Sebrangi sungai ke sekolah menantang maut
A
A
A
Sindonews.com - Bertaruh nyawa menuju sekolah, merupakan hal yang biasa anak-anak di Kampung Lambung Bukit, Surantih, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Untuk bisa ke sekolah, para pelajar ini nekat menyeberngai sungai sepanjang 200 meter dengan arus deras.
Dua tahun yang lalu, bupati setempat pernah membuat janji akan membangun jembatan di atas sungai itu. Namun hingga kini, janji tersebut nol besar. Sementara para siswa tidak bisa menunggu. Mereka harus tetap belajar agar menjadi pintar.
Perjuangan para pelajar di kampung ini sangat kontras dengan pemandangan yang sangat indah di pagi ini. Tampak langit sedang cerah, kilauan pelangi dan suara gemercik air, membuat tentram hati.
Namun, seketika ketentraman itu gundah, ketika melihat perjuangan anak-anak itu berangkat menuju sekolah. Setiap pagi, sejak dua tahun lalu, para pelajar di desa ini tetap berangkat ke sekolah menantang maut.
Sang bupati yang ingkar janji, tentu tidak pernah melihat aksi nekat anak-anak ini. Sehingga wajar jika janji membuat jembatan 300 warga yang tinggal di seberang Sungai Lambung Bukit tersebut dilupakan begitu saja. Nyawa warga kampung dianggapnya tidak penting.
Berdasarkan pantauan langsung, anak-anak ini sudah keluar dari rumahnya sejak pukul 06.00 WIB. Saat tiba di bibir sungai, tanpa diperintah mereka membuka sepatu dan mengangkatnya dengan lengan kiri.
Sementara lengan kanannya, digunakan untuk menyingsingkan pakaian agar tidak basah. Bagai orang berbaris dalam upacara, para siswa ini antre menuju maut ketika datang banjir bandang. Namun tekad menuntut ilmu lebih besar dari rasa takut.
Berbaris, anak-anak itu mulai masuk ke dalam sungai, berjalan pelan-pelan. Butuh keseimbangan jalan di tengah sungai. Dasar yang licin, bisa membuat mereka terpeleset jatuh dan basah. Terkadang, peralatan sekolah mereka basah terendam air.
Beruntung, hari ini tidak hujan dan air sungai tidak terlalu dalam. Jika hujan, para siswa tidak berani ke sekolah dan terpaksa libur. Mereka tidak berani melawan kehendak alam. Ketinggian air bisa mencapai dua meter lebih dan membuat mereka tenggelam.
Setelah melewati bahaya, para siswa kembali menggunakan sepatu mereka dan berangkat ke Desa Kayu Gadang yang berjarak sekira 30 menit dari seberang sungai.
Selamat Hari Pendidikan Nasional bagi kalian, para siswa pemberani. Semoga berita ini bisa menjadi jembatan bagi kalian, layaknya janji sang bupati dan masyarakat Lambung Bukit.
Dua tahun yang lalu, bupati setempat pernah membuat janji akan membangun jembatan di atas sungai itu. Namun hingga kini, janji tersebut nol besar. Sementara para siswa tidak bisa menunggu. Mereka harus tetap belajar agar menjadi pintar.
Perjuangan para pelajar di kampung ini sangat kontras dengan pemandangan yang sangat indah di pagi ini. Tampak langit sedang cerah, kilauan pelangi dan suara gemercik air, membuat tentram hati.
Namun, seketika ketentraman itu gundah, ketika melihat perjuangan anak-anak itu berangkat menuju sekolah. Setiap pagi, sejak dua tahun lalu, para pelajar di desa ini tetap berangkat ke sekolah menantang maut.
Sang bupati yang ingkar janji, tentu tidak pernah melihat aksi nekat anak-anak ini. Sehingga wajar jika janji membuat jembatan 300 warga yang tinggal di seberang Sungai Lambung Bukit tersebut dilupakan begitu saja. Nyawa warga kampung dianggapnya tidak penting.
Berdasarkan pantauan langsung, anak-anak ini sudah keluar dari rumahnya sejak pukul 06.00 WIB. Saat tiba di bibir sungai, tanpa diperintah mereka membuka sepatu dan mengangkatnya dengan lengan kiri.
Sementara lengan kanannya, digunakan untuk menyingsingkan pakaian agar tidak basah. Bagai orang berbaris dalam upacara, para siswa ini antre menuju maut ketika datang banjir bandang. Namun tekad menuntut ilmu lebih besar dari rasa takut.
Berbaris, anak-anak itu mulai masuk ke dalam sungai, berjalan pelan-pelan. Butuh keseimbangan jalan di tengah sungai. Dasar yang licin, bisa membuat mereka terpeleset jatuh dan basah. Terkadang, peralatan sekolah mereka basah terendam air.
Beruntung, hari ini tidak hujan dan air sungai tidak terlalu dalam. Jika hujan, para siswa tidak berani ke sekolah dan terpaksa libur. Mereka tidak berani melawan kehendak alam. Ketinggian air bisa mencapai dua meter lebih dan membuat mereka tenggelam.
Setelah melewati bahaya, para siswa kembali menggunakan sepatu mereka dan berangkat ke Desa Kayu Gadang yang berjarak sekira 30 menit dari seberang sungai.
Selamat Hari Pendidikan Nasional bagi kalian, para siswa pemberani. Semoga berita ini bisa menjadi jembatan bagi kalian, layaknya janji sang bupati dan masyarakat Lambung Bukit.
(san)