3 Warga Sulsel Tewas Digigit Hiu
A
A
A
BITUNG - Tiga Anak Buah Kapal (ABK) KM Dewi Sejahtera yang tenggelam di Maluku, dekat Pulau Mayu, dan Batang Dua, Sabtu 30 Agustus 2014, tewas digigit ikan hiu. Ketiganya adalah Ahmad Yani, Mardin, dan Yongky, warga Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan (Sulsel).
“Saat itu kapal bocor akibat dihantam ombak besar sekira jam 9 malam. Sebelum kapal tenggelam, kami membuat rakit seadanya menggunakan drum dan kemudian melemparnya keluar dari kapal," kata Ronny Gurune (42), salah satu dari empat korban selamat, saat ditemui di rumahnya, Kamis 4 September 2014.
Ditambahkan dia, saat itu yang melompat berjumlah tujuh orang. Selama beberapa jam, mereka terapung di air dengan mengandalkan satu rakit. Sekira pukul 00.00 WITA, sekelompok ikan hiu datang menyerang.
"Kami bertujuh diserang ikan hiu. Saat itu kapten dan kepala kamar mesin berada di posisi tengah rakit, sementara saya dan yang lainnya memegang rakit dengan kaki tergantung di dalam air. Ikan hiu itu juga menggigit paha kanan saya, tapi ikan itu saya tangkap, karena berukuran kecil,” jelasnya.
Hal serupa dialami Mardin, Yongky, dan Ahmad. Namun, mereka diserang oleh ikan hiu yang ukurannya lebih besar. “Mardin tidak mau dilihat lukanya, padahal lumayan besar di betis kiri. Sementara Ahmad di pergelangan kaki kanan, di mana urat kakinya putus dan sobek. Sedangkan Yongki di bagian dekat mata kaki juga sobek," terangnya.
Sementara Andi, mengalami luka serius di bagian tumit hingga nyaris terlepas. Saat menceritakan kembali kejadian itu, Ronny tampak sedih. Matanya terlihat berkaca-kaca.
Serangan hiu cukup spontan dan mengilang begitu saja setelah menggigit. Saat hiu tersebut menghilang, Mardin mengeluh dingin dan diarahkan naik ke atas rakit. Sialnya, Mardin memaksa membuka jaket pelampung.
“Sempat saya beradu mulut, harus pakai, dia mengatakan dirinya sudah pasrah dan harus merelakan diri. Saat itu Mardin langsung merobek jaket dan membuangnya,” bebernya.
Mardin sempat meminta rambutan yang ada di atas rakit. Usai makan rambutan, dirinya mengerang kuat-kuat dan berteriak Allahu Akbar berkali-kali, kemudian mengejang dan meninggal. Tidak lama kemudian, ombak kembali menghantam rakit dan semua terlepas dari pegangan rakit, termasuk jasad Mardin.
“Saat itu pegangan kami terlepas dari rakit, termasuk Mardin. Tapi kami berusaha lagi menggapai rakit tersebut, tapi Mardin sudah tersapu ombak,” jelasnya.
Sekira satu jam kemudian, mereka kembali berpegangan dirakit. Tiba-tiba, Yongky berteriak kedinginan dan meminta agar jaket pelampungnya dilepas. Tetapi tak ada satupun yang mau melepasnya. Beberapa saat kemudian, Yongky pun meninggal.
Beberapa saat kemudian, ombak kembali menghantam rakit, sehingga Yongky terlepas dari rakit. Harapan mulai muncul saat itu, ketika melihat sebuah titik lampu rakit pancing Tuna dari kejauhan.
“Saat itu sudah mau pagi sekitar jam 3 atau 4, saya melepaskan diri dari rakit karena sempat melihat cahaya lampu dari rakit dan saya minta perlindungan Tuhan. Saya juga meminta pada rekan yang lain agar berdoa agar bisa berenang ke rakit pancing tersebut,” terangnya.
Dengan tenaga tersisa, akhirnya Ronny sampai di rakit tersebut dan penjaga rakit ternyata warga Pilipina yang tidak mahir berbahasa Indonesia.
“Saya hanya pakai bahasa isyarat dan kepada warga Philipina itu, bahwa tolong kapal kami tenggelam ada empat orang di rakit darurat itu. Orang Filipina itu kemudian mengambil alat komunikasi dan mengabarkan situasi tersebut,” kenangnya.
Saat Ronny meninggalkan rekannya di rakit darurat, Ahmad juga ikutan tewas karena kedinginan dan luka yang parah. “Kapal penolong kami kemudian datang di rakit dan menolong sambil mencari rekan saya yang masih hidup dan yang sudah mati,” tuturnya.
Diketahui, KM Dwi Sejahtera berangkat dari Pelabuhan Jailolo dengan tujuan Bitung dengan muatan kopra sebanyak 6.000 karung milik dari Hengki Sianel. Rencananya, kopra tersebut akan diantar ke Toko Anda Baru, Bitung.
Sementara tujuh orang yang ada di kapal tersebut, yakni Kepala Muhamad Elias, Kepala Kamar Mesin Sadan dan Sin, serta lima ABK Andi Sunardi, Roni Guruna, Yongki, Ahmad Yani, dan Mardin.
