17 Perempuan yang Menduduki Kursi Dewan Surabaya
A
A
A
SURABAYA - Kiprah wakil rakyat di Kota Surabaya makin menguat. Terbukti, jumlah kaum hawa yang duduk di kursi empuk DPRD Kota Surabaya untuk periode 2014-2019 makin banyak.
Pada periode sebelumnya, dari 50 anggota dewan, jumlah srikandi yang mewakili aspirasi warga Kota Pahlawan sebanyak 15 orang. Sementara pada periode lima tahun mendatang, meningkat menjadi 17 orang atau 34 persen dari 50 anggota dewan.
Rencananya, para perempuan ini akan dilantik besok, Minggu 24 Agustus 2014, bersama 33 anggota dewan lainnya. Banyaknya perempuan yang terpilih menjadi anggota dewan, menunjukkan kepercayaan masyarakat terhadap perempuan makin tinggi.
Dengan hasil ini, diharapkan kinerja DPRD Surabaya bisa berjalan lebih baik. Dengan adanya 17 perempuan dari 50 orang anggota dewan yang duduk di DPRD Kota Surabaya, maka kuota 30 persen kursi untuk perempuan sudah terlampaui.
Perwakilan perempuan dari Partai PDI-Perjuangan menduduki peringkat pertama. Sedikitnya ada lima srikandi dari partai moncong putih, terdiri dari Agustin Poliana, Khusnul Khotimah, Asrhi Yuanita Haqie, Dyah Katarina, dan Siti Maryam.
Dari kelima nama tersebut, kecuali Agustin Poliana, semuanya adalah nama-nama baru. Dari deretan nama itu, terdapat Dyah Katarina yang merupakan istri dari mantan Wali Kota Surabaya, Bambang Dwi Hartono.
Partai politik yang menempati urutan kedua yang menempatkan srikandinya di DPRD Surabaya adalah Partai Demokrat. Partai ini menyumbang lima kursi, dan empat di antaranya diisi oleh kaum perempuan.
Sederet politikus wanita dari Partai Demokrat itu adalah Dini Rijanti, Elok Cahyani, Herlina Harsono Njoto, dan Ratih Retnowati. Kecuali Herlina Harsono Njoto, ketiga srikandi partai berlambang bintang mercy ini adalah nama-nama baru.
Di urutan ketiga ada Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Partai ini menitipkan dua kader perempuan terbaiknya di DPRD Surabaya, terdiri dari Camelia Habibah dan Laila Mufidah.
Partai selanjutnya adalah Partai Gerindra ada Lutfiyah. Dari PKS ada Reni Astuti. Reni Astuti bukan wajah baru di gedung wakil rakyat yang ada di Jalan Yos Sudarso ini.
Reni, sapaannya, dikenal sosok yang tegas dan kritis. Tak jarang dia berbeda pendapat dengan anggota dewan lain dalam menyikapi persoalan tertentu. Partai Golkar, juga cukup banyak mewakilkan perempuan.
Dari empat kursi yang diraih, tiga di antaranya diisi oleh perempuan. Di antaranya, Pertiwi Ayu Krishna, Lembah Setyowati, Bakhtiar Binti Rochmah. Ketiganya merupakan wajah baru. Sedangkan Partai Hanura diwakili oleh Naniek Zulfiani.
Selain kuota 30 persen perempuan yang sudah terpenuhi, data KPU Kota Surabaya menunjukkan, sebanyak 31 anggota DPRD Kota Surabaya yang terpilih adalah wajah baru. Sedangkan yang incumbent hanya 19 orang saja.
PDI-Perjuangan yang menjadi juara dalam Pemilu Legislatif 2014, di Kota Surabaya mendapatkan 346.320 suara. Posisi kedua diduduki Partai Gerindra dengan perolehan suara 142.879 suara. Disusul Partai Demokrat dengan perolehan 140.267 suara.
Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Kota Surabaya M Afghani Wardhani mengatakan, sesuai mekanisme, posisi ketua DPRD sementara diberikan kepada partai yang memperoleh kursi terbanyak.
