Pembabatan Hutan Lindung di Garut Libatkan Pemerintah Desa
A
A
A
GARUT - Perum Perhutani Kabupaten Garut menuding pembabatan hutan lindung di Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa Barat, diperintahkan oleh Pemerintah Desa Girimukti, Kecamatan Cikelet.
Kepala Urusan Hukum Agraria dan Kehumasan Perum Perhutani Kabupaten Garut Zainal Abidin mengatakan, adanya perintah dari pihak pemerintah desa ini terungkap setelah masyarakat yang ikut serta membabat hutan lindung untuk pembangunan jalan mengakui perbuatannya.
"Bahkan saat dikonfrontir ke Pemerintah Desa Girimukti, kepala desanya yang bernama Dudi Hartono membenarkannya bahwa merekalah yang memerintahkan pembangunan jalan di tengah hutan lindung milik Perhutani," kata Zainal, Kamis (12/6/2014).
Dari pengakuan Kepala Desa Girimukti, tambahnya, pembangunan jalan itu ditujukan untuk kepentingan masyarakat di desanya. Pasalnya, selama ini masyarakat Desa Girimukti tidak memiliki akses jalan menuju pusat pelayanan ke jantung ibu kota Kabupaten Garut. "Alasannya memang masuk akal, yaitu untuk membangun jalan karena akses dari Girimukti ke pusat ibu kota Kabupaten Garut sangat sulit oleh sebab desa itu terpencil dan dibatasi hutan."
Lanjut Zainal, kepala desanya menjelaskan jika mereka ingin menjual hasil bumi atau membeli apa yang diperlukan dari ibu kota kabupaten, termasuk mengakses pelayanan di perkotaan Garut, mereka harus memutar dahulu ke pusat pemerintahan di Kecamatan Cikelet dengan jarak tempuh kurang lebih 3 jam. "Dari pusat pemerintahan Kecamatan Cikelet, mereka harus menempuh waktu tiga jam lagi menuju perkotaan Garut. Jadi total mereka harus menempuh waktu 6 jam perjalanan ke pusat Garut," jelasnya.
Lebih jauh Zainal mengutarakan alasan pemerintah desa, jika jalan baru dibangun di kawasan hutan lindung, maka masyarakat Desa Girimukti dapat memangkas waktu perjalanan menuju pusat ibu kota kabupaten selama 3 jam. Dengan demikian, masyarakat tidak harus menempuh perjalanan ke pusat ibu kota kecamatan terlebih dahulu, melainkan dapat langsung menuju pusat pemerintahan Kabupaten Garut melalui jalur baru di tengah hutan lindung tersebut.
"Meski tujuan pihak pemerintah desa ini baik, yaitu untuk kepentingan masyarakat dalam mengakses jalan, tetap saja cara yang sudah dijalankannya tidak dapat dibenarkan oleh hukum. Negara sudah mengatur hukum yang berkaitan dengan hutan lindung," tegasnya.
Semestinya, kata Zainal, pemerintah desa menempuh mekanisme yang telah diatur dalam peraturan jika memang ingin membuat sarana jalan. Karena untuk jalan, juga sudah ada aturannya dan negara memperbolehkannya. "Namun pemerintah desa mengabaikannya aturan dan tata cara mekanisme yang harus ditempuh karena alasan tidak tahu," ujarnya.
Pemerintah desa semestinya menjalankan aturan dalam Permenhut (Peraturan Menteri Kehutanan) No 18 Tahun 2011, P.18/Menhut-II/2011, tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Peraturan ini mengharuskan pihak pemerintah desa menempuh izin kepada Menteri Kehutanan.
"Ada juga aturan yang lebih simpel dari itu, yaitu Peraturan Dirjen Planologi Kehutanan Nomor 14, P.14/VII-PKH/2012, tentang Petunjuk Pelaksanaan Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang dilimpahkan Menteri Kehutanan kepada gubernur. Di mana pada pasal 2 dijelaskan pembangunan fasilitas umum di kawasan hutan diperbolehkan asal bersifat non komersial. Lebih dipertegas lagi pada huruf D pasal 2, salah satu fasilitas umum yang dapat dibangun di hutan adalah jalan," paparnya.
