Korupsi PLN, 3 profesor gagal bebaskan Bambang
A
A
A
Sindonews.com - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, memvonis pidana empat tahun penjara terhadap terdakwa Bambang Supriyanto.
Mantan Manager PT PLN Wilayah Jateng dan DIY, ini didakwa melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan diganti menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP
“Menyatakan terdakwa Bambang Supriyanto secara sah dan meyakinkan bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan subsider, Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan diganti menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," ujar Ketua majelis hakim Endang Sri Widayanti didampingi dua hakim anggota, Hastopo dan Sinintha Sibarani Yulianingsih, kemarin.
Selain hukuman badan, majelis hakim juga mewajibkan terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp 100 juta atau setara satu bulan kurungan.
Putusan ini spontan membuat histeris keluarga Bambang yang menghadiri persidangan tersebut. Menyaksikan suasana itu, Bambang yang awalnya tampak tegar, tak kuasa menahan air matanya. Satu persatu dia rangkul keluarganya sambil mengusap air matanya yang terus mengalir membasahi kedua pipinya.
Ketua tim penasihat hukum terdakwa Bambang Supriyanto, Jansen Sitindaon hanya tertunduk lesu. Dia tidak menyangka kliennya bakal dibui. Keterangan yang disampaikan 25 saksi, termasuk tiga profesor yang dihadirkan Jansen Sitindaon sebagai saksi meringankan gagal membebaskan terdakwa Bambang.
Dalam pertimbangannya, majelis menilai terdakwa Bambang memenuhi unsur menyalahi kewenangannya dan menggunakan sarana dan kesempatan yang ada padanya membuat kebijakan mengganti tanaman warga yang tingginya dibawah tiga meter yang dilewati jaringan SUTET.
"Terdakwa seharusnya memiliki otoritas dan tidak goyah untuk dipengaruhi dalam membuat kebijakan yang menyimpang," tandas Endang.
Kebijakan terdakwa yang memberikan ganti rugi atau kompensasi tanaman warga dinilai menabrak Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No 975/471/mpe/1999 11 Mei 1999 jo Peraturan Menteri Pertambanggan dan Energi 01.p/47/mpe/1992 tentang Ruang Bebas Saluran Tegangan Tinggi dan SUTET
Dalam permen tersebut tanaman yang boleh mendapat ganti rugi hanya yang berukuran dengan tinggi di atas tiga meter.
Majelis hakim pun mengabaikan eksepsi atau nota pembelaan yang disampaikan tim penasihat hukum yang berjumlah lima orang.
Dalam eksepsi itu penasihat hukum meminta majelis hakim untuk membebaskan terdakwa dari segala dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
Penasihat hukum menilai kebijakan Bambang Supriyanto merujuk pada rapat Menkopolhukam serta nota kesepahaman managemen PT PLN dengan unsur muspida Kabupaten Klaten untuk menyelesaikan masalah pembangunan SUTET 500 kv jalur selatan yang terjadi masalah hambatan sosial dilokasi Tower.
Penasihat hukum berkeyakinan keterangan tiga pakar hukum pidana, yaitu Erman Rajagukguk, dari UI Jakarta, Philipus M. Hadjon pakar hukum Tata Negara dari Unair Surbaya serta Edward Omar Sharif Hiariej Pakar Hukum Pidana UGM Yogya sebagai saksi meringankan ini membenarkan tindakan terdakwa Bambang Supriyanto.
"Jadi kalau majelis hakim mengabaikan rapat Menkopolhukam yang justru memerintahkan pembayaran itu, hapus saja itu kementerian," kata Jansen
Dia menilai putusan majelis hakim melukai rasa keadilan. Sebab fakta persidangan tidak ditemukan adanya kerugian negara yang dinikmati Bambang Supriyanto.
Karena dalam waktu tujuh hari ini dia akan mengajukan banding. "Potensi banding itu hukumannya bisa bertambah, atau berkurang, bahkan bisa merubah mimpi kita dan bisa bebas," ujarnya.
Namun jika dia tidak banding dalam waktu yang ditentukan praktis keputusan ini dianggap diterima dan memiliki kekuatan hukum tetap. Sementara itu, jaksa penuntut umum belum menentukan sikap apakah akan banding atau tidak.
Diketahui Pada Oktober 2006 sampai Januari 2007, PT PLN membangun jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 KV dan 150 KV di Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Klaten.
Namun pelaksanannya pembangunan jaringan listrik seluruh Jawa wilayah Selatan ini terkendala, lantaran warga menuntut uang kompensasi.
