Kafe esek-esek Jalintim OKI kian menjamur
A
A
A
Sindonews.com - Kafe remang-remang di sepanjang Jalan Lintas Timur (Jalintim) Ogan Komering Ilir (OKI) semakin hari semakin subur. Karena kafe yang lebih cocok disebut sebagai warung esek-esek tetap dibiarkan aparat Polres OKI maupun Satpol PP.
Walaupun, sejumlah pihak kerap menyatakan lokasi tersebut menjadi pemicu penularan HIV/AIDS bagi warga Bumi Bende Seguguk.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten OKI, sejak tahun 2010-2013, terdata sebanyak 74 warga OKI yang terjangkit HIV/AIDS.
Jumlah tersebut menyebabkan OKI termasuk daerah yang ditemukan pengidap HIV terbanyak setelah Kota Palembang.
Kafe-kafe tersebut bisa dijumpai di pinggir Jalintim, tepatnya di kawasan Hutan Tutupan, Kecamatan Lempuing Jaya, Kawasan Tikungan Air Jernih dan Desa Mulyaguna, Kecamatan Teluk gelam.
Ada puluhan kafe yang selama ini menyajikan hiburan musik, karaoke, miras berkadar alkohol rendah, wanita penghibur yang terang terangan menawari tamu untuk berkencan, bahkan terkadang narkoba pun menjadi suatu yang lumrah untuk dijumpai.
Kegiatan tersebut berlangsung setiap hari, dimulai sore hari hingga malam dan ditutup saat fajar tiba. Namun geliat kafe esek-esek ini akan lebih jelas terlihat pada malam hari seusai adzan Magrib hingga adzan Subuh.
Para wanita penghibur disana yang kebanyakan masih dibawah umur terlihat apik duduk di teras dengan pakaian seksi guna menarik perhatian para pengunjungnya. Ditambah lagi alunan house music dari dalam kafe tersebut yang membuat para penikmat miras dan narkoba akan lebih betah melepas kepenatan di lokasi tersebut.
Menurut salah satu wanita penghibur berinisial AM (23) mengaku tempatnya bekerja dibuka sejak sore hingga menjelang fajar.
"Pengunjungnya kebanyakan orang-orang dewasa, ya biasalah mereka minta ditemani minum-minum sambil berjoget. Tapi tidak sedikit yang minta ditemani "istirahat" di kamar," akunya.
Hal senada diungkapkan wanita penghibur di kafe yang berbeda, berinisial DA (27) setiap harinya kafe mereka tidak pernah sepi dari pengunjung yang datang hanya untuk berkencan.
"Rata-rata setiap malam ada 10-15 orang tamu. Tidak semua tamu yang datang pasti ngajak kencan, kadang mereka hanya minum-minum dan karaoke,” ucapnya sembari mengaku untuk berkencan di dalam kamar yang lokasinya di belakang kafe, dikenakan tarif Rp150 ribu-Rp250 ribu untuk Short Time.
Tetap beroperasinya tempat hiburan itu karena para pemilik kafe tersebut diduga memberikan setoran kepada oknum aparat.
"Kami tetap berani buka karena kami menyetor uang, jadi mereka tidak berani merazia, kalaupun akan ada razia pasti kami diberitahu terlebih dulu," kata salah satu pemilik kafe yang tidak menyebutkan namanya.
Menurutnya, setiap bulan mereka diminta uang oleh oknum aparat. Besarannya, berkisar antara Rp100 ribu bagi setiap Pekerja Seks Komersil (PSK) dan Rp150 ribu dan beberapa bungkus rokok bagi setiap kafe.
Walaupun, sejumlah pihak kerap menyatakan lokasi tersebut menjadi pemicu penularan HIV/AIDS bagi warga Bumi Bende Seguguk.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten OKI, sejak tahun 2010-2013, terdata sebanyak 74 warga OKI yang terjangkit HIV/AIDS.
Jumlah tersebut menyebabkan OKI termasuk daerah yang ditemukan pengidap HIV terbanyak setelah Kota Palembang.
Kafe-kafe tersebut bisa dijumpai di pinggir Jalintim, tepatnya di kawasan Hutan Tutupan, Kecamatan Lempuing Jaya, Kawasan Tikungan Air Jernih dan Desa Mulyaguna, Kecamatan Teluk gelam.
Ada puluhan kafe yang selama ini menyajikan hiburan musik, karaoke, miras berkadar alkohol rendah, wanita penghibur yang terang terangan menawari tamu untuk berkencan, bahkan terkadang narkoba pun menjadi suatu yang lumrah untuk dijumpai.
Kegiatan tersebut berlangsung setiap hari, dimulai sore hari hingga malam dan ditutup saat fajar tiba. Namun geliat kafe esek-esek ini akan lebih jelas terlihat pada malam hari seusai adzan Magrib hingga adzan Subuh.
Para wanita penghibur disana yang kebanyakan masih dibawah umur terlihat apik duduk di teras dengan pakaian seksi guna menarik perhatian para pengunjungnya. Ditambah lagi alunan house music dari dalam kafe tersebut yang membuat para penikmat miras dan narkoba akan lebih betah melepas kepenatan di lokasi tersebut.
Menurut salah satu wanita penghibur berinisial AM (23) mengaku tempatnya bekerja dibuka sejak sore hingga menjelang fajar.
"Pengunjungnya kebanyakan orang-orang dewasa, ya biasalah mereka minta ditemani minum-minum sambil berjoget. Tapi tidak sedikit yang minta ditemani "istirahat" di kamar," akunya.
Hal senada diungkapkan wanita penghibur di kafe yang berbeda, berinisial DA (27) setiap harinya kafe mereka tidak pernah sepi dari pengunjung yang datang hanya untuk berkencan.
"Rata-rata setiap malam ada 10-15 orang tamu. Tidak semua tamu yang datang pasti ngajak kencan, kadang mereka hanya minum-minum dan karaoke,” ucapnya sembari mengaku untuk berkencan di dalam kamar yang lokasinya di belakang kafe, dikenakan tarif Rp150 ribu-Rp250 ribu untuk Short Time.
Tetap beroperasinya tempat hiburan itu karena para pemilik kafe tersebut diduga memberikan setoran kepada oknum aparat.
"Kami tetap berani buka karena kami menyetor uang, jadi mereka tidak berani merazia, kalaupun akan ada razia pasti kami diberitahu terlebih dulu," kata salah satu pemilik kafe yang tidak menyebutkan namanya.
Menurutnya, setiap bulan mereka diminta uang oleh oknum aparat. Besarannya, berkisar antara Rp100 ribu bagi setiap Pekerja Seks Komersil (PSK) dan Rp150 ribu dan beberapa bungkus rokok bagi setiap kafe.
(sms)