Korban lumpur Lapindo: Sita aset PT MLJ
A
A
A
Sindonews.com - Korban lumpur Lapindo mendesak pemerintah segera menyita semua asset milik PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ). Selanjutnya, asset tersebut dimanfaatkan untuk membayar ganti rugi semua korban yang masuk area terdampak, maupun yang bukan.
Desakan tersebut disampaikan sejumlah perwakilan korban saat bertemu Gubernur Soekarwo. Dalam pertemuan itu, warga berharap, gubernur bisa menyampaikan hal tersebut kepada pemerintah pusat. Sehingga, nasib para korban menjadi jelas, tidak terkatung-katung seperti kini.
Bagi para korban, keputusan tersebut lebih fair, karena hingga delapan tahun ini PT MLB belum juga memenuhi tanggung jawabnya. Sesuai Undang-undang No.37/2004 tentang Kepailitan, ketika subyek hukum (PT MLJ) tidak memenuhi kewajiban hukumnya, maka mekanisme hukum yang menjadi penyelesaiannya adalah kepailitan.
"Artinya, seluruh kekayaan PT MLB yang tersisa akan dilakukan sita umum berdasarkan putusan pengadilan yang berwenang. Tujuannya adalah untuk membayar kembali seluruh utang secara adil dan berimbang," tegas Kuasa Hukum Korban Lumpur Lapindo Mursid Mudiantoro, Selasa (8/4/2014).
Bagi Mursid, keputusan tersebut penting karena warga sudah cukup lama menanti. "Bila perlu, pemerintah juga menyiapkan alokasi dana APBN untuk membayar ganti rugi tersebut. Sebab sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), negara bertanggung jawab terhadap pemenuhan ganti kerugian terhadap korban lumpur Lapindo," tegasnya.
Sementara iut, Gubernur Soekarwo memberi apresiasi positif atas keinginan korban tersebut. Pihaknya mengaku tengah menyusun surat bersama dengan Tim Pemprov Jatim untuk menyampaikan keinginan para korban.
"Suratnya sedang disusun. Begitu selesai, secepatnya kami kirimkan. Prinsipnya, ganti rugi harus dibayar. Jangan sampai nasib para korban ini terkatung-katung," terang Soekarwo.
Dia mengurai, putusan MK atas ganti rugi lumpur Lapindo mengandung dua substansi. Pertama, pemerintah dengan kekuasaanya memberikan jaminan dan kepastian atas ganti kerugian dari peta area (PAT) terdampak, kepada PT Minarak. Kedua, solusi ganti rugi antara korban di dalam PAT dan di luar PAT harus sama.
"Dari semantik bahasa hukum, dua-duanya harus diurus. Negara menjamin semua itu. Bagi kami, lebih cepat lebih baik. Yang lebih penting lagi, jadwalnya juga harus jelas, kapan mulai dibayar dan kapan selesainya. Sehingga para korban lumpur ini tidak resah," ungapnya.
Koordinator Korban Lumpur Lapindo Sunarto menambahkan, sampai saat ini masih ada sekitar 3000 korban lumpur Lapindo yang belum diberi ganti rugi, atau senilai Rp730 miliar.
Desakan tersebut disampaikan sejumlah perwakilan korban saat bertemu Gubernur Soekarwo. Dalam pertemuan itu, warga berharap, gubernur bisa menyampaikan hal tersebut kepada pemerintah pusat. Sehingga, nasib para korban menjadi jelas, tidak terkatung-katung seperti kini.
Bagi para korban, keputusan tersebut lebih fair, karena hingga delapan tahun ini PT MLB belum juga memenuhi tanggung jawabnya. Sesuai Undang-undang No.37/2004 tentang Kepailitan, ketika subyek hukum (PT MLJ) tidak memenuhi kewajiban hukumnya, maka mekanisme hukum yang menjadi penyelesaiannya adalah kepailitan.
"Artinya, seluruh kekayaan PT MLB yang tersisa akan dilakukan sita umum berdasarkan putusan pengadilan yang berwenang. Tujuannya adalah untuk membayar kembali seluruh utang secara adil dan berimbang," tegas Kuasa Hukum Korban Lumpur Lapindo Mursid Mudiantoro, Selasa (8/4/2014).
Bagi Mursid, keputusan tersebut penting karena warga sudah cukup lama menanti. "Bila perlu, pemerintah juga menyiapkan alokasi dana APBN untuk membayar ganti rugi tersebut. Sebab sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), negara bertanggung jawab terhadap pemenuhan ganti kerugian terhadap korban lumpur Lapindo," tegasnya.
Sementara iut, Gubernur Soekarwo memberi apresiasi positif atas keinginan korban tersebut. Pihaknya mengaku tengah menyusun surat bersama dengan Tim Pemprov Jatim untuk menyampaikan keinginan para korban.
"Suratnya sedang disusun. Begitu selesai, secepatnya kami kirimkan. Prinsipnya, ganti rugi harus dibayar. Jangan sampai nasib para korban ini terkatung-katung," terang Soekarwo.
Dia mengurai, putusan MK atas ganti rugi lumpur Lapindo mengandung dua substansi. Pertama, pemerintah dengan kekuasaanya memberikan jaminan dan kepastian atas ganti kerugian dari peta area (PAT) terdampak, kepada PT Minarak. Kedua, solusi ganti rugi antara korban di dalam PAT dan di luar PAT harus sama.
"Dari semantik bahasa hukum, dua-duanya harus diurus. Negara menjamin semua itu. Bagi kami, lebih cepat lebih baik. Yang lebih penting lagi, jadwalnya juga harus jelas, kapan mulai dibayar dan kapan selesainya. Sehingga para korban lumpur ini tidak resah," ungapnya.
Koordinator Korban Lumpur Lapindo Sunarto menambahkan, sampai saat ini masih ada sekitar 3000 korban lumpur Lapindo yang belum diberi ganti rugi, atau senilai Rp730 miliar.
(san)