Dewan Sebut Penutupan Dolly Tak Miliki Studi Kelayakan
A
A
A
SURABAYA - Perbedaan pandangan di kalangan anggota dewan terkait penutupan lokalisasi Dolly kian mengemuka. Jika Ketua DPRD Kota Surabaya, M Machmud dengan tegas mendukung penutupan, Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya, Baktiono justru menolak penutupan.
Pasalnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya tidak memilliki studi kelayakan atas penutupan lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara tersebut.
Menurut Baktiono, Pemkot Surabaya telah gagal dalam menutup lokalisasi lain seperti Sememi dan Tambakasri. Buktinya, sampai sekarang tempat-tempat tersebut diduga masih terjadi praktik-praktik prostitusi. Di kedua eks lokalisasi tersebut juga masih banyak rumah-rumah karaoke.
“Penutupan Dolly dan juga lokalisasi-lokalisasi lainnya itu tidak ada studi kelayakannya. Kajian akademisnya juga tidak ada. Wali kota itu menutup sesuai selera saja tanpa memikirkan dampak pada warga sekitar yang menggantungkan hidupnya dari keberadaan lokalisasi,” katanya, Kamis (29/5/2014)
Anggota dewan dari Fraksi PDI-P ini meminta pada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim maupun Kementrian Sosial (Kemensos) untuk berhati-hati dalam pencairan anggaran penutupan Dolly.
Pasalnya, jika penutupan Dolly ini gagal, maka penutupan lokalisasi-lokalisasi lainnya juga akan gagal. Pemkot beranggapan, jika Dolly sukses ditutup, maka penutupan lokalisasi lainnya juga akan mudah.
“Wali kota jangan bertindak seperti penguasa tunggal. Semua warga harus dilibatkan. Cobalah turun ke bawah ke lokalisasi Dolly. Datangi warga, apa yang mereka harapkan. Jangan pada saat mengambil penghargaan saja mau datang,” ujarnya.
Sementara itu, saat ini mulai muncul spanduk dukungan atas rencana penutupan Dolly 19 Juni 2014 mendatang. Spanduk berisi dukungan terpasang di sejumlah jalan protokol Surabaya.
Ada beberapa titik jalan yang dipasangi spanduk tersebut. Di antaranya di jembatan penyeberangan di dekat Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel, Taman Pelangi, SMK 3 Surabaya.
Spanduk ini juga terpasang di pagar frontage road setelah Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) dr Ramelan. Spanduk itu berbunyi Alhamdulillah Lokalisasi Dolly ditutup 19 Juni 2014 dan Mayoritas anak-anak yang tinggal di Dolly minta prostitusi ditutup. Dari keterangan yang tertulis di spanduk, tertulis Baz Nas Jatim - Alumni Remaja Masjid Al-Falah.
Menyikapi keberadaan spanduk penolakan ini, Koordinator Gerakan Rakyat Bersatu (GRB), salah satu elemen yang menolak penutupan Dolly, Saputro mengaku tidak mempersoalkan spanduk tersebut.
Dalam era keterbukaan berpendapat seperti sekarang ini, semua bebas untuk menyampaikan aspirasinya. Tapi pihaknya memastikan, tidak ada satupun dari warga Kelurahan Putat Jaya (tempat beroperasinya Dolly) yang mendukung penutupan.
Warga Putat Jaya sendiri sudah jauh-jauh memasang spanduk penolakan penutupan. Spanduk ini terpasanga disepanjang Jalan Jarak dan Gang Dolly. “Pihak-pihak yang mendukung penutupan, tidak akan berani masuk ke sini (Dolly). Saya yakin, yang memasang spanduk mendukung penutupan itu hanya orang-orang suruhan saja,” katanya.
Pasalnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya tidak memilliki studi kelayakan atas penutupan lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara tersebut.
Menurut Baktiono, Pemkot Surabaya telah gagal dalam menutup lokalisasi lain seperti Sememi dan Tambakasri. Buktinya, sampai sekarang tempat-tempat tersebut diduga masih terjadi praktik-praktik prostitusi. Di kedua eks lokalisasi tersebut juga masih banyak rumah-rumah karaoke.
“Penutupan Dolly dan juga lokalisasi-lokalisasi lainnya itu tidak ada studi kelayakannya. Kajian akademisnya juga tidak ada. Wali kota itu menutup sesuai selera saja tanpa memikirkan dampak pada warga sekitar yang menggantungkan hidupnya dari keberadaan lokalisasi,” katanya, Kamis (29/5/2014)
Anggota dewan dari Fraksi PDI-P ini meminta pada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim maupun Kementrian Sosial (Kemensos) untuk berhati-hati dalam pencairan anggaran penutupan Dolly.
Pasalnya, jika penutupan Dolly ini gagal, maka penutupan lokalisasi-lokalisasi lainnya juga akan gagal. Pemkot beranggapan, jika Dolly sukses ditutup, maka penutupan lokalisasi lainnya juga akan mudah.
“Wali kota jangan bertindak seperti penguasa tunggal. Semua warga harus dilibatkan. Cobalah turun ke bawah ke lokalisasi Dolly. Datangi warga, apa yang mereka harapkan. Jangan pada saat mengambil penghargaan saja mau datang,” ujarnya.
Sementara itu, saat ini mulai muncul spanduk dukungan atas rencana penutupan Dolly 19 Juni 2014 mendatang. Spanduk berisi dukungan terpasang di sejumlah jalan protokol Surabaya.
Ada beberapa titik jalan yang dipasangi spanduk tersebut. Di antaranya di jembatan penyeberangan di dekat Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel, Taman Pelangi, SMK 3 Surabaya.
Spanduk ini juga terpasang di pagar frontage road setelah Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) dr Ramelan. Spanduk itu berbunyi Alhamdulillah Lokalisasi Dolly ditutup 19 Juni 2014 dan Mayoritas anak-anak yang tinggal di Dolly minta prostitusi ditutup. Dari keterangan yang tertulis di spanduk, tertulis Baz Nas Jatim - Alumni Remaja Masjid Al-Falah.
Menyikapi keberadaan spanduk penolakan ini, Koordinator Gerakan Rakyat Bersatu (GRB), salah satu elemen yang menolak penutupan Dolly, Saputro mengaku tidak mempersoalkan spanduk tersebut.
Dalam era keterbukaan berpendapat seperti sekarang ini, semua bebas untuk menyampaikan aspirasinya. Tapi pihaknya memastikan, tidak ada satupun dari warga Kelurahan Putat Jaya (tempat beroperasinya Dolly) yang mendukung penutupan.
Warga Putat Jaya sendiri sudah jauh-jauh memasang spanduk penolakan penutupan. Spanduk ini terpasanga disepanjang Jalan Jarak dan Gang Dolly. “Pihak-pihak yang mendukung penutupan, tidak akan berani masuk ke sini (Dolly). Saya yakin, yang memasang spanduk mendukung penutupan itu hanya orang-orang suruhan saja,” katanya.
(lns)