Tim Advokasi Minta Jangan Hilangkan Penghasilan Warga Dolly
A
A
A
SURABAYA - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam penutupan lokalisasi Dolly menggunakan dalih penegakkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 1999, tentang Larangan Menggunakan Bangunan/Tempat untuk Perbuatan Asusila serta Pemikatan untuk Melakukan Perbuatan Asusila.
Oleh Tim Advokasi Front Pekerja Lokalisasi (FPL), regulasi tersebut hanya akal-akalan pemkot untuk membunuh perekonomian masyarakat sekitar lokalisasi.
Ketua Tim Advokasi FPL Dolly, lokalisasi Dolly sudah ada sejak 1960-an. Sedangkan perda tersebut baru muncul tahun 1999.
Lokalisasi itu lahir karena masalah sosial di masyarakat tak terselesaikan. Harusnya akar persoalan itu yang harus diselesaikan.
Jangan serta merta menutup lokalisasinya. Masalah kemiskinan dan kemelaratan rakyat yang menjadi penyebab munculnya prostitusi.
Akibat dari desakan ekonomi dan untuk menyambung hidup, para perempuan rela menyerahkan harga dirinya dengan melacurkan diri.
"Masalah kemiskinan inilah yang harus diselesaikan pemerintah. Jangan asal tutup-tutup saja. Selama ini mereka (para PSK) sudah mandiri tanpa minta bantuan apa-apa dari pemerintah. Jadi, jangan hilangkan penghasilan mereka," katanya, Selasa (27/5/2014)
Perempuan yang juga aktivis Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jatim ini menjelaskan, mengacu pada dua lokalisasi yang sudah ditutup, yakni Dupak Bangunsari dan Klakah Rejo, belum ada satupun warga yang menerima kompensasi seperti yang dijanjikan Pemkot Surabaya.
Kompensasi yang dijanjikan itu berupa kredit usaha. Pelatihan ketrampilan pada eks penghuni dua lokalisasi tersebut juga gagal. Pasalnya, masih banyak dari mereka yang kembali membuka wisma dan menjadi PSK lagi.
“Kami minta gubernur untuk melindungi kami. Kami tidak ingin ada opini negatif yang justru akan mengakibatkan benturan antar warga,” pintanya.
Oleh Tim Advokasi Front Pekerja Lokalisasi (FPL), regulasi tersebut hanya akal-akalan pemkot untuk membunuh perekonomian masyarakat sekitar lokalisasi.
Ketua Tim Advokasi FPL Dolly, lokalisasi Dolly sudah ada sejak 1960-an. Sedangkan perda tersebut baru muncul tahun 1999.
Lokalisasi itu lahir karena masalah sosial di masyarakat tak terselesaikan. Harusnya akar persoalan itu yang harus diselesaikan.
Jangan serta merta menutup lokalisasinya. Masalah kemiskinan dan kemelaratan rakyat yang menjadi penyebab munculnya prostitusi.
Akibat dari desakan ekonomi dan untuk menyambung hidup, para perempuan rela menyerahkan harga dirinya dengan melacurkan diri.
"Masalah kemiskinan inilah yang harus diselesaikan pemerintah. Jangan asal tutup-tutup saja. Selama ini mereka (para PSK) sudah mandiri tanpa minta bantuan apa-apa dari pemerintah. Jadi, jangan hilangkan penghasilan mereka," katanya, Selasa (27/5/2014)
Perempuan yang juga aktivis Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jatim ini menjelaskan, mengacu pada dua lokalisasi yang sudah ditutup, yakni Dupak Bangunsari dan Klakah Rejo, belum ada satupun warga yang menerima kompensasi seperti yang dijanjikan Pemkot Surabaya.
Kompensasi yang dijanjikan itu berupa kredit usaha. Pelatihan ketrampilan pada eks penghuni dua lokalisasi tersebut juga gagal. Pasalnya, masih banyak dari mereka yang kembali membuka wisma dan menjadi PSK lagi.
“Kami minta gubernur untuk melindungi kami. Kami tidak ingin ada opini negatif yang justru akan mengakibatkan benturan antar warga,” pintanya.
(sms)