Risma keukeh tutup Dolly 19 Juni
A
A
A
Sindonews.com - Aksi penolakan warga terhadap penutupan lokalisasi Dolly mulai bermunculan. Spanduk bertuliskan "Tolak penutupan lokalisasi karena tidak manusiawi" terlihat terpampang di gang Dolly.
Namun aksi penolakan itu tidak menyurutkan niat Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini untuk membersihkan Dolly dari prostitusi.
"Kami tidak akan surut (menutup lokalisasi pada 19 Juni). Kami sudah sosialisasi ke pemilik wisma dan juga tokoh-tokoh masyarakat setempat," ujar wanita akrab dipanggil Risma ini usai pelantikan Wakil Ketua DPRD yang baru, Armuji, di gedung DPRD Kota Surabaya, Senin (5/5/2014)
Risma, mengaku tidak mempersoalkan adanya penolakan warga setempat. Penolakan ini merupakan hal wajar. Saat menutup lokalisasi Sememi dan juga beberapa lokalisasi yang lain juga ada penolakan warga sekitar.
Pihaknya sendiri belum memutuskan apakah akan menambah jumlah petugas yang merazia atau ada tindakan-tindakan lainnya. "Kalau nanti sudah tutup (Dolly), kami akan paparkan sedetil-detilnya konsepnya seperti apa. Ini merupakan bagian dari strategi kami. Tahu tidak, yang mengajukan (penutupan Dolly) ke kami itu ada yang ditekan dan diancam dibunuh. Jadi tolong bantu kami, ini bukan perkara mudah," terangnya.
Wali kota yang diusung dari PDI-P ini menambahkan, pihaknya kini sudah menawarkan pada pemilik wisma untuk menjual rumahnya. Nantinya, wisma tersebut oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya akan diubah menjadi sentra kerajinan, pendidikan anak usia dini (PAUD) ataupun tempat-tempat pelatihan bagi PSK, mucikari maupun warga sekitar.
"Penutupan ini bukan untuk saya. Tapi saya ingin menyelamatkan anak-anak yang tinggal di sana. Yang menjadi berat di Dolly itu, semua bercampur jadi satu, ada PSK, mucikari warga dan juga anak-anak. Kalau terpisah mungkin akan sedikit ringan," tandas mantan kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya ini.
Seperti diketahui, dalam beberapa minggu terakhir ini, intensitas petugas keamanan menggelar razia tempat prostitusi, Dolly makin meningkat. Terakhir, razia yang dilakukan oleh petugas gabungan dari Satuan Politis Pamong Praja (Satpol PP) Surabaya, Polrestabes dan Garnisun Tetap (Gartap) III Surabaya digelar pada Sabtu (3/5) dan Minggu (4/5). Rentetan razia ini digelar sebagai prakondisi penutupan lokalisasi yang kononnya terbesar di Asia Tenggara tersebut.
Seiring dengan digelarnya razia, warga setempat juga mulai berani bersikap untuk menolak penutupan. Di gang Dolly misalnya, terdapat spanduk bertuliskan "Tolak Penutupan Lokalisasi Karena Tidak Manusiawi".
Razia sendiri dilakukan pada tengah malam, sekitar pukul 23.00WIB. Para petugas merazia dengan memeriksa setiap kamar di seluruh wisma. Dolly yang juga menyatu dengan lokalisasi Jarak dihuni sebanyak 1.080 pekerja seks komersial (PSK), 300 mucikari dan tinggal bersama sekitar 400-warga setempat.
Namun aksi penolakan itu tidak menyurutkan niat Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini untuk membersihkan Dolly dari prostitusi.
"Kami tidak akan surut (menutup lokalisasi pada 19 Juni). Kami sudah sosialisasi ke pemilik wisma dan juga tokoh-tokoh masyarakat setempat," ujar wanita akrab dipanggil Risma ini usai pelantikan Wakil Ketua DPRD yang baru, Armuji, di gedung DPRD Kota Surabaya, Senin (5/5/2014)
Risma, mengaku tidak mempersoalkan adanya penolakan warga setempat. Penolakan ini merupakan hal wajar. Saat menutup lokalisasi Sememi dan juga beberapa lokalisasi yang lain juga ada penolakan warga sekitar.
Pihaknya sendiri belum memutuskan apakah akan menambah jumlah petugas yang merazia atau ada tindakan-tindakan lainnya. "Kalau nanti sudah tutup (Dolly), kami akan paparkan sedetil-detilnya konsepnya seperti apa. Ini merupakan bagian dari strategi kami. Tahu tidak, yang mengajukan (penutupan Dolly) ke kami itu ada yang ditekan dan diancam dibunuh. Jadi tolong bantu kami, ini bukan perkara mudah," terangnya.
Wali kota yang diusung dari PDI-P ini menambahkan, pihaknya kini sudah menawarkan pada pemilik wisma untuk menjual rumahnya. Nantinya, wisma tersebut oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya akan diubah menjadi sentra kerajinan, pendidikan anak usia dini (PAUD) ataupun tempat-tempat pelatihan bagi PSK, mucikari maupun warga sekitar.
"Penutupan ini bukan untuk saya. Tapi saya ingin menyelamatkan anak-anak yang tinggal di sana. Yang menjadi berat di Dolly itu, semua bercampur jadi satu, ada PSK, mucikari warga dan juga anak-anak. Kalau terpisah mungkin akan sedikit ringan," tandas mantan kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya ini.
Seperti diketahui, dalam beberapa minggu terakhir ini, intensitas petugas keamanan menggelar razia tempat prostitusi, Dolly makin meningkat. Terakhir, razia yang dilakukan oleh petugas gabungan dari Satuan Politis Pamong Praja (Satpol PP) Surabaya, Polrestabes dan Garnisun Tetap (Gartap) III Surabaya digelar pada Sabtu (3/5) dan Minggu (4/5). Rentetan razia ini digelar sebagai prakondisi penutupan lokalisasi yang kononnya terbesar di Asia Tenggara tersebut.
Seiring dengan digelarnya razia, warga setempat juga mulai berani bersikap untuk menolak penutupan. Di gang Dolly misalnya, terdapat spanduk bertuliskan "Tolak Penutupan Lokalisasi Karena Tidak Manusiawi".
Razia sendiri dilakukan pada tengah malam, sekitar pukul 23.00WIB. Para petugas merazia dengan memeriksa setiap kamar di seluruh wisma. Dolly yang juga menyatu dengan lokalisasi Jarak dihuni sebanyak 1.080 pekerja seks komersial (PSK), 300 mucikari dan tinggal bersama sekitar 400-warga setempat.
(lns)