Komisioner KPU pimpin demo Koran Radar Bromo
A
A
A
Sindonews.com - Lima orang komisioner KPU Kabupaten Pasuruan memimpin aksi unjukrasa di kantor Harian Radar Bromo. Mereka memprotes pemberitaan yang menyudutkan para penyelenggara pemilu, menyusul terkuaknya dugaan praktek jual beli suara 13 orang ketua dan anggota Panitia Penyelenggara Kecamatan (PPK).
Dalam aksinya, mereka menuntut media massa Jawa Pos Grup meminta maaf secara terbuka, karena telah membuat keresahan terhadap penyelenggara pemilu yang telah bekerja keras demi suksesnya pemilu. Ulah 13 orang petugas PPK yang diduga menerima suap dari caleg Partai Gerindra, bukanlah merepresentasikan lembaga PPK.
Layaknya kelompok demonstran, para penyelenggara pemilu ini juga berorasi dan meneriakkan yel-yel. Mereka juga menyegel kantor Radar Bromo sebagai bentuk protes, karena merasa harkat dan martabatnya terabaikan.
Menurut Insan Qoriawan, Komisioner KPU Kabupaten Pasuruan, sejak terungkapnya dugaan praktik jual beli suara tersebut, Radar Bromo terus menerus mengekploitir pemberitaan negatif dan tidak berimbang.
Bahkn, hingga berakhirnya proses rekapitulasi di KPU, tidak satupun partai politik yang menyatakan keberatannya. Namun hal ini tidak mendapatkan porsi yang seimbang dalam pemberitaan.
"Radar Bromo hanya memberitakan yang jelek-jelek saja. Caleg gagal diberitakan besar-besar, tapi hasil rekapitulasi KPU yang mendapat persetujuan partai politik, tidak diberitakan," bebernya.
Insan menandaskan, penyebutan '13 PPK' dalam pemberitaan kasus suap sangat merugikan anggota PPK yang lain. Seolah semua anggota PPK yang berjumlah 120 orang menerima suap dari caleg. Padahal, ke-13 orang ini hanyalah oknum PPK yang tidak bisa digeneralisir sebagai penyelenggara pemilu.
Ketua KPU Kabupaten Pasuruan Zainal Abidin menambahkan, masih banyak petugas PPK yang masih bersih dan bertintegritas. Akibat pemberitaan yang menyudutkan tersebut, mereka tertekan. Padahal, mereka sudah bekerja keras.
Sementara itu, Pimpinan Redaksi Radar Bromo Muhammad Asad menyatakan, pihaknya sudah melakukan pemberitaan sesuai dengan kode etik jurnalistik. Persoalan ini, terjadi karena adanya kesalah fahaman, sehingga menyulut emosi para penyelenggara pemilu tersebut.
"Ada kesalahpahaman tentang redaksional. Kami tidak pernah menyebut dan menggeneralisir para pejabat yang dilaporkan menerima suap tersebut sebagai lembaga PPK. Ada mekanisme hak jawab dalam menyampaikan keberatan jika merasa dirugikan atas pemberitaan media massa," tegas Muhammad Asad.
Dalam aksinya, mereka menuntut media massa Jawa Pos Grup meminta maaf secara terbuka, karena telah membuat keresahan terhadap penyelenggara pemilu yang telah bekerja keras demi suksesnya pemilu. Ulah 13 orang petugas PPK yang diduga menerima suap dari caleg Partai Gerindra, bukanlah merepresentasikan lembaga PPK.
Layaknya kelompok demonstran, para penyelenggara pemilu ini juga berorasi dan meneriakkan yel-yel. Mereka juga menyegel kantor Radar Bromo sebagai bentuk protes, karena merasa harkat dan martabatnya terabaikan.
Menurut Insan Qoriawan, Komisioner KPU Kabupaten Pasuruan, sejak terungkapnya dugaan praktik jual beli suara tersebut, Radar Bromo terus menerus mengekploitir pemberitaan negatif dan tidak berimbang.
Bahkn, hingga berakhirnya proses rekapitulasi di KPU, tidak satupun partai politik yang menyatakan keberatannya. Namun hal ini tidak mendapatkan porsi yang seimbang dalam pemberitaan.
"Radar Bromo hanya memberitakan yang jelek-jelek saja. Caleg gagal diberitakan besar-besar, tapi hasil rekapitulasi KPU yang mendapat persetujuan partai politik, tidak diberitakan," bebernya.
Insan menandaskan, penyebutan '13 PPK' dalam pemberitaan kasus suap sangat merugikan anggota PPK yang lain. Seolah semua anggota PPK yang berjumlah 120 orang menerima suap dari caleg. Padahal, ke-13 orang ini hanyalah oknum PPK yang tidak bisa digeneralisir sebagai penyelenggara pemilu.
Ketua KPU Kabupaten Pasuruan Zainal Abidin menambahkan, masih banyak petugas PPK yang masih bersih dan bertintegritas. Akibat pemberitaan yang menyudutkan tersebut, mereka tertekan. Padahal, mereka sudah bekerja keras.
Sementara itu, Pimpinan Redaksi Radar Bromo Muhammad Asad menyatakan, pihaknya sudah melakukan pemberitaan sesuai dengan kode etik jurnalistik. Persoalan ini, terjadi karena adanya kesalah fahaman, sehingga menyulut emosi para penyelenggara pemilu tersebut.
"Ada kesalahpahaman tentang redaksional. Kami tidak pernah menyebut dan menggeneralisir para pejabat yang dilaporkan menerima suap tersebut sebagai lembaga PPK. Ada mekanisme hak jawab dalam menyampaikan keberatan jika merasa dirugikan atas pemberitaan media massa," tegas Muhammad Asad.
(san)