Ini Sejarah Nama Jalan dan Tempat di Jakarta (Bagian-2/Habis)

Minggu, 14 September 2014 - 05:00 WIB
Ini Sejarah Nama Jalan dan Tempat di Jakarta (Bagian-2/Habis)
Ini Sejarah Nama Jalan dan Tempat di Jakarta (Bagian-2/Habis)
A A A
Ada sejumlah nama jalan dan daerah di Jakarta yang juga menarik untuk diketahui asal-usulnya, selain dari 12 jalan dan daerah yang telah dijelaskan sebelumnya pada bagian pertama. Antara lain, Pondok Gede, Cilandak, Buncit, dan beberapa daerah lainnya.

Pondok Gede yang berlokasi di Jakarta Timur, pada Tahun 1775, merupakan lahan pertanian dan peternakan yang disebut dengan Onderneming. Di sana terdapat sebuah rumah yang sangat besar milik tuan tanah yang bernama Johannes Hoojiman.

Karena merupakan satu-satunya bangunan besar yang ada di lokasi tersebut, bangunan itu sangat dikenal dan masyarakat pribumi pun menjulukinya “Pondok Gede”.

Kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, juga punya cerita. Konon, di sana pernah ditemukan seekor landak raksasa yang langsung tersebar di telinga masyarakat. Lambat-laun daerah tersebut pun dikenal dengan nama Cilandak.

Bagaimana dengan Buncit? Ternyata, tak menyangka jika asal-usul daerah buncit itu bermula dari adanya pedagang kelontong China yang berlokasi di Jalan Buncit Raya berperut gendut (Buncit) hingga dikenal oleh seluruh masyarakat sekitar.

Sejarah daerah Batu Ampar dan Balekambang juga menarik untuk diketahui. Pada zaman dahulu, ada sepasang suami istri, namanya Pangeran Geger dan Nyai Polong yang memiliki beberapa orang anak. Salah satu anaknya, perempuan, diberi nama Siti Maemunah, terkenal sangat cantik. Pangeran Astawana, anak Pangeran Tenggara atau Tonggara asal Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) pun tertarik melamarnya.

Namun, Siti Maemunah meminta dibangunkan sebuah rumah dan tempat peristirahatan di atas empang, dekat Sungai Ciliwung yang harus selesai dalam satu malam.

Permintaan itu disanggupi dan menurut legenda, esok harinya, sudah tersedia rumah dan sebuah bale (balai) di sebuah empang di pinggir Sungai Ciliwung. Untuk menghubungkan rumah itu dengan kediaman keluarga Pangeran Tenggara, dibuat jalan yang diampari (dilapisi) Batu.

Demikian menurut cerita, tempat yang dilalui jalan yang diampari batu itu selanjutnya disebut batu ampar, dan balai peristirahatan yang seolah-olah mengambang di atas air itu disebut Balekambang.

Kawasan Bangka juga punya cerita. Dahulu, di salah satu daerah di Jakarta Selatan tersebut, konon banyak ditemukan mayat (bangke/bangkai) orang yang dibuang di Sungai Krukut. Namun, orang lebih mudah menyebutnya dengan Bangka.

Kemudian, Kampung Ambon. Kawasan yang berlokasi di Rawamangun, Jakarta Timur. Nama Kampung Ambon sudah ada sejak Tahun 1619. Pada waktu itu JP Coen sebagai Gubernur Jenderal VOC menghadapi persaingan dagang dengan Inggris.

Untuk memperkuat angkatan perang VOC, Coen pergi ke Ambon, lalu merekrut masyarakat Ambon untuk dijadikan tentara. Pasukan dari Ambon yang dibawa Coen itu kemudian diberikan pemukiman di daerah Rawamangun, Jakarta Timur. Sejak itulah pemukiman tersebut dinamakan Kampung Ambon.

Bagaimana dengan Sunda Kelapa? Sunda Kelapa merupakan sebutan sebuah pelabuhan di teluk Jakarta. Nama kelapa diambil dari berita yang terdapat dalam tulisan perjalanan Tome Pires pada Tahun 1513 yang berjudul Suma Oriental. Dalam buku tersebut disebutkan bahwa nama pelabuhan itu adalah Kelapa. Karena pada waktu itu wilayah ini berada di bawah kekuasaan kerajaan Sunda, kemudian pelabuhan ini disebut Sunda Kelapa.

Pasar Senen pertama kali dibangun oleh Justinus Vinck. Orang-orang Belanda menyebut pasar ini dengan sebutan Vinckpasser (Pasar Vinck). Tetapi, karena hari pertama dibukanya Vinckpasser hanya pada hari Senin, maka pasar itu disebut juga Pasar Senen (disesuaikan dengan kebiasaan orang-orang yang lebih sering menyebut Senen ketimbang Senin).

Namun seiring kemajuan dan pasar Senen semakin ramai, maka sejak Tahun l766, pasar ini pun buka pada hari-hari lain.

Grogol berasal dari Bahasa Sunda (garogol) yang artinya perangkap terdiri dari tombak-tombak yang digunakan untuk menangkap hewan liar yang banyak terdapat di hutan. Nama garogol dipasang sebagai nama sebuah desa di Limo, Depok. Dahulu, kawasan ini memang masih hutan liwang-liwung yang kata pak dalang “jalma mara-jalma mati” alias menyeramkan.

Sudah barang tentu di kawasan ini banyak terdapat hewan liar dan buas sehingga penduduk setempat memburunya dengan memasang perangkap (garogol). Lambat laun, orang-orang pun menyebutnya grogol. (Referensi: Asal-Usul Nama Tempat di Jakarta, Dinas Pariwisata dan Permuseuman Pemprov DKI Jakarta, 2004)

Sumber: diolah dari berbagai sumber
(lis)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.4046 seconds (0.1#10.140)