Kronologi Bentrok Warga Rembang dengan Tentara

Selasa, 17 Juni 2014 - 17:30 WIB
Kronologi Bentrok Warga Rembang dengan Tentara
Kronologi Bentrok Warga Rembang dengan Tentara
A A A
Koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) Kabupaten Rembang Ming Ming Lukiarti mengungkapkan kronologi bentrok warga yang terdiri dari ibu-ibu dan petani dengan tentara dan polisi, saat menggelar demo blokade menolak pendirian tambang karst dan pabrik semen PT Semen Indonesia.

"Senin 16 Juni 2014 pagi, lebih dari 100 ibu-ibu duduk di pinggir jalan menuju tapak pabrik. Mereka mengadakan aksi keprihatinan untuk menuntut penghentian rencana pembangunan pabrik semen," katanya, saat dihubungi Sindonews, Selasa (17/6/2014).

Ditambahkan dia, pagi itu di sekitar jalan menuju tapak pabrik telah berjaga puluhan polisi dan tentara. Dengan alasan memperlancar kegiatan doa bersama dan peletakan batu pertama, polisi menyingkirkan peserta aksi dengan melempar beberapa ibu-ibu ke semak-semak, hingga menyebabkan Murtini dari Desa Timbrangan dan Suparmi dari Desa Tegaldowo pingsan.

"Tak hanya itu saja, polisi dan tentara juga melakukan pengejaran terhadap warga penolak pabrik semen yang saat itu memantau dari kejauhan," tambahnya.

Usai membubarkan aksi warga, polisi melakukan sweeping terhadap wartawan. Mereka yang tidak dapat menunjukkan kartu pers ditangkap dan digelandang ke mobil polisi dengan tuduhan menjadi wartawan palsu.

"Hasilnya, enam laki-laki yang saat itu menjadi tim dokumentasi aksi, dan satu perempuan peserta aksi ditangkap. Selang beberapa jam kemudian mereka dilepas," terangnya.

Dia melanjutkan, pada malam hari suasana di sekitar tambang bertambah mencekam. Warga yang melanjutkan aksi keprihatinan dengan mendirikan tenda di dekat pintu masuk tapak pabrik, menerima intimidasi dari anggota Polsek Bulumantingan dan Koramil Bulumantingan.

"Tenda yang didirikan diobrak-abrik. Mereka melarang warga dari Desa Timbrangan mendistribusikan makanan untuk peserta aksi. Bahkan polisi juga melarang warga untuk menggunakan lampu penerangan," bebernya.

Saat mengobrak-abrik tenda warga yang banyak terdiri dari ibu-ibu dan petani itu polisi mengatakan, tindakan melarang warga menyalakan lampu itu merupakan instruksi langsung dari Kapolres Rembang. Akhirnya, baru pada pukul 23.00 WIB suplai makanan dan bahan bakar untuk penerangan diperbolehkan masuk.

Sehari sebelum terjadi bentrok, pada Sabtu 14 Juni 2014, Kelompok Diskusi Wartawan mengadakan diskusi di Semarang untuk membahas persoalan semen di Pati dan Rembang. Diskusi ini dihadiri oleh beberapa pihak, antara lain PT Semen Indonesia, Pemprov Jawa Tengah, anggota JMPPK Rembang, dan tokoh Sedulur Sikep.

"Dalam diskusi ini, warga JMPPK Rembang menjelaskan banyaknya pelanggaran yang terjadi dalam proses penyusunan AMDAL PT Semen Indonesia, seperti tidak terbukanya akses yang memadai bagi warga untuk mengetahui dokumen AMDAL," jelasnya.

Selain itu, tidak dimasukkannya Gunung Watuputih sebagai kawasan karst juga dipersoalkan. Dalam kesempatan ini, warga yang menolak pendirian pabrik semen meminta PT Semen Indonesia untuk menghentikan semua proses pembangunan hingga semua pelanggaran dapat diselesaikan.

"Namun pihak PT. Semen Indonesia tidak menanggapi tuntutan ini dan akan melanjutkan rencana peletakan batu pertama pada tanggal 16 Juni 2014. Hingga terjadiah bentrokan itu," tukasnya.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7396 seconds (0.1#10.140)