Pansus Lumpur Lapindo tanya kejelasan ganti rugi
A
A
A
Sindonews.com - Panitia Khusus (Pansus) Lumpur DPRD Sidoarjo akan menanyakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatan korban lumpur ke Dewan Pengarah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (DP-BPLS).
Keberangkatan Pansus Lumpur ke Jakarta yang direncanakan 5 Mei nanti, setelah ada putusan MK, ternyata belum ada kejelasan pelunasan ganti rugi aset korban lumpur. Apakah itu pernyataan dari pemerintah yang akan memberi dana talangan pelunasan atau kepastian dari Lapindo Brantas Inv terkait pelunasan ganti rugi.
Hal inilah yang membuat korban lumpur selalu bertanya-tanya penyelesaian ganti rugi, seperti apa yang akan mereka terima setelah ada putusan MK tersebut.
"Pansus ke Jakarta akan mendesak agar pemerintah memberi dana talangan untuk pelunasan ganti rugi korban lumpur," ujar Ketua Pansus Lumpur DPRD Sidoarjo Emir Firdaus, kepada wartawan, Kamis (1/5/2014).
Emir menjelaskan, pihaknya mendesak agar pemerintah memberi dana talangan. Tak lain karena penyelesaian pelunasan ganti rugi korban lumpur tetap dibebankan kepada Lapindo Brantas Inc. Sedangkan saat ini tidak ada kepastian kapan Lapindo melunasi pembayaran ganti rugi.
Untuk itulah, pemerintah harus turun tangan dengan memberi dana talangan untuk pelunasan ganti rugi. Artinya, dana itu bisa berupa kredit kepada Lapindo untuk membayar pelunasan ganti rugi atau berupa kebijakan lainnya.
Sedangkan korban lumpur yang pembayaran asetnya belum dilunasi oleh Lapindo menuntut agar segera dilunasi. Dalam hal ini, pelunasan bisa dilakukan oleh Lapindo atau oleh pemerintah.
"Tuntutan kita dari dulu pelunasan ganti rugi. Pemerintah harus turun tangan karena selama ini Lapindo belum juga melunasi pembayaran," tandas Juwito, salah satu korban lumour asal Desa Renokenongo, Kecamatan Porong.
Bahkan sebagai bentuk protes karena ganti rugi asetnya belum dilunasi, korban lumpur melarang segala aktivitas penanggulangan di kawasan Peta Area Terdampak (PAT). Hal ini dikarenakan, tanah yang dijadikan tanggul masih milik korban lumpur sebelum ada pelunasan.
Aksi penolakan penanggulan ini sebenarnya sudah sering dilakukan oleh korban lumpur. Namun, jika aktivitas penanganan lumpur berhenti, dikhawatirkan lumpur akan meluber ke Jalan Raya Porong dan rel KA. Hal inilah yang membuat BPLS kadang harus berhadapan dengan korban lumpur, karena tidak boleh untuk membuat tanggul.
Sekedar diketahui, tanggungan yang belum dibayar Lapindo sebanyak 13.237 berkas. Total dana yang harus dikeluarkan Rp.3.830.547.222.220. Sampai dengan tanggal 16 Desember 2013, total realisasi pembayaran sebesar Rp.3.048.859.010.109 (atau 79,67% dari target penyelesaian) sehingga menyisakan Rp. 781.688.212.111 (20,33%).
Keberangkatan Pansus Lumpur ke Jakarta yang direncanakan 5 Mei nanti, setelah ada putusan MK, ternyata belum ada kejelasan pelunasan ganti rugi aset korban lumpur. Apakah itu pernyataan dari pemerintah yang akan memberi dana talangan pelunasan atau kepastian dari Lapindo Brantas Inv terkait pelunasan ganti rugi.
Hal inilah yang membuat korban lumpur selalu bertanya-tanya penyelesaian ganti rugi, seperti apa yang akan mereka terima setelah ada putusan MK tersebut.
"Pansus ke Jakarta akan mendesak agar pemerintah memberi dana talangan untuk pelunasan ganti rugi korban lumpur," ujar Ketua Pansus Lumpur DPRD Sidoarjo Emir Firdaus, kepada wartawan, Kamis (1/5/2014).
Emir menjelaskan, pihaknya mendesak agar pemerintah memberi dana talangan. Tak lain karena penyelesaian pelunasan ganti rugi korban lumpur tetap dibebankan kepada Lapindo Brantas Inc. Sedangkan saat ini tidak ada kepastian kapan Lapindo melunasi pembayaran ganti rugi.
Untuk itulah, pemerintah harus turun tangan dengan memberi dana talangan untuk pelunasan ganti rugi. Artinya, dana itu bisa berupa kredit kepada Lapindo untuk membayar pelunasan ganti rugi atau berupa kebijakan lainnya.
Sedangkan korban lumpur yang pembayaran asetnya belum dilunasi oleh Lapindo menuntut agar segera dilunasi. Dalam hal ini, pelunasan bisa dilakukan oleh Lapindo atau oleh pemerintah.
"Tuntutan kita dari dulu pelunasan ganti rugi. Pemerintah harus turun tangan karena selama ini Lapindo belum juga melunasi pembayaran," tandas Juwito, salah satu korban lumour asal Desa Renokenongo, Kecamatan Porong.
Bahkan sebagai bentuk protes karena ganti rugi asetnya belum dilunasi, korban lumpur melarang segala aktivitas penanggulangan di kawasan Peta Area Terdampak (PAT). Hal ini dikarenakan, tanah yang dijadikan tanggul masih milik korban lumpur sebelum ada pelunasan.
Aksi penolakan penanggulan ini sebenarnya sudah sering dilakukan oleh korban lumpur. Namun, jika aktivitas penanganan lumpur berhenti, dikhawatirkan lumpur akan meluber ke Jalan Raya Porong dan rel KA. Hal inilah yang membuat BPLS kadang harus berhadapan dengan korban lumpur, karena tidak boleh untuk membuat tanggul.
Sekedar diketahui, tanggungan yang belum dibayar Lapindo sebanyak 13.237 berkas. Total dana yang harus dikeluarkan Rp.3.830.547.222.220. Sampai dengan tanggal 16 Desember 2013, total realisasi pembayaran sebesar Rp.3.048.859.010.109 (atau 79,67% dari target penyelesaian) sehingga menyisakan Rp. 781.688.212.111 (20,33%).
(san)