Ratusan unggas di Garut mati secara mendadak
A
A
A
Sindonews.com - Selama Januari 2014 lalu, ratusan unggas di dua kecamatan, Kabupaten Garut, mati mendadak. Seluruh unggas yang mati berjenis itik.
Kasi Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan (Disnakanla) Kabupaten Garut Dyah Savitri mengatakan, matinya ratusan unggas ini terjadi di Kecamatan Leuwigoong dan Banyuresmi. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan, tambah Dyah, matinya ratusan unggas ini disebabkan oleh penyakit saraf.
“Begitu mendapatkan laporan, kami langsung menurunkan tim ke Leuwigoong dan Banyuresmi. Sebelumnya, kami khawatir karena dua kecamatan ini masuk daerah endemis flu burung. Namun setelah diperiksa, hasilnya negatif,” kata Dyah, Senin (3/1/2014).
Di Kecamatan Leuwigoong, penyakit saraf menjangkiti itik pada satu desa. Sementara di Kecamatan Banyuresmi, penyakit ini menyerang itik di dua desa. “Alhamdulillah, tidak ada warga yang tertular oleh penyakit saraf yang menyerang unggas jenis itik ini,” ucapnya.
Menurutnya, penyakit tersebut biasa menyebar dan menyerang unggas pada setiap musim hujan, yaitu antara intensitas hujan cukup tinggi dari November hingga Maret.
Sebagai antisipasi munculnya wabah penyakit unggas, termasuk flu burung, di seluruh wilayah Garut, Dyah mengaku pihaknya telah mengerahkan sebanyak 10 petugas Participatory Disease Surveillance Response (PDSR) dan 28 petugas UPTD Disnakanla kecamatan.
“Dari catatan yang kami miliki, periode intensitas curah hujan tinggi ini memang berdampak pada matinya sejumlah ternak unggas," ujarnya.
Sejak Desember 2012 hingga Desember 2013 lalu, unggas yang mati akibat penyakit tercatat sebanyak 2.500 ekor. Matinya unggas ini terjadi di Kecamatan Samarang, Bayongbong, dan Cisurupan.
Kasi Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan (Disnakanla) Kabupaten Garut Dyah Savitri mengatakan, matinya ratusan unggas ini terjadi di Kecamatan Leuwigoong dan Banyuresmi. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan, tambah Dyah, matinya ratusan unggas ini disebabkan oleh penyakit saraf.
“Begitu mendapatkan laporan, kami langsung menurunkan tim ke Leuwigoong dan Banyuresmi. Sebelumnya, kami khawatir karena dua kecamatan ini masuk daerah endemis flu burung. Namun setelah diperiksa, hasilnya negatif,” kata Dyah, Senin (3/1/2014).
Di Kecamatan Leuwigoong, penyakit saraf menjangkiti itik pada satu desa. Sementara di Kecamatan Banyuresmi, penyakit ini menyerang itik di dua desa. “Alhamdulillah, tidak ada warga yang tertular oleh penyakit saraf yang menyerang unggas jenis itik ini,” ucapnya.
Menurutnya, penyakit tersebut biasa menyebar dan menyerang unggas pada setiap musim hujan, yaitu antara intensitas hujan cukup tinggi dari November hingga Maret.
Sebagai antisipasi munculnya wabah penyakit unggas, termasuk flu burung, di seluruh wilayah Garut, Dyah mengaku pihaknya telah mengerahkan sebanyak 10 petugas Participatory Disease Surveillance Response (PDSR) dan 28 petugas UPTD Disnakanla kecamatan.
“Dari catatan yang kami miliki, periode intensitas curah hujan tinggi ini memang berdampak pada matinya sejumlah ternak unggas," ujarnya.
Sejak Desember 2012 hingga Desember 2013 lalu, unggas yang mati akibat penyakit tercatat sebanyak 2.500 ekor. Matinya unggas ini terjadi di Kecamatan Samarang, Bayongbong, dan Cisurupan.
(rsa)