Zainal menambahkan, aturan ini juga mengatur tata cara permohonan pengajuan pembuatan jalan. Jadi, pemerintah desa sebelumnya mengajukan permohonan kepada Bupati Garut sebagai kepala di Kabupaten Garut. Selanjutnya, permohonan dari bupati ini diteruskan kepada gubernur, dalam hal ini adalah Gubernur Jawa Barat.
Namun, karena pemerintah desa tidak menjalankan ketentuan tersebut, Perum Perhutani menempuh tindakan hukum dengan melaporkan Pemerintah Desa Girimukti kepada aparat kepolisian, Polsek Cikelet. "Karena kepala desa sebagai penanggung jawab dari pembangunan itu, maka kami melaporkan dia ke polisi. Keputusan ini sudah menjadi tanggung jawab kami, karena jika kami tidak bertindak apa-apa, kami justru yang akan disalahkan nantinya," imbuhnya.
Terkait adanya informasi bahwa pembangunan jalan di tengah hutan lindung ini dilakukan juga untuk memenuhi kepentingan seorang warga pemilik lahan pohon sengon, Zainal tidak membantahnya. Meski demikian, pihak Perum Perhutani saat ini sudah menyerahkan kasus pembabatan pohon di hutan lindung tersebut kepada aparat penegak hukum.
"Informasi yang kami terima juga begitu, yaitu ada warga yang memiliki pohon sengon di tengah hutan lindung dan ingin memanfaatkan fasilitas jalan yang baru tersebut untuk kepentingannya mengangkut pohon di lahan yang menurut dia miliknya. Terlepas dari informasi itu semua, kami saat ini sudah menyerahkan prosesnya kepada aparat penegak hukum, yaitu Polsek Cikelet," tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, hutan lindung seluas 1,8 hektare (ha) di Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa Barat, dirusak untuk keperluan pembangunan jalan sepanjang 6 km. Hutan lindung yang mengalami kerusakan tersebut memanjang, yaitu dari petak 122 Resort Pemangku Hutan (RPH) Panyindangan, Desa Girimukti, Kecamatan Cikelet, BKPH Cisompet, hingga petak 126 RPH Halimun, Desa Neglarasi dan Desa Sukamulya, Kecamatan Pakenjeng, BKPH Sumadra.
Kepala Urusan Hukum Agraria dan Kehumasan Perum Perhutani Kabupaten Garut Zainal Abidin mengatakan, adanya perintah dari pihak pemerintah desa ini terungkap setelah masyarakat yang ikut serta membabat hutan lindung untuk pembangunan jalan mengakui perbuatannya.
"Bahkan saat dikonfrontir ke Pemerintah Desa Girimukti, kepala desanya yang bernama Dudi Hartono membenarkannya bahwa merekalah yang memerintahkan pembangunan jalan di tengah hutan lindung milik Perhutani," kata Zainal, Kamis (12/6/2014).
Dari pengakuan Kepala Desa Girimukti, tambahnya, pembangunan jalan itu ditujukan untuk kepentingan masyarakat di desanya. Pasalnya, selama ini masyarakat Desa Girimukti tidak memiliki akses jalan menuju pusat pelayanan ke jantung ibu kota Kabupaten Garut. "Alasannya memang masuk akal, yaitu untuk membangun jalan karena akses dari Girimukti ke pusat ibu kota Kabupaten Garut sangat sulit oleh sebab desa itu terpencil dan dibatasi hutan."
Lanjut Zainal, kepala desanya menjelaskan jika mereka ingin menjual hasil bumi atau membeli apa yang diperlukan dari ibu kota kabupaten, termasuk mengakses pelayanan di perkotaan Garut, mereka harus memutar dahulu ke pusat pemerintahan di Kecamatan Cikelet dengan jarak tempuh kurang lebih 3 jam. "Dari pusat pemerintahan Kecamatan Cikelet, mereka harus menempuh waktu tiga jam lagi menuju perkotaan Garut. Jadi total mereka harus menempuh waktu 6 jam perjalanan ke pusat Garut," jelasnya.
