Mahasiswa Kecam Vandalisme di Kantor TV One Yogyakarta
A
A
A
YOGYAKARTA - Aksi vandalisme massa PDI Perjuangan yang mencoret-coret kantor Biro TV One Yogyakarta mendapat kecaman dari kalangan mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Mahasiswa Peduli Demokrasi Yogyakarta (KMPDY).
Dalam aksinya, mahasiswa menilai, tindakan pendukung capres-cawapres Jokowi-JK itu sudah menodai nilai-nilai demokrasi. Terlebih, media massa ada aturan main, seperti dalam UU No40 tahun 1999 tentang Pers.
"Kami mengecam dan menyayangkan sikap massa pendukung Jokowi yang melakukan aksi vandalisme di TV One Yogyakarta," kata Tommy Safarsyah, di Tugu Yogyakarta, Jumat (4/7/2014).
Yogyakarta dipandang sebagai wilayah yang 'nyaman' telah tercoreng oleh tindakan tersebut. Kelompok pelaku-pelaku vandalisme itu tidak dewasa dalam menanggapi isu atau wacana dari lawan politik.
Mahasiswa berharap, media massa tidak berpolitik praktis, serta ikut membuat negative campaign (kampanye negatif) dalam menyampaikan informasi atau pemberitaan. Meski diakuinya, media massa ada yang mendukung capres-cawapres tertentu.
"Tidak perlu kita sebut, tapi biarlah publik yang menilai," imbuhnya.
Jika berita tidak berimbang dan menyudutkan salah satu pasangan capres, publik bisa menilai. Sehingga, tidak perlu melakukan pengerahan massa yang bisa mengakibatkan ketidaknyamanan. "Pers seharusnya objektif dan netral dalam menyampaikan informasi," katanya.
Dia mengakui, adanya kampanye hitam, kampanye negatif, bahkan aksi kekerasan di Yogyakarta, sudah jauh menyimpang dari nilai-nilai demokrasi. Perbedaan pilihan merupakan hal yang wajar, tapi tidak perlu ditindaklanjuti dengan 'premanisme'.
"Kami mendorong Bawaslu dan kepolisian untuk menindak tegas pelaku-pelaku premanisme. Dulu ada bentrok saat kampanye, kemarin aksi vandalisme, itu semua harus diselesaikan, jangan dibiarkan," tukasnya.
Dalam aksinya, mahasiswa menilai, tindakan pendukung capres-cawapres Jokowi-JK itu sudah menodai nilai-nilai demokrasi. Terlebih, media massa ada aturan main, seperti dalam UU No40 tahun 1999 tentang Pers.
"Kami mengecam dan menyayangkan sikap massa pendukung Jokowi yang melakukan aksi vandalisme di TV One Yogyakarta," kata Tommy Safarsyah, di Tugu Yogyakarta, Jumat (4/7/2014).
Yogyakarta dipandang sebagai wilayah yang 'nyaman' telah tercoreng oleh tindakan tersebut. Kelompok pelaku-pelaku vandalisme itu tidak dewasa dalam menanggapi isu atau wacana dari lawan politik.
Mahasiswa berharap, media massa tidak berpolitik praktis, serta ikut membuat negative campaign (kampanye negatif) dalam menyampaikan informasi atau pemberitaan. Meski diakuinya, media massa ada yang mendukung capres-cawapres tertentu.
"Tidak perlu kita sebut, tapi biarlah publik yang menilai," imbuhnya.
Jika berita tidak berimbang dan menyudutkan salah satu pasangan capres, publik bisa menilai. Sehingga, tidak perlu melakukan pengerahan massa yang bisa mengakibatkan ketidaknyamanan. "Pers seharusnya objektif dan netral dalam menyampaikan informasi," katanya.
Dia mengakui, adanya kampanye hitam, kampanye negatif, bahkan aksi kekerasan di Yogyakarta, sudah jauh menyimpang dari nilai-nilai demokrasi. Perbedaan pilihan merupakan hal yang wajar, tapi tidak perlu ditindaklanjuti dengan 'premanisme'.
"Kami mendorong Bawaslu dan kepolisian untuk menindak tegas pelaku-pelaku premanisme. Dulu ada bentrok saat kampanye, kemarin aksi vandalisme, itu semua harus diselesaikan, jangan dibiarkan," tukasnya.
(san)