Buruh Jateng tuntut UMK Rp2 juta per bulan

Kamis, 01 Mei 2014 - 15:14 WIB
Buruh Jateng tuntut UMK Rp2 juta per bulan
Buruh Jateng tuntut UMK Rp2 juta per bulan
A A A
Sindonews.com - Kaum buruh di Jawa Tengah (Jateng) menuntut pemerintah daerah untuk menaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) sesuai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang riil. Setidaknya, UMK 2015 bisa mencapai Rp2 juta per bulan.

Selain itu, mereka juga menuntut pemerintah untuk menghapus sistem kerja alih daya (outsourcing). Karena outsourcing bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang mengamanatkan setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Serikat Pekerja Nasional (SPN) Jateng Pujo Asril Ren BEE mengatakan, meski setiap tahun UMK di Jateng dinaikkan, namun pada kenyataannya penghasilan buruh tidak cukup untuk mencukupi kebutuhan sehari-sehari. Ini terjadi lantaran upah buruh lebih rendah dibanding kebutuhan hidup mereka.

"Karena itu, kami minta pemerintah bisa menaikan UMK agar kesejahteraan buruh bisa meningkat. Kami berharap 2015 nanti, UMK di Jateng minimal Rp2 juta per bulan," kata Pujo, kepada wartawan, di Salatiga, Kamis (1/5/2014).

Dia menyatakan, selama ini, upah buruh di Jateng terhitung rendah dibanding daerah lain seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Karena itu, harus dilakukan penyesuaian UMK agar tidak terjadi tingkat kesejahteraan buruh di Jateng tidak tertinggal dengan daerah lain.

Guna meningkatkan UMK 2015, DPD SPN Jateng akan mendesak pemerintah untuk menaikan komponen dasar penghitungan angka kebutuhan hidup layak (KHL) dari 60 item menjadi 84 item. Sehingga angka KHL bisa naik sesuai dengan kebutuhan hidup riil.

"Kami akan terus berjuang untuk mengdongkrak upah buruh. Dan kami berharap pemerintah dan perusahaan bisa memikirkan kesejahteraan pekerja," tukasnya.

Disisi lain, DPD SPN Jateng juga menuntut perusahaan agar memberikan hak pekerja sesuai ketentuan. Karena selama ini banyak hak pekerja yang tidak diberikan oleh perusahaan. "Contohnya ada perusahaan yang tidak mau membayarkan premi BPJS karyawannya. Kalau karyawan dibebani premi BPJS jelas keberatan," jelasnya.

Ungkapan yang sama juga dikemukakan sejumlah karyawan pabrik di Salatiga. Mereka meminta kepada Pemkot Salatiga dan perusahaan tempatnya bekerja untuk menaikan upah pekerja agar kesejahteraan bisa meningkat.

"Setiap tahun upah kami memang naik. Tapi kenaikannya tidak sebanding dengan kenaikan kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga gaji yang diterima setiap bulan tidak cukup untuk mencukupi kebutuahan hidup. Karena itu, kami minta pemerintah bisa menaikan upah buruh sesuai dengan kebutuhan hidup layak sehari-hari," kata Wahyu (43), buruh di Salatiga.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5783 seconds (0.1#10.140)