Dalam kondisi darurat, sebab warga yang menuntut tersebut tetap ngotot, sementara tanaman yang bakal mendapat kompensasi itu tingginya diabwah tiga meter. Untuk menyelamatkan proyek yang menelan biaya sekitar Rp 12 miliar ini Bambang Supriyanto membuat kebijakan dan bersedia membayar kompensasi kepada warga tanaman warga yang diterjang proyek SUTET. Kebijakan ini berujung penjara.
Mantan Manager PT PLN Wilayah Jateng dan DIY, ini didakwa melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan diganti menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP
“Menyatakan terdakwa Bambang Supriyanto secara sah dan meyakinkan bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan subsider, Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan diganti menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," ujar Ketua majelis hakim Endang Sri Widayanti didampingi dua hakim anggota, Hastopo dan Sinintha Sibarani Yulianingsih, kemarin.
Selain hukuman badan, majelis hakim juga mewajibkan terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp 100 juta atau setara satu bulan kurungan.
Putusan ini spontan membuat histeris keluarga Bambang yang menghadiri persidangan tersebut. Menyaksikan suasana itu, Bambang yang awalnya tampak tegar, tak kuasa menahan air matanya. Satu persatu dia rangkul keluarganya sambil mengusap air matanya yang terus mengalir membasahi kedua pipinya.
Ketua tim penasihat hukum terdakwa Bambang Supriyanto, Jansen Sitindaon hanya tertunduk lesu. Dia tidak menyangka kliennya bakal dibui. Keterangan yang disampaikan 25 saksi, termasuk tiga profesor yang dihadirkan Jansen Sitindaon sebagai saksi meringankan gagal membebaskan terdakwa Bambang.
Dalam pertimbangannya, majelis menilai terdakwa Bambang memenuhi unsur menyalahi kewenangannya dan menggunakan sarana dan kesempatan yang ada padanya membuat kebijakan mengganti tanaman warga yang tingginya dibawah tiga meter yang dilewati jaringan SUTET.
"Terdakwa seharusnya memiliki otoritas dan tidak goyah untuk dipengaruhi dalam membuat kebijakan yang menyimpang," tandas Endang.
Kebijakan terdakwa yang memberikan ganti rugi atau kompensasi tanaman warga dinilai menabrak Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No 975/471/mpe/1999 11 Mei 1999 jo Peraturan Menteri Pertambanggan dan Energi 01.p/47/mpe/1992 tentang Ruang Bebas Saluran Tegangan Tinggi dan SUTET
Dalam permen tersebut tanaman yang boleh mendapat ganti rugi hanya yang berukuran dengan tinggi di atas tiga meter.
Majelis hakim pun mengabaikan eksepsi atau nota pembelaan yang disampaikan tim penasihat hukum yang berjumlah lima orang.
Dalam eksepsi itu penasihat hukum meminta majelis hakim untuk membebaskan terdakwa dari segala dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
Penasihat hukum menilai kebijakan Bambang Supriyanto merujuk pada rapat Menkopolhukam serta nota kesepahaman managemen PT PLN dengan unsur muspida Kabupaten Klaten untuk menyelesaikan masalah pembangunan SUTET 500 kv jalur selatan yang terjadi masalah hambatan sosial dilokasi Tower.
Penasihat hukum berkeyakinan keterangan tiga pakar hukum pidana, yaitu Erman Rajagukguk, dari UI Jakarta, Philipus M. Hadjon pakar hukum Tata Negara dari Unair Surbaya serta Edward Omar Sharif Hiariej Pakar Hukum Pidana UGM Yogya sebagai saksi meringankan ini membenarkan tindakan terdakwa Bambang Supriyanto.
"Jadi kalau majelis hakim mengabaikan rapat Menkopolhukam yang justru memerintahkan pembayaran itu, hapus saja itu kementerian," kata Jansen
Dia menilai putusan majelis hakim melukai rasa keadilan. Sebab fakta persidangan tidak ditemukan adanya kerugian negara yang dinikmati Bambang Supriyanto.
Karena dalam waktu tujuh hari ini dia akan mengajukan banding. "Potensi banding itu hukumannya bisa bertambah, atau berkurang, bahkan bisa merubah mimpi kita dan bisa bebas," ujarnya.
Namun jika dia tidak banding dalam waktu yang ditentukan praktis keputusan ini dianggap diterima dan memiliki kekuatan hukum tetap. Sementara itu, jaksa penuntut umum belum menentukan sikap apakah akan banding atau tidak.
Diketahui Pada Oktober 2006 sampai Januari 2007, PT PLN membangun jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 KV dan 150 KV di Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Klaten.
Namun pelaksanannya pembangunan jaringan listrik seluruh Jawa wilayah Selatan ini terkendala, lantaran warga menuntut uang kompensasi.
Dalam kondisi darurat, sebab warga yang menuntut tersebut tetap ngotot, sementara tanaman yang bakal mendapat kompensasi