Warga protes penutupan lokalisasi Moroseneng
A
A
A
Sindonews.com - Sejumlah warga menggelar aksi protes atas penutupan lokalisasi Moroseneng, Surabaya. Pasalnya, warga yang hidup di sekitar lokalisasi itu terancam kehilangan mata pencahariannya.
Mereka menyebarkan dan menempelkan poster berisi protes ke beberapa wisma. Salah satunya adalah di Wisma Mentari. Di pintu masuk ke wisma itu warga datang dengan membawa selebaran.
"Kami protes dengan penutupan lokalisasi ini. Karena sangat berdampak dengan perekonomian warga sekitar. Sementara, pemerintah dalam hal ini Pemkot Surabaya tidak ada solusi terkait penutupan lokalisasi ini," kata Eminatun, salah seorang pedagang makanan yang berjualan di sekitar lokalisasi, Kamis (12/12/2013).
Dia mengakui pendapatannya menurun setelah lokalisasi ditutup. Selama ada lokalisasi, warga sekitar berjualan kebutuhan sehari-hari seperti makanan, kosmetik dan peralatan rumah tangga lainnya.
"Kalau ditutup sama kayak bulan Ramadan yang sepi. Banyak pedagang yang mengeluh karena dagangan tidak laku," ujar perempuan paruh baya itu.
Sementara salah seorang pemilik wisma, Sujono yakin jika penutupan lokalisasi akan menimbulkan permasalahan baru. Pasalnya, selama ini banyak warga yang menggantungkan hidupnya dengan keberadaan lokalisasi itu.
Kompensasi berupa uang sebesar Rp5 juta dianggapkan tidak menyelesaikan masalah. "Bisa saja nanti para PSK ini akan menjajakan diri di luar. Dengan begitu tidak terkontrol," ujarnya.
Baik Eminatun maupun Sujono juga mengaku keberatan dengan penutupan lokalisasi tersebut.
Sementara itu, data yang dihimpun di lokalisasi Sememi, Moroseneng ini terdapat 33 wisma dan sekitar 400 PSK. Selain itu, ratusan warga yang berdagang disekitar lokalisasi itu.
Mereka menyebarkan dan menempelkan poster berisi protes ke beberapa wisma. Salah satunya adalah di Wisma Mentari. Di pintu masuk ke wisma itu warga datang dengan membawa selebaran.
"Kami protes dengan penutupan lokalisasi ini. Karena sangat berdampak dengan perekonomian warga sekitar. Sementara, pemerintah dalam hal ini Pemkot Surabaya tidak ada solusi terkait penutupan lokalisasi ini," kata Eminatun, salah seorang pedagang makanan yang berjualan di sekitar lokalisasi, Kamis (12/12/2013).
Dia mengakui pendapatannya menurun setelah lokalisasi ditutup. Selama ada lokalisasi, warga sekitar berjualan kebutuhan sehari-hari seperti makanan, kosmetik dan peralatan rumah tangga lainnya.
"Kalau ditutup sama kayak bulan Ramadan yang sepi. Banyak pedagang yang mengeluh karena dagangan tidak laku," ujar perempuan paruh baya itu.
Sementara salah seorang pemilik wisma, Sujono yakin jika penutupan lokalisasi akan menimbulkan permasalahan baru. Pasalnya, selama ini banyak warga yang menggantungkan hidupnya dengan keberadaan lokalisasi itu.
Kompensasi berupa uang sebesar Rp5 juta dianggapkan tidak menyelesaikan masalah. "Bisa saja nanti para PSK ini akan menjajakan diri di luar. Dengan begitu tidak terkontrol," ujarnya.
Baik Eminatun maupun Sujono juga mengaku keberatan dengan penutupan lokalisasi tersebut.
Sementara itu, data yang dihimpun di lokalisasi Sememi, Moroseneng ini terdapat 33 wisma dan sekitar 400 PSK. Selain itu, ratusan warga yang berdagang disekitar lokalisasi itu.
(lns)