Massa GRS Demo Dukung Penutupan Dolly
A
A
A
SURABAYA - Ratusan orang yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Surabaya (GRS) dan Ikatan Keluarga Madura (Ikamra) menggelar aksi demontrasi di depan Balai Kota Surabaya hari ini.
Mereka mendukung sepenuhnya Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini menutup lokalisasi Dolly. Karena, Dolly dianggap sebagai tempat maksiat yang membuat citra buruk kota Surabaya.
Koordinator Aksi, Ali Badri dalam orasinya menegaskan, penutupan Dolly sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Pihaknya ingin Surabaya tidak disebut sebagai kota prostitusi dengan keberadaan lokalisasi yang berdiri sekitar tahun 1960-an tersebut. Bahkan, kata dia, lokalisasi Dolly membuat malu warga Surabaya.
Bahkan, dia memperkirakan, jika Dolly tidak ditutup maka warga Surabaya akan dapat musibah. Pasalnya, lokalisasi Dolly bertentangan dengan ajaran agama.
"Masyarakat Surabaya dukung Dolly ditutup. Dolly ditutup harga mati. Ini sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Jika masih ada pelacuran kami jadi malu. Tempat maksiat selain Dolly juga harus ditutup," ujar Ali Badri, Kamis siang (22/5/2014).
Dengan membawa berbagai spanduk, massa terus berorasi dan berteriak-teriak meminta agar Dolly segera ditutup. Bahkan, massa siap untuk turun langsung ke Dolly untuk melakukan penutupan.
Sebagai bagian dari pemanasan penutupan, massa GRS dan Ikamra berencana menggelar istighosah di depan Balai Kota Surabaya pada pertengahan bulan depan.
Tak lama kemudian, Risma, panggilan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini turun dari ruang kerjanya di lantai dua Balai Kota Surabaya. Dia kemudian menyeruak masuk ke tengah-tengah massa.
Saat menerima massa aksi, Risma meminta agar semua pihak menahan diri. Tujuannya agar tidak terjadi gesekan sesama warga Surabaya.
Menurut Risma, selama apa yang dilakukannya saat ini bertujuan baik, maka tentu akan ada jalan yang bisa memuluskan rencana tersebut.
Mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya tidak ingin ada korban dalam kisruh penutupan Dolly.
"Saya minta semua tahan diri agar situasi kondusif. Tidak ada yang tidak mungkin, pasti ada jalan. Saya memang beberapa hari ini diam, karena ingin tidak ada chaos," timpal Risma. Dia lantas meninggalkan pengunjuk rasa dan kembali ke ruang kerjanya.
Mereka mendukung sepenuhnya Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini menutup lokalisasi Dolly. Karena, Dolly dianggap sebagai tempat maksiat yang membuat citra buruk kota Surabaya.
Koordinator Aksi, Ali Badri dalam orasinya menegaskan, penutupan Dolly sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Pihaknya ingin Surabaya tidak disebut sebagai kota prostitusi dengan keberadaan lokalisasi yang berdiri sekitar tahun 1960-an tersebut. Bahkan, kata dia, lokalisasi Dolly membuat malu warga Surabaya.
Bahkan, dia memperkirakan, jika Dolly tidak ditutup maka warga Surabaya akan dapat musibah. Pasalnya, lokalisasi Dolly bertentangan dengan ajaran agama.
"Masyarakat Surabaya dukung Dolly ditutup. Dolly ditutup harga mati. Ini sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Jika masih ada pelacuran kami jadi malu. Tempat maksiat selain Dolly juga harus ditutup," ujar Ali Badri, Kamis siang (22/5/2014).
Dengan membawa berbagai spanduk, massa terus berorasi dan berteriak-teriak meminta agar Dolly segera ditutup. Bahkan, massa siap untuk turun langsung ke Dolly untuk melakukan penutupan.
Sebagai bagian dari pemanasan penutupan, massa GRS dan Ikamra berencana menggelar istighosah di depan Balai Kota Surabaya pada pertengahan bulan depan.
Tak lama kemudian, Risma, panggilan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini turun dari ruang kerjanya di lantai dua Balai Kota Surabaya. Dia kemudian menyeruak masuk ke tengah-tengah massa.
Saat menerima massa aksi, Risma meminta agar semua pihak menahan diri. Tujuannya agar tidak terjadi gesekan sesama warga Surabaya.
Menurut Risma, selama apa yang dilakukannya saat ini bertujuan baik, maka tentu akan ada jalan yang bisa memuluskan rencana tersebut.
Mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya tidak ingin ada korban dalam kisruh penutupan Dolly.
"Saya minta semua tahan diri agar situasi kondusif. Tidak ada yang tidak mungkin, pasti ada jalan. Saya memang beberapa hari ini diam, karena ingin tidak ada chaos," timpal Risma. Dia lantas meninggalkan pengunjuk rasa dan kembali ke ruang kerjanya.
(sms)