Pimpinan KBS harus paham satwa
A
A
A
Sindonews.com - Kematian singa Afrika di Kebun Binatang Surabaya (KBS) menimbulkan banyak spekulasi. Beberapa pihak terkait, saling tuding dan saling menyalahkan.
Ketidakbecusan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam mengelola KBS disebut-sebut menjadi biang kematian sejumlah hewan koleski kebun binatang terbesar di Asia-Tenggara ini. Sebelumnya harimau Sumatera, komodo dan jerapah juga mati.
Namun sesungguhnya, Pemkot Surabaya sendiri baru mengambil alih pengelolaan KBS pada tahun 2013. KBS dikelola sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Ambil alih itu terpaksa dilakukan karena terjadi konflik berkepanjangan di dalam manajemen pengelolaan KBS. Berlarutnya konflik itu tak lepas dari sejarah kelam perebutan kepengurusan yang terjadi sejak tahun 1981 silam.
Sejak saat itu, secara bergantian para pengurus di KBS saling jegal dan berusaha mengambil alih pengelolaan.
Bahkan sempat mencuat pula dugaan adanya korupsi dalam manajemen pengelolaan KBS yang dilaporkan oleh sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Namun kemudian, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur (Jatim) menghentikan penyelidikan perkara itu karena unsur korupsi tidak dapat dibuktikan.
Direktur Operasional Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS) KBS Drh Liang Kaspe membantah adanya kekisruhan di dalam manajemen KBS. Menurutnya di tingkat karyawan tidak pernah ada kekisruhan seperti yang ditudingkan.
Sebab rata-rata karyawan yang bekerja di KBS telah bekerja hingga 30 an tahun dan tak pernah ada masalah.
"Namun kekisruhan itu terjadi ketika datang pemimpin baru yang memerintahkan sesuatu yang tidak biasanya, jadi kacau. Misalnya memindahkan binatang tanpa merundingkan lebih dulu," tutur Liang, Jumat (10/1/2013).
Liang mengaku bekerja di KBS sejak tahun 1981, semua berjalan dengan baik tanpa ada masalah. Menurutnya, di KBS hanya akan muncul persoalan apabila dipimpin oleh mereka yang tak memiliki pengalaman.
Dengan satwa sebanyak 3.500 ekor bagaimana mungkin seorang pimpinan tak berpengalaman dapat mengurusnya.
Ketidakbecusan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam mengelola KBS disebut-sebut menjadi biang kematian sejumlah hewan koleski kebun binatang terbesar di Asia-Tenggara ini. Sebelumnya harimau Sumatera, komodo dan jerapah juga mati.
Namun sesungguhnya, Pemkot Surabaya sendiri baru mengambil alih pengelolaan KBS pada tahun 2013. KBS dikelola sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Ambil alih itu terpaksa dilakukan karena terjadi konflik berkepanjangan di dalam manajemen pengelolaan KBS. Berlarutnya konflik itu tak lepas dari sejarah kelam perebutan kepengurusan yang terjadi sejak tahun 1981 silam.
Sejak saat itu, secara bergantian para pengurus di KBS saling jegal dan berusaha mengambil alih pengelolaan.
Bahkan sempat mencuat pula dugaan adanya korupsi dalam manajemen pengelolaan KBS yang dilaporkan oleh sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Namun kemudian, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur (Jatim) menghentikan penyelidikan perkara itu karena unsur korupsi tidak dapat dibuktikan.
Direktur Operasional Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS) KBS Drh Liang Kaspe membantah adanya kekisruhan di dalam manajemen KBS. Menurutnya di tingkat karyawan tidak pernah ada kekisruhan seperti yang ditudingkan.
Sebab rata-rata karyawan yang bekerja di KBS telah bekerja hingga 30 an tahun dan tak pernah ada masalah.
"Namun kekisruhan itu terjadi ketika datang pemimpin baru yang memerintahkan sesuatu yang tidak biasanya, jadi kacau. Misalnya memindahkan binatang tanpa merundingkan lebih dulu," tutur Liang, Jumat (10/1/2013).
Liang mengaku bekerja di KBS sejak tahun 1981, semua berjalan dengan baik tanpa ada masalah. Menurutnya, di KBS hanya akan muncul persoalan apabila dipimpin oleh mereka yang tak memiliki pengalaman.
Dengan satwa sebanyak 3.500 ekor bagaimana mungkin seorang pimpinan tak berpengalaman dapat mengurusnya.
(lns)