Kisah Bung Karno Jelang Proklamasi
A
A
A
17 Agustus 1945 merupakan hari bersejarah bagi rakyat Indonesia, karena saat itulah Indonesia menyatakan kemerdekaannya melalui teks proklamasi yang dibacakan Soekarno. Sejumlah fakta unik menyertai detik-detik proklamasi, seperti sakitnya Soekarno jelang pembacaan teks proklamasi.
Ya, fakta tersebut terungkap dalam beberapa tulisan yang berasal dari pemaparan sejarawan maupun data arsip lainnya. Sejarawan Ahmad Mansur Suryanegara dalam karyanya Api Sejarah 2, mengungkap fakta sekitar sakitnya Bung Karno sehari sebelum dibacakannya teks proklamasi. Selain itu, fakta ini juga bisa ditelusuri dalam otobiografi Soekarno yang ditulis Cindy Adams serta tulisan Dadan Wildan berjudul Membuka Catatan Sejarah: Detik-detik Proklamasi. Begitu kata pemerhati sejarah Fikrul Hanif Sufyan.
Dikutip dari http://www.proklamasi1945.com, istri Bung Karno, Fatmawati mengingat bahwa kala itu suaminya pulang ketika sudah menjelang Subuh. Bung Karno masuk kamar, wajahnya tampak lelah dan lesu. Bung Karno tampaknya mengalami pergulatan dan keresahan yang sangat di dalam batinnya. Berkali-kali Fatma mengamati suaminya mondar-mandir keluar masuk kamar. Pukul 06.00, Bung Karno akhirnya berbaring dan berusaha untuk memejamkan mata.
Hari itu, dokter pribadi Bung Karno, dokter Suharto, seperti biasa berkunjung ke rumah Bung Karno di Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Dokter Suharto kemudian menuju ke kamar Bung Karno dan keluarganya. Dia mendadak berpapasan dengan dokter Muwardi. Dokter Muwardi berkata bahwa Bung Karno baru masuk kamar tidurnya menjelang Subuh sekembalinya dari rapat di rumah Laksamana T Maeda.
Sekitar pukul 08.00, dokter Suharto yang mengira bahwa Bung Karno sudah tidur dan beristirahat selama empat jam, memberanikan diri masuk ke dalam kamarnya. Dokter Suharto menemukan Bung Karno dalam kondisi tidur, tetapi segera terbangun oleh sentuhan tangannya. "Pating greges," kata Bung Karno setelah membuka mata.
Selanjutnya, dokter Suharto merasakan bahwa badan Bung Karno memang panas. Tidak jarang, dalam keadaan lelah sekali, Bung Karno sering mengalami panas badan. Menurut dokter Suharto, gejala itu timbul setelah ia menderita penyakit malaria tertiana dalam sebuah kunjungannya ke Makassar.
Dalam pandangan Dosen STKIP Abdi Pendidikan Payakumbuh Fikrul Hanif Sufyan, Bung Karno pada masa pembuangannya ke Ende pernah mengalami sakit malaria. "Menurut saya, sebab kambuhnya penyakit malaria Bung Karno karena beliau juga lelah setelah pulang dari Rengasdengklok dan tidak istirahat."
Kembali ke dokter Suharto, setelah mendengar keluhan Bung Karno, dia segera memeriksanya. Meskipun saat itu tidak menemukan gejala-gejala lain, atas persetujuan Bung Karno, dokter Suharto kemudian memberikan suntikan chinine-urethan intramusculair, selanjutnya mempersilakan minum broom-chinine.`Setelah memeriksa Bung Karno dan memberikan suntikan itu, dokter Suharto keluar dari kamar Bung Karno.
Kira-kira pukul 09.30, Bung Karno bangun dan badannya sudah tidak panas lagi. Dokter Suharto kemudian berkata kepada Bung Karno. "Sudah jam setengah sepuluh, Mas," kata dokter Suharto. Bung Karno segera turun dari tempat tidur sambil berkata, "Minta Hatta segera datang."
Dokter Suharto kemudian segera keluar mencari dokter Muwardi. Karena ia tidak dapat segera dijumpai, pesan Bung Karno ia sampaikan kepada Latief Hendraningrat, yang saat itu mengenakan seragam Opsir PETA.
Ketika dokter Suharto kembali ke dalam kamar Bung Karno, ia melihat Bung Karno sudah berpakaian rapi didampingi Fatmawati. Bung Karno mengenakan busana serba putih. Pemilik nama asli Koesno Sosrodihardjo itu tampak tampan dan gagah, penuh percaya diri, serta dengan penampilan yang meyakinkan. Tak lama kemudian, teks proklamasi pun dibacakan pria kelahiran Surabaya, Jawa Timur, pada 6 Juni 1901 itu.