Dalam hal ini adalah PDI-Perjaungan yang berhasil meraih 15 kursi. Disusul Partai Demokrat enam kursi, Partai Gerindra lima kursi, PKB lima kursi, PKS lima kursi, PAN lima kursi, Partai Golkar empat kursi, Partai Hanura tiga kursi, Partai Nasdem dua kursi dan PPP satu kursi. Untuk posisi wakil ketua menjadi milik Partai Demokrat.
“Jabatan sementara ini akan berlangsung hingga terpilihnya Ketua DPRD definitif yang akan diselenggarakan dalam waktu secepatnya,” katanya, kepada wartawan, Sabtu (23/8/2014).
Sementara itu, Pengamat politik dari Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya Agus Sukriyanto mengapresiasi makin banyaknya keterlibatan perempuan dalam proses politik. Ini menjadi fenomena yang mendunia.
Menurutnya, banyaknya perempuan yang terjun ke politik praktis sudah menjadi fenomena dunia. Bahkan, di luar negeri banyak negara-negara yang dipimpin oleh perempuan. Di antaranya, presiden Korea Selatan Park Geun-hye.
Dia merupakan perempuan pertama yang menjadi pemimpin di negeri ginseng tersebut. Kemudian di Jerman ada Angela Merkel. Surabaya sendiri dipimpin oleh perempuan, yakni seorang alumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Tri Rismaharini.
“Banyaknya perempuan yang terlibat dalam panggung politik ini, karena kesadaran politik masyarakat bertambah. Di sisi lain, kompetensi para perempuan ini juga meningkat,” terangnya.
Makin banyaknya perempuan yang duduk di kursi anggota dewan ini belum bisa dikatakan perkembangan positif. Pasalnya, ukuran kinerja seorang anggota dewan itu diukur dari kemampuan mereka memperjuangkan nasib rakyat yang diwakilinya.
"Banyaknya perempuan di DPRD ini bisa disebut pertanda buruk, ketika mereka tidak bisa berbuat apa-apa, dan tidak kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah," jelasnya.
Keterwakilan perempuan yang mencapai 30 persen lebih di DPRD ini menjadi peluang dan kesempatan bagi kaum hawa untuk menunjukkan kapasitas dan kemampuan mereka dalam mewakili warga Surabaya.
“Hamil itu tidak menjadi alasan bagi perempuan untuk mengurangi kinerjanya. Sepanjang itu tidak mengganggu, tidak menjadi masalah,” pungkasnya.
Pada periode sebelumnya, dari 50 anggota dewan, jumlah srikandi yang mewakili aspirasi warga Kota Pahlawan sebanyak 15 orang. Sementara pada periode lima tahun mendatang, meningkat menjadi 17 orang atau 34 persen dari 50 anggota dewan.
Rencananya, para perempuan ini akan dilantik besok, Minggu 24 Agustus 2014, bersama 33 anggota dewan lainnya. Banyaknya perempuan yang terpilih menjadi anggota dewan, menunjukkan kepercayaan masyarakat terhadap perempuan makin tinggi.
Dengan hasil ini, diharapkan kinerja DPRD Surabaya bisa berjalan lebih baik. Dengan adanya 17 perempuan dari 50 orang anggota dewan yang duduk di DPRD Kota Surabaya, maka kuota 30 persen kursi untuk perempuan sudah terlampaui.
Perwakilan perempuan dari Partai PDI-Perjuangan menduduki peringkat pertama. Sedikitnya ada lima srikandi dari partai moncong putih, terdiri dari Agustin Poliana, Khusnul Khotimah, Asrhi Yuanita Haqie, Dyah Katarina, dan Siti Maryam.
Dari kelima nama tersebut, kecuali Agustin Poliana, semuanya adalah nama-nama baru. Dari deretan nama itu, terdapat Dyah Katarina yang merupakan istri dari mantan Wali Kota Surabaya, Bambang Dwi Hartono.
Partai politik yang menempati urutan kedua yang menempatkan srikandinya di DPRD Surabaya adalah Partai Demokrat. Partai ini menyumbang lima kursi, dan empat di antaranya diisi oleh kaum perempuan.
Sederet politikus wanita dari Partai Demokrat itu adalah Dini Rijanti, Elok Cahyani, Herlina Harsono Njoto, dan Ratih Retnowati. Kecuali Herlina Harsono Njoto, ketiga srikandi partai berlambang bintang mercy ini adalah nama-nama baru.
