Sosiolog nilai penutupan Dolly timbulkan masalah baru
A
A
A
Sindonews.com - Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menutup lokalisasi Dolly terus mendapat kecaman. Sebelumnya, kecaman keras datang dari anggota DPRD Surabaya. Kini, giliran pihak akademisi ikut-ikutan mengecam.
Kecaman keras di antaranya datang dari Sosiolog dari Universitas Airlangga (Unair) Bagong Suyanto. Menurutnya, pemkot cenderung memandang penutupan Dolly, selesai setelah PSK dan mucikari diberi uang saku.
“Malah yang nanti dikhawatirkan, ketika Dolly ditutup, wisma-wisma yang ada di sana (Dolly) akan tetap berpraktik seperti biasa. Tentunya, ini akan sulit dikontrol oleh pemerintah,” ujarnya, kepada wartawan, Rabu (7/5/2014).
Penulis buku ‘Kapitalisme dan Konsumsi di Era Masyarakat Post-Modern’ ini menjelaskan, pemkot tidak memiliki kebijakan lanjutan setelah Dolly ditutup. Lokalisasi peninggalan noni Belanda Dolly Van Der Mart ini sudah menghidupi banyak orang.
“Saya tidak setuju dengan penutupan, itu akan menimbulkan masalah baru. Menutup itu mudah, tapi pasca penutupan itu bagaimana langkah pemkot,” katanya dengan sedikit bertanya.
Menurut pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Unair ini penutupan Dolly harus lebih mengedepankan pendekatan personal. PSK terjebak dalam lembah hitam ini disebabkan masalah yang berbeda-beda.
"Penanganannya juga harus berbeda-beda. Pemkot bisa menggandeng Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau konselor untuk mendampingi para PSK. Yang harus diselamatkan pertama itu harus PSK-PSK yang di bawah umur," tukasnya.
Setelah itu, langkah selanjutnya adalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan dan keamanan PSK. "Misalnya, bagaimana PSK ini tidak semakin sengsara atau dipermainkan oleh mucikari,” tandasnya.
Kecaman keras di antaranya datang dari Sosiolog dari Universitas Airlangga (Unair) Bagong Suyanto. Menurutnya, pemkot cenderung memandang penutupan Dolly, selesai setelah PSK dan mucikari diberi uang saku.
“Malah yang nanti dikhawatirkan, ketika Dolly ditutup, wisma-wisma yang ada di sana (Dolly) akan tetap berpraktik seperti biasa. Tentunya, ini akan sulit dikontrol oleh pemerintah,” ujarnya, kepada wartawan, Rabu (7/5/2014).
Penulis buku ‘Kapitalisme dan Konsumsi di Era Masyarakat Post-Modern’ ini menjelaskan, pemkot tidak memiliki kebijakan lanjutan setelah Dolly ditutup. Lokalisasi peninggalan noni Belanda Dolly Van Der Mart ini sudah menghidupi banyak orang.
“Saya tidak setuju dengan penutupan, itu akan menimbulkan masalah baru. Menutup itu mudah, tapi pasca penutupan itu bagaimana langkah pemkot,” katanya dengan sedikit bertanya.
Menurut pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Unair ini penutupan Dolly harus lebih mengedepankan pendekatan personal. PSK terjebak dalam lembah hitam ini disebabkan masalah yang berbeda-beda.
"Penanganannya juga harus berbeda-beda. Pemkot bisa menggandeng Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau konselor untuk mendampingi para PSK. Yang harus diselamatkan pertama itu harus PSK-PSK yang di bawah umur," tukasnya.
Setelah itu, langkah selanjutnya adalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan dan keamanan PSK. "Misalnya, bagaimana PSK ini tidak semakin sengsara atau dipermainkan oleh mucikari,” tandasnya.
(san)