Dari ketujuh orang tersebut, berdasarkan keterangan Ronny, tiga di antranya tewas, yakni Yongki, Ahmad Yani, dan Mardin. Ketiganya adalah warga Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulsel. Mereka tewas dikoordinat 01.46 Lintang Utara dan 126.20 Bujur Timur atau berada di Laut Maluku.
“Saat itu kapal bocor akibat dihantam ombak besar sekira jam 9 malam. Sebelum kapal tenggelam, kami membuat rakit seadanya menggunakan drum dan kemudian melemparnya keluar dari kapal," kata Ronny Gurune (42), salah satu dari empat korban selamat, saat ditemui di rumahnya, Kamis 4 September 2014.
Ditambahkan dia, saat itu yang melompat berjumlah tujuh orang. Selama beberapa jam, mereka terapung di air dengan mengandalkan satu rakit. Sekira pukul 00.00 WITA, sekelompok ikan hiu datang menyerang.
"Kami bertujuh diserang ikan hiu. Saat itu kapten dan kepala kamar mesin berada di posisi tengah rakit, sementara saya dan yang lainnya memegang rakit dengan kaki tergantung di dalam air. Ikan hiu itu juga menggigit paha kanan saya, tapi ikan itu saya tangkap, karena berukuran kecil,” jelasnya.
Hal serupa dialami Mardin, Yongky, dan Ahmad. Namun, mereka diserang oleh ikan hiu yang ukurannya lebih besar. “Mardin tidak mau dilihat lukanya, padahal lumayan besar di betis kiri. Sementara Ahmad di pergelangan kaki kanan, di mana urat kakinya putus dan sobek. Sedangkan Yongki di bagian dekat mata kaki juga sobek," terangnya.
Sementara Andi, mengalami luka serius di bagian tumit hingga nyaris terlepas. Saat menceritakan kembali kejadian itu, Ronny tampak sedih. Matanya terlihat berkaca-kaca.
Serangan hiu cukup spontan dan mengilang begitu saja setelah menggigit. Saat hiu tersebut menghilang, Mardin mengeluh dingin dan diarahkan naik ke atas rakit. Sialnya, Mardin memaksa membuka jaket pelampung.
“Sempat saya beradu mulut, harus pakai, dia mengatakan dirinya sudah pasrah dan harus merelakan diri. Saat itu Mardin langsung merobek jaket dan membuangnya,” bebernya.
Mardin sempat meminta rambutan yang ada di atas rakit. Usai makan rambutan, dirinya mengerang kuat-kuat dan berteriak Allahu Akbar berkali-kali, kemudian mengejang dan meninggal. Tidak lama kemudian, ombak kembali menghantam rakit dan semua terlepas dari pegangan rakit, termasuk jasad Mardin.
“Saat itu pegangan kami terlepas dari rakit, termasuk Mardin. Tapi kami berusaha lagi menggapai rakit tersebut, tapi Mardin sudah tersapu ombak,” jelasnya.
Sekira satu jam kemudian, mereka kembali berpegangan dirakit. Tiba-tiba, Yongky berteriak kedinginan dan meminta agar jaket pelampungnya dilepas. Tetapi tak ada satupun yang mau melepasnya. Beberapa saat kemudian, Yongky pun meninggal.
Beberapa saat kemudian, ombak kembali menghantam rakit, sehingga Yongky terlepas dari rakit. Harapan mulai muncul saat itu, ketika melihat sebuah titik lampu rakit pancing Tuna dari kejauhan.
“Saat itu sudah mau pagi sekitar jam 3 atau 4, saya melepaskan diri dari rakit karena sempat melihat cahaya lampu dari rakit dan saya minta perlindungan Tuhan. Saya juga meminta pada rekan yang lain agar berdoa agar bisa berenang ke rakit pancing tersebut,” terangnya.
Dengan tenaga tersisa, akhirnya Ronny sampai di rakit tersebut dan penjaga rakit ternyata warga Pilipina yang tidak mahir berbahasa Indonesia.
“Saya hanya pakai bahasa isyarat dan kepada warga Philipina itu, bahwa tolong kapal kami tenggelam ada empat orang di rakit darurat itu. Orang Filipina itu kemudian mengambil alat komunikasi dan mengabarkan situasi tersebut,” kenangnya.
Saat Ronny meninggalkan rekannya di rakit darurat, Ahmad juga ikutan tewas karena kedinginan dan luka yang parah. “Kapal penolong kami kemudian datang di rakit dan menolong sambil mencari rekan saya yang masih hidup dan yang sudah mati,” tuturnya.
Diketahui, KM Dwi Sejahtera berangkat dari Pelabuhan Jailolo dengan tujuan Bitung dengan muatan kopra sebanyak 6.000 karung milik dari Hengki Sianel. Rencananya, kopra tersebut akan diantar ke Toko Anda Baru, Bitung.
Sementara tujuh orang yang ada di kapal tersebut, yakni Kepala Muhamad Elias, Kepala Kamar Mesin Sadan dan Sin, serta lima ABK Andi Sunardi, Roni Guruna, Yongki, Ahmad Yani, dan Mardin.
Dari ketujuh orang tersebut, berdasarkan keterangan Ronny, tiga di antranya tewas, yakni Yongki, Ahmad Yani, dan Mardin. Ketiganya adalah warga Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulsel. Mereka tewas dikoordinat 01.46 Lintang Utara dan 126.20 Bujur Timur atau berada di Laut Maluku.
(san)