Dua bulan lagi, Satinah dipancung
A
A
A
Sindonews.com - Setidaknya dua bulan lagi, Satinah Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Ungaran Barat, Jawa Tengah, akan menjalani hukuman pancung. Satinah terbukti melakukan pencurian dan pembunuhan terhadap majikannya di Arab Saudi.
Hukuman mati akan dilaksanakan 3 April 2014 mendatang, setelah sebelumnya sempat tiga kali batal. Saat ini, Pemerintah Indonesia berupaya melakukan pembebasan terhadap Satinah.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Indonesia Kemenlu RI Tatang Budi Utama Razak datang ke Semarang untuk bertemu dengan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo membahas persoalan ini.
Tatang mengatakan, uang diyat atau uang darah yang diminta oleh ahli waris korban masih diangka 10 juta riyal atau Rp21miliar. Sejauh ini, uang diyat yang terkumpul baru Rp12miliar.
"Uang itu berasal dari anggaran Kemenlu RI, sumbangan APJATI hingga sumbangan para donatur dari Arab Saudi. Kami terus melakukan pendekatan. Presiden juga sudah kirim surat kepada raja (Arab Saudi). Kami masih punya waktu 2 bulan ke depan untuk mengupayakan agar Satinah dibebaskan," kata Tatang di komplek Gubernuran Kota Semarang, Jumat (28/2/2013).
Sementara itu, kakak Satinah, Paeri (45) mengatakan sudah sekitar tiga kali bertemu dengan adiknya di Arab Saudi. Satinah ditemui di penjara. Terakhir, Paeri bertemu dengan adiknya di Arab pada 29 Januari 2014 lalu.
"Diajak pemerintah ke sana (Arab Saudi). Kami berharap agar uangnya terkumpul dan dibayarkan. Agar adik saya bebas, kembali ke rumah," katanya yang turut hadir di Gubernuran Semarang bersama Nur Afriani, anak Satinah.
Diketahui, kasus hukum yang menimpa Satinah bermula saat ditetapkan sebagai pelaku pembunuhan atas majikannya, Nura AL Gharib sekaligus pencurian uang 37.970 riyal pada Juni 2007. Itu terjadi di wilayah Gaseem, Arab Saudi.
Satinah mengakui perbuatannya, dipenjara di Gaseem sejak 2009. Pada 2010, melalui putusan kasasi, Satinah divonis mati pada Agustus 2011. Namun, vonis itu ditunda hingga tiga kali. Desember 2011, Desember 2012 dan Juni 2013. Sampai sekarang vonis itu belum dilakukan, ahli waris
korban menyatakan, akan memberi maaf, asalkan diberi imbalan diyat sebesar Rp21 miliar.
Hukuman mati akan dilaksanakan 3 April 2014 mendatang, setelah sebelumnya sempat tiga kali batal. Saat ini, Pemerintah Indonesia berupaya melakukan pembebasan terhadap Satinah.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Indonesia Kemenlu RI Tatang Budi Utama Razak datang ke Semarang untuk bertemu dengan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo membahas persoalan ini.
Tatang mengatakan, uang diyat atau uang darah yang diminta oleh ahli waris korban masih diangka 10 juta riyal atau Rp21miliar. Sejauh ini, uang diyat yang terkumpul baru Rp12miliar.
"Uang itu berasal dari anggaran Kemenlu RI, sumbangan APJATI hingga sumbangan para donatur dari Arab Saudi. Kami terus melakukan pendekatan. Presiden juga sudah kirim surat kepada raja (Arab Saudi). Kami masih punya waktu 2 bulan ke depan untuk mengupayakan agar Satinah dibebaskan," kata Tatang di komplek Gubernuran Kota Semarang, Jumat (28/2/2013).
Sementara itu, kakak Satinah, Paeri (45) mengatakan sudah sekitar tiga kali bertemu dengan adiknya di Arab Saudi. Satinah ditemui di penjara. Terakhir, Paeri bertemu dengan adiknya di Arab pada 29 Januari 2014 lalu.
"Diajak pemerintah ke sana (Arab Saudi). Kami berharap agar uangnya terkumpul dan dibayarkan. Agar adik saya bebas, kembali ke rumah," katanya yang turut hadir di Gubernuran Semarang bersama Nur Afriani, anak Satinah.
Diketahui, kasus hukum yang menimpa Satinah bermula saat ditetapkan sebagai pelaku pembunuhan atas majikannya, Nura AL Gharib sekaligus pencurian uang 37.970 riyal pada Juni 2007. Itu terjadi di wilayah Gaseem, Arab Saudi.
Satinah mengakui perbuatannya, dipenjara di Gaseem sejak 2009. Pada 2010, melalui putusan kasasi, Satinah divonis mati pada Agustus 2011. Namun, vonis itu ditunda hingga tiga kali. Desember 2011, Desember 2012 dan Juni 2013. Sampai sekarang vonis itu belum dilakukan, ahli waris
korban menyatakan, akan memberi maaf, asalkan diberi imbalan diyat sebesar Rp21 miliar.
(lns)