Di urutan ketiga ada Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Partai ini menitipkan dua kader perempuan terbaiknya di DPRD Surabaya, terdiri dari Camelia Habibah dan Laila Mufidah.
Partai selanjutnya adalah Partai Gerindra ada Lutfiyah. Dari PKS ada Reni Astuti. Reni Astuti bukan wajah baru di gedung wakil rakyat yang ada di Jalan Yos Sudarso ini.
Reni, sapaannya, dikenal sosok yang tegas dan kritis. Tak jarang dia berbeda pendapat dengan anggota dewan lain dalam menyikapi persoalan tertentu. Partai Golkar, juga cukup banyak mewakilkan perempuan.
Dari empat kursi yang diraih, tiga di antaranya diisi oleh perempuan. Di antaranya, Pertiwi Ayu Krishna, Lembah Setyowati, Bakhtiar Binti Rochmah. Ketiganya merupakan wajah baru. Sedangkan Partai Hanura diwakili oleh Naniek Zulfiani.
Selain kuota 30 persen perempuan yang sudah terpenuhi, data KPU Kota Surabaya menunjukkan, sebanyak 31 anggota DPRD Kota Surabaya yang terpilih adalah wajah baru. Sedangkan yang incumbent hanya 19 orang saja.
PDI-Perjuangan yang menjadi juara dalam Pemilu Legislatif 2014, di Kota Surabaya mendapatkan 346.320 suara. Posisi kedua diduduki Partai Gerindra dengan perolehan suara 142.879 suara. Disusul Partai Demokrat dengan perolehan 140.267 suara.
Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Kota Surabaya M Afghani Wardhani mengatakan, sesuai mekanisme, posisi ketua DPRD sementara diberikan kepada partai yang memperoleh kursi terbanyak.
Dalam hal ini adalah PDI-Perjaungan yang berhasil meraih 15 kursi. Disusul Partai Demokrat enam kursi, Partai Gerindra lima kursi, PKB lima kursi, PKS lima kursi, PAN lima kursi, Partai Golkar empat kursi, Partai Hanura tiga kursi, Partai Nasdem dua kursi dan PPP satu kursi. Untuk posisi wakil ketua menjadi milik Partai Demokrat.
“Jabatan sementara ini akan berlangsung hingga terpilihnya Ketua DPRD definitif yang akan diselenggarakan dalam waktu secepatnya,” katanya, kepada wartawan, Sabtu (23/8/2014).
Sementara itu, Pengamat politik dari Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya Agus Sukriyanto mengapresiasi makin banyaknya keterlibatan perempuan dalam proses politik. Ini menjadi fenomena yang mendunia.
Menurutnya, banyaknya perempuan yang terjun ke politik praktis sudah menjadi fenomena dunia. Bahkan, di luar negeri banyak negara-negara yang dipimpin oleh perempuan. Di antaranya, presiden Korea Selatan Park Geun-hye.
Dia merupakan perempuan pertama yang menjadi pemimpin di negeri ginseng tersebut. Kemudian di Jerman ada Angela Merkel. Surabaya sendiri dipimpin oleh perempuan, yakni seorang alumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Tri Rismaharini.
“Banyaknya perempuan yang terlibat dalam panggung politik ini, karena kesadaran politik masyarakat bertambah. Di sisi lain, kompetensi para perempuan ini juga meningkat,” terangnya.
Makin banyaknya perempuan yang duduk di kursi anggota dewan ini belum bisa dikatakan perkembangan positif. Pasalnya, ukuran kinerja seorang anggota dewan itu diukur dari kemampuan mereka memperjuangkan nasib rakyat yang diwakilinya.
"Banyaknya perempuan di DPRD ini bisa disebut pertanda buruk, ketika mereka tidak bisa berbuat apa-apa, dan tidak kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah," jelasnya.
Keterwakilan perempuan yang mencapai 30 persen lebih di DPRD ini menjadi peluang dan kesempatan bagi kaum hawa untuk menunjukkan kapasitas dan kemampuan mereka dalam mewakili warga Surabaya.
“Hamil itu tidak menjadi alasan bagi perempuan untuk mengurangi kinerjanya. Sepanjang itu tidak mengganggu, tidak menjadi masalah,” pungkasnya.
(san)