Risma serahkan warga kelola Dolly dan Jarak

Risma serahkan warga kelola Dolly dan Jarak
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya hingga kini belum mempunyai konsep penataan lokalisasi Dolly dan Jarak, setelah dilakukan penutupan. Padahal, beberapa lokalisasi yang lain pasca penutupan, sudah mulai terlihat geliat kegiatan ekonominya.
Seperti terlihat di Dupak Bangunsari misalnya. Lokalisasi itu, kini berubah menjadi sentra kerajinan batik. Sedangkan Tambak Asri, berubah menjadi sentra kerajinan tas.
Menanggapi hal itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, tidak adanya konsep dari pemkot pasca penutupan Dolly dan Jarak, karena dia ingin warga setempat sendiri yang mengkonsep.
“Warga (Dolly dan Jarak) pengennya apa? Baru kami akan bantu untuk menggerakkan. Kalau top down itu kan tidak bagus. Tapi tetap kami akan berikan pendampingan. Potensi apa yang ada di sana (Dolly dan Jarak) warga bebas untuk memilih,” terang Risma, di kampus Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Rabu (23/4/2014).
Mantan kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan ini menjelaskan, pihaknya juga mendorong agar Dolly dan Jarak juga menjadi sentra kerajinan, sama seperti bekas lokalisasi yang lain.
Dalam waktu dekat, pihaknya berencana memberangkatkan sejumlah eks-Pekerja Seks Komersial (PSK) dan mucikari untuk Tanggulangin, Sidoarjo. Tujuannya, untuk belajar cara memproduksi sepatu.
Seperti diketahui, Tanggulangin merupakan salah satu sentra kerajinan sepatu terbesar di Jawa Timur (Jatim). Tak hanya belajar produksi sepatu, di Tanggulangin, mereka juga akan belajar kerajinan-kerajinan yang lain.
“Di Dupak Bangunsari itu, wah permintaan batik sudah luar biasa. Bahkan sampai ke mancanegara. Sekarang di sana sudah ada sekitar 80-an pekerja yang terdiri atas eks-PSK dan mucikari yang menekuni batik,” terangnya.
Sementara itu, Ketua Komisi D DPRD Surabaya Baktiono meminta agar pemkot memiliki rencana yang matang untuk Dolly dan Jarak, pasca penutupan. Pasalnya, nanti akan banyak elemen masyarakat yang dirugikan dari penutupan itu. Tak hanya PSK dan mucikari, tapi juga pedagang kaki lima (PKL), tukang cuci, tukang parkir, pemilik warung, kios dan lain-lain.
“Yang dikhawatirkan, kalau Dolly dan Jarak nanti betul-betul tutup, lalu para PSK-nya berpraktik di jalanan. Ini tentu lebih berbahaya, karena penyebaran penyakit HIV/AIDS semakin tidak terkontrol,” katanya.
Politikus PDI-P ini menambahkan, sebelumnya kawasan Dolly dan Jarak akan dijadikan kawasan perdagangan. Dengan kawasan perdagangan ini, diharapkan warga yang terdampak bisa melakukan aktivitas ekonomi.
Sayangnya, hingga kini hal itu baru sebatas wacana. Seharusnya, itu tidak hanya wacana, tapi rencana harus segera direalisasikan. Sebab, proses penutupan terus dilakukan. Misalnya, sekarang sudah ada beragam pelatihan ketrampilan untuk para PSK dan mucikari. Pelatihan itu mulai dari memasak, menjahit, merias dan lain-lain.
“Sejauh ini belum ada realisasi pembangunan, baik sarana maupun prasarana yang dibutuhkan warga sekitar untuk dijadikan sebagai kawasan perdagangan,” terangnya.
Seperti terlihat di Dupak Bangunsari misalnya. Lokalisasi itu, kini berubah menjadi sentra kerajinan batik. Sedangkan Tambak Asri, berubah menjadi sentra kerajinan tas.
Menanggapi hal itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, tidak adanya konsep dari pemkot pasca penutupan Dolly dan Jarak, karena dia ingin warga setempat sendiri yang mengkonsep.
“Warga (Dolly dan Jarak) pengennya apa? Baru kami akan bantu untuk menggerakkan. Kalau top down itu kan tidak bagus. Tapi tetap kami akan berikan pendampingan. Potensi apa yang ada di sana (Dolly dan Jarak) warga bebas untuk memilih,” terang Risma, di kampus Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Rabu (23/4/2014).
Mantan kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan ini menjelaskan, pihaknya juga mendorong agar Dolly dan Jarak juga menjadi sentra kerajinan, sama seperti bekas lokalisasi yang lain.
Dalam waktu dekat, pihaknya berencana memberangkatkan sejumlah eks-Pekerja Seks Komersial (PSK) dan mucikari untuk Tanggulangin, Sidoarjo. Tujuannya, untuk belajar cara memproduksi sepatu.
Seperti diketahui, Tanggulangin merupakan salah satu sentra kerajinan sepatu terbesar di Jawa Timur (Jatim). Tak hanya belajar produksi sepatu, di Tanggulangin, mereka juga akan belajar kerajinan-kerajinan yang lain.
“Di Dupak Bangunsari itu, wah permintaan batik sudah luar biasa. Bahkan sampai ke mancanegara. Sekarang di sana sudah ada sekitar 80-an pekerja yang terdiri atas eks-PSK dan mucikari yang menekuni batik,” terangnya.
Sementara itu, Ketua Komisi D DPRD Surabaya Baktiono meminta agar pemkot memiliki rencana yang matang untuk Dolly dan Jarak, pasca penutupan. Pasalnya, nanti akan banyak elemen masyarakat yang dirugikan dari penutupan itu. Tak hanya PSK dan mucikari, tapi juga pedagang kaki lima (PKL), tukang cuci, tukang parkir, pemilik warung, kios dan lain-lain.
“Yang dikhawatirkan, kalau Dolly dan Jarak nanti betul-betul tutup, lalu para PSK-nya berpraktik di jalanan. Ini tentu lebih berbahaya, karena penyebaran penyakit HIV/AIDS semakin tidak terkontrol,” katanya.
Politikus PDI-P ini menambahkan, sebelumnya kawasan Dolly dan Jarak akan dijadikan kawasan perdagangan. Dengan kawasan perdagangan ini, diharapkan warga yang terdampak bisa melakukan aktivitas ekonomi.
Sayangnya, hingga kini hal itu baru sebatas wacana. Seharusnya, itu tidak hanya wacana, tapi rencana harus segera direalisasikan. Sebab, proses penutupan terus dilakukan. Misalnya, sekarang sudah ada beragam pelatihan ketrampilan untuk para PSK dan mucikari. Pelatihan itu mulai dari memasak, menjahit, merias dan lain-lain.
“Sejauh ini belum ada realisasi pembangunan, baik sarana maupun prasarana yang dibutuhkan warga sekitar untuk dijadikan sebagai kawasan perdagangan,” terangnya.
(san)