Longsor Sibolga masih mengancam keselamatan warga
A
A
A
Sindonews.com - Ancaman longsor yang melanda kawasan Jalan Sudirman, Gang Walet, Kelurahan Aek Parombunan, Kecamatan Sibolga Selatan, Kota Sibolga, ternyata belum berakhir.
Masih adanya pengerukan perbukitan di Gang Walet, masih mengancam sebanyak delapan bangunan rumah dan penghuni di dalamnya. Sementara lokasi rumah dan kawasan perbukitan yang dikeruk sudah diberi garis polisi (police line).
Ke delapan bangunan rumah di luar keempat bangunan yang tertimpa longsor, masing–masing bangunan Mess Akbid Husada Nauli, rumah F. Hutabarat, Pasaribu, Sumianto, Tanjung, Piliang, Ramadhan Saragih dan Netty Sinaga.
“Jadi ada delapan, di samping keempat rumah itu yang masih terancam longsor,” tutur Kepala Lingkungan (Kepling) VI, Kelurahan Aek Parombunan, Yasiduhu Zendrato, kepada wartawan, Jumat (4/4/2014).
Arojowate Gea alias Pak Juang (47), warga sekitar membenarkan kalau pihak lingkungan sudah turun mengingatkan operator beko supaya jangan meneruskan pekerjaan pengerukan tersebut.
Bahkan, dia sempat berantam sambil membawa klewang (pedang) dengan pihak operator beko. Hal tersebut diakibatkan dampak yang ditimbulkan, berupa kondisi rumah yang terancam longsor dan jalanan yang becek.
“Kita sudah melarang, tapi tidak diindahkan,” ujarnya.
Dia menjelaskan, awal pekerjaan penggalian perbukitan itu bermula dari proyek pembuatan jalan setapak pemerintah yang mengarah timur. Tapi pekerjaan pemerintah ini selesai sekitar September 2013.
Namun pemilik beko meneruskan pekerjaan yang mengarah utara. Penerusan pekerjaan bukan lagi proyek pemerintah tetapi sudah perseorangan. “Inilah awal mula bencana itu,” pungkasnya.
Sementara itu, Lurah Aek Parombunan AK Sihite membenarkan, masih ada sekitar tujuh hingga delapan unit rumah yang masih terancam longsor di sekitar lokasi itu. Pihaknya juga sudah mengimbau masing–masing pemilik rumah untuk waspada atau mengungsi ke tempat aman.
“Ya benar, masih ada sekitar tujuh hingga delapan unit rumah warga yang kondisi terancam. Kita sudah mengimbau para pemilik untuk mengungsi, terutama ke tempat yang sudah disediakan oleh pihak Kelurahan,” terangnya.
Terkait bencana itu, terutama atas dugaan miring yang ditujukan warga kepada aparat kelurahan, AK Sihite mengatakan, pihaknya juga sudah berulang kali mengingatkan pihak operator beko supaya menghentikan kegiatan pengerukan perbukitan, karena selain mengancam keselamatan warga, tidak mengantongi izin dari pemerintah.
Terkait bencana itu, Yasiduhu mengakui, bahwa dirinya sudah berulang kali mengingatkan operator beko untuk menghentikan aktivitas pengerukan perbukitan. Teguran itu dilakukan atas laporan keresahan dan kekhawatiran warga sekitar atas dampak yang mungkin terjadi serta polusi lingkungan yang timbul.
“Ada empat kali saya melarang supaya jangan diteruskan pekerjaan itu, tapi tidak diindahkan. Bahkan kala itu, saya juga laporkan ke aparat kelurahan supaya turut memberikan teguran kepada pihak operator beko itu,” tandasnya.
Baca juga:
Sibolga berduka, 3 pelajar tewas tertimbun longsor
Longsor di Sibolga diduga akibat pengerukan tebing
Polisi diminta usut kasus tanah longsor di Sibolga
Masih adanya pengerukan perbukitan di Gang Walet, masih mengancam sebanyak delapan bangunan rumah dan penghuni di dalamnya. Sementara lokasi rumah dan kawasan perbukitan yang dikeruk sudah diberi garis polisi (police line).
Ke delapan bangunan rumah di luar keempat bangunan yang tertimpa longsor, masing–masing bangunan Mess Akbid Husada Nauli, rumah F. Hutabarat, Pasaribu, Sumianto, Tanjung, Piliang, Ramadhan Saragih dan Netty Sinaga.
“Jadi ada delapan, di samping keempat rumah itu yang masih terancam longsor,” tutur Kepala Lingkungan (Kepling) VI, Kelurahan Aek Parombunan, Yasiduhu Zendrato, kepada wartawan, Jumat (4/4/2014).
Arojowate Gea alias Pak Juang (47), warga sekitar membenarkan kalau pihak lingkungan sudah turun mengingatkan operator beko supaya jangan meneruskan pekerjaan pengerukan tersebut.
Bahkan, dia sempat berantam sambil membawa klewang (pedang) dengan pihak operator beko. Hal tersebut diakibatkan dampak yang ditimbulkan, berupa kondisi rumah yang terancam longsor dan jalanan yang becek.
“Kita sudah melarang, tapi tidak diindahkan,” ujarnya.
Dia menjelaskan, awal pekerjaan penggalian perbukitan itu bermula dari proyek pembuatan jalan setapak pemerintah yang mengarah timur. Tapi pekerjaan pemerintah ini selesai sekitar September 2013.
Namun pemilik beko meneruskan pekerjaan yang mengarah utara. Penerusan pekerjaan bukan lagi proyek pemerintah tetapi sudah perseorangan. “Inilah awal mula bencana itu,” pungkasnya.
Sementara itu, Lurah Aek Parombunan AK Sihite membenarkan, masih ada sekitar tujuh hingga delapan unit rumah yang masih terancam longsor di sekitar lokasi itu. Pihaknya juga sudah mengimbau masing–masing pemilik rumah untuk waspada atau mengungsi ke tempat aman.
“Ya benar, masih ada sekitar tujuh hingga delapan unit rumah warga yang kondisi terancam. Kita sudah mengimbau para pemilik untuk mengungsi, terutama ke tempat yang sudah disediakan oleh pihak Kelurahan,” terangnya.
Terkait bencana itu, terutama atas dugaan miring yang ditujukan warga kepada aparat kelurahan, AK Sihite mengatakan, pihaknya juga sudah berulang kali mengingatkan pihak operator beko supaya menghentikan kegiatan pengerukan perbukitan, karena selain mengancam keselamatan warga, tidak mengantongi izin dari pemerintah.
Terkait bencana itu, Yasiduhu mengakui, bahwa dirinya sudah berulang kali mengingatkan operator beko untuk menghentikan aktivitas pengerukan perbukitan. Teguran itu dilakukan atas laporan keresahan dan kekhawatiran warga sekitar atas dampak yang mungkin terjadi serta polusi lingkungan yang timbul.
“Ada empat kali saya melarang supaya jangan diteruskan pekerjaan itu, tapi tidak diindahkan. Bahkan kala itu, saya juga laporkan ke aparat kelurahan supaya turut memberikan teguran kepada pihak operator beko itu,” tandasnya.
Baca juga:
Sibolga berduka, 3 pelajar tewas tertimbun longsor
Longsor di Sibolga diduga akibat pengerukan tebing
Polisi diminta usut kasus tanah longsor di Sibolga
(san)