pasuruan yang memiliki kewenangan," kata AKP Teguh.
Aktivitas penambangan seluas 13 hektare ini berlangsung sejak Agustus 2013. Pada Mei 2014, Dinas Pengairan dan Pertambangan Pemkab Pasuruan mengeluarkan surat penghentian kegiatan Izin Usaha Penambangan (IUP), karena pemilik melakukan penambangan di luar areal yang ditentukan.
Penghentian ini ditindaklanjuti Satpol PP dengan menutup lokasi penambangan. Namun, aktivitas penambangan tersebut tetap berjalan hingga saat ini.
Tambang sirtu yang ditutup Pemkab Pasuruan Mei lalu karena menyalahi prosedur, hingga kini masih beroperasi. Amarah warga yang selama ini merasa tergganggu dengan aktivitas penambangan ilegal tersebut diluapkan dengan memasang pagar bambu dan tumpukan batu pada jalan menuju areal pertambangan.
Warga juga kesal karena akses jalan desa yang selama ini digunakan terputus akibat penambangan sirtu. Sehingga mereka harus mengambil jalan memutar di luar areal tambang yang jaraknya menjadi lebih jauh.
Menurut Habibi, seorang warga, aktivitas penambangan sirtu ilegal tersebut telah menimbulkan keresahan. Selain polusi debu, pengerukan tanah yang berlangsung sejak satu tahun lalu, kini hanya berjarak 10 meter dari permukiman warga.
"Tebing tambang dengan ketinggian 20 meter sudah mendekati rumah warga. Sedikit saja terjadi longsor, bisa menggerus rumah yang kini tinggal berjarak 10 meter," kata Habibi, Jumat (12/9/2014).
Menurutnya, pengerukan tambang sirtu yang tidak sesuai prosedur tersebut mengakibatkan kerusakan lingkungan kawasan penyangga air di sekitar Ranu Grati. Warga kawatir jika penambangan ilegal ini terus berlangsung akan mengganggu ekosistem dan ketersediaan air di masyarakat.
"Kami minta agar Pemkab Pasuruan bersikap tegas menutup kegiatan penambangan sirtu ilegal ini. Dinas Pertambangan telah mengeluarkan surat bahwa penambangan tersebut tidak sesuai prosedur dan dinyatakan tertutup. Tapi sampai saat ini kegiatan penambangan masih terus berlangsung," tandasnya.
Aksi blokir warga ini nyaris ricuh menyusul adanya perlawanan dari karyawan tambang sirtu. Sejumlah karyawan tambang ini berusaha melepas poster dan pagar bambu yang dipasang warga. Beruntung aksi pendukung pertambangan ini berhasil dilerai petugas kepolisian yang telah bersiaga di lokasi.
Kapolsek Grati AKP Teguh meminta kepada kedua belah pihak untuk menahan diri dan segera meninggalkan lokasi. Persoalan tentang sah tidaknya aktivitas penambangan ini diserahkan kepada Pemkab Pasuruan yang memiliki kewenangan perizinannya.
"Saya minta semuanya bubar dan meninggalkan lokasi. Persoalan tambang kita serahkan pada Pemkab Pasuruan yang memiliki kewenangan," kata AKP Teguh.
Aktivitas penambangan seluas 13 hektare ini berlangsung sejak Agustus 2013. Pada Mei 2014, Dinas Pengairan dan Pertambangan Pemkab Pasuruan mengeluarkan surat penghentian kegiatan Izin Usaha Penambangan (IUP), karena pemilik melakukan penambangan di luar areal yang ditentukan.
Penghentian ini ditindaklanjuti Satpol PP dengan menutup lokasi penambangan. Namun, aktivitas penambangan tersebut tetap berjalan hingga saat ini.
(zik)