Ya, fakta tersebut terungkap dalam beberapa tulisan yang berasal dari pemaparan sejarawan maupun data arsip lainnya. Sejarawan Ahmad Mansur Suryanegara dalam karyanya Api Sejarah 2, mengungkap fakta sekitar sakitnya Bung Karno sehari sebelum dibacakannya teks proklamasi. Selain itu, fakta ini juga bisa ditelusuri dalam otobiografi Soekarno yang ditulis Cindy Adams serta tulisan Dadan Wildan berjudul Membuka Catatan Sejarah: Detik-detik Proklamasi. Begitu kata pemerhati sejarah Fikrul Hanif Sufyan.
Dikutip dari http://www.proklamasi1945.com, istri Bung Karno, Fatmawati mengingat bahwa kala itu suaminya pulang ketika sudah menjelang Subuh. Bung Karno masuk kamar, wajahnya tampak lelah dan lesu. Bung Karno tampaknya mengalami pergulatan dan keresahan yang sangat di dalam batinnya. Berkali-kali Fatma mengamati suaminya mondar-mandir keluar masuk kamar. Pukul 06.00, Bung Karno akhirnya berbaring dan berusaha untuk memejamkan mata.
Hari itu, dokter pribadi Bung Karno, dokter Suharto, seperti biasa berkunjung ke rumah Bung Karno di Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Dokter Suharto kemudian menuju ke kamar Bung Karno dan keluarganya. Dia mendadak berpapasan dengan dokter Muwardi. Dokter Muwardi berkata bahwa Bung Karno baru masuk kamar tidurnya menjelang Subuh sekembalinya dari rapat di rumah Laksamana T Maeda.
Sekitar pukul 08.00, dokter Suharto yang mengira bahwa Bung Karno sudah tidur dan beristirahat selama empat jam, memberanikan diri masuk ke dalam kamarnya. Dokter Suharto menemukan Bung Karno dalam kondisi tidur, tetapi segera terbangun oleh sentuhan tangannya. "Pating greges," kata Bung Karno setelah membuka mata.
Selanjutnya, dokter Suharto merasakan bahwa badan Bung Karno memang panas. Tidak jarang, dalam keadaan lelah sekali, Bung Karno sering mengalami panas badan. Menurut dokter Suharto, gejala itu timbul setelah ia menderita penyakit malaria tertiana dalam sebuah kunjungannya ke Makassar.
Dalam pandangan Dosen STKIP Abdi Pendidikan Payakumbuh Fikrul Hanif Sufyan, Bung Karno pada masa pembuangannya ke Ende pernah mengalami sakit malaria. "Menurut saya, sebab kambuhnya penyakit malaria Bung Karno karena beliau juga lelah setelah pulang dari Rengasdengklok dan tidak istirahat."
Kembali ke dokter Suharto, setelah mendengar keluhan Bung Karno, dia segera memeriksanya. Meskipun saat itu tidak menemukan gejala-gejala lain, atas persetujuan Bung Karno, dokter Suharto kemudian memberikan suntikan chinine-urethan intramusculair, selanjutnya mempersilakan minum broom-chinine.`Setelah memeriksa Bung Karno dan memberikan suntikan itu, dokter Suharto keluar dari kamar Bung Karno.
Kira-kira pukul 09.30, Bung Karno bangun dan badannya sudah tidak panas lagi. Dokter Suharto kemudian berkata kepada Bung Karno. "Sudah jam setengah sepuluh, Mas," kata dokter Suharto. Bung Karno segera turun dari tempat tidur sambil berkata, "Minta Hatta segera datang."
Dokter Suharto kemudian segera keluar mencari dokter Muwardi. Karena ia tidak dapat segera dijumpai, pesan Bung Karno ia sampaikan kepada Latief Hendraningrat, yang saat itu mengenakan seragam Opsir PETA.
Ketika dokter Suharto kembali ke dalam kamar Bung Karno, ia melihat Bung Karno sudah berpakaian rapi didampingi Fatmawati. Bung Karno mengenakan busana serba putih. Pemilik nama asli Koesno Sosrodihardjo itu tampak tampan dan gagah, penuh percaya diri, serta dengan penampilan yang meyakinkan. Tak lama kemudian, teks proklamasi pun dibacakan pria kelahiran Surabaya, Jawa Timur, pada 6 Juni 1901 itu.
(dam)