Lebih jauh Zainal mengutarakan alasan pemerintah desa, jika jalan baru dibangun di kawasan hutan lindung, maka masyarakat Desa Girimukti dapat memangkas waktu perjalanan menuju pusat ibu kota kabupaten selama 3 jam. Dengan demikian, masyarakat tidak harus menempuh perjalanan ke pusat ibu kota kecamatan terlebih dahulu, melainkan dapat langsung menuju pusat pemerintahan Kabupaten Garut melalui jalur baru di tengah hutan lindung tersebut.
"Meski tujuan pihak pemerintah desa ini baik, yaitu untuk kepentingan masyarakat dalam mengakses jalan, tetap saja cara yang sudah dijalankannya tidak dapat dibenarkan oleh hukum. Negara sudah mengatur hukum yang berkaitan dengan hutan lindung," tegasnya.
Semestinya, kata Zainal, pemerintah desa menempuh mekanisme yang telah diatur dalam peraturan jika memang ingin membuat sarana jalan. Karena untuk jalan, juga sudah ada aturannya dan negara memperbolehkannya. "Namun pemerintah desa mengabaikannya aturan dan tata cara mekanisme yang harus ditempuh karena alasan tidak tahu," ujarnya.
Pemerintah desa semestinya menjalankan aturan dalam Permenhut (Peraturan Menteri Kehutanan) No 18 Tahun 2011, P.18/Menhut-II/2011, tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Peraturan ini mengharuskan pihak pemerintah desa menempuh izin kepada Menteri Kehutanan.
"Ada juga aturan yang lebih simpel dari itu, yaitu Peraturan Dirjen Planologi Kehutanan Nomor 14, P.14/VII-PKH/2012, tentang Petunjuk Pelaksanaan Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang dilimpahkan Menteri Kehutanan kepada gubernur. Di mana pada pasal 2 dijelaskan pembangunan fasilitas umum di kawasan hutan diperbolehkan asal bersifat non komersial. Lebih dipertegas lagi pada huruf D pasal 2, salah satu fasilitas umum yang dapat dibangun di hutan adalah jalan," paparnya.
Zainal menambahkan, aturan ini juga mengatur tata cara permohonan pengajuan pembuatan jalan. Jadi, pemerintah desa sebelumnya mengajukan permohonan kepada Bupati Garut sebagai kepala di Kabupaten Garut. Selanjutnya, permohonan dari bupati ini diteruskan kepada gubernur, dalam hal ini adalah Gubernur Jawa Barat.
Namun, karena pemerintah desa tidak menjalankan ketentuan tersebut, Perum Perhutani menempuh tindakan hukum dengan melaporkan Pemerintah Desa Girimukti kepada aparat kepolisian, Polsek Cikelet. "Karena kepala desa sebagai penanggung jawab dari pembangunan itu, maka kami melaporkan dia ke polisi. Keputusan ini sudah menjadi tanggung jawab kami, karena jika kami tidak bertindak apa-apa, kami justru yang akan disalahkan nantinya," imbuhnya.
Terkait adanya informasi bahwa pembangunan jalan di tengah hutan lindung ini dilakukan juga untuk memenuhi kepentingan seorang warga pemilik lahan pohon sengon, Zainal tidak membantahnya. Meski demikian, pihak Perum Perhutani saat ini sudah menyerahkan kasus pembabatan pohon di hutan lindung tersebut kepada aparat penegak hukum.
"Informasi yang kami terima juga begitu, yaitu ada warga yang memiliki pohon sengon di tengah hutan lindung dan ingin memanfaatkan fasilitas jalan yang baru tersebut untuk kepentingannya mengangkut pohon di lahan yang menurut dia miliknya. Terlepas dari informasi itu semua, kami saat ini sudah menyerahkan prosesnya kepada aparat penegak hukum, yaitu Polsek Cikelet," tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, hutan lindung seluas 1,8 hektare (ha) di Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa Barat, dirusak untuk keperluan pembangunan jalan sepanjang 6 km. Hutan lindung yang mengalami kerusakan tersebut memanjang, yaitu dari petak 122 Resort Pemangku Hutan (RPH) Panyindangan, Desa Girimukti, Kecamatan Cikelet, BKPH Cisompet, hingga petak 126 RPH Halimun, Desa Neglarasi dan Desa Sukamulya, Kecamatan Pakenjeng, BKPH Sumadra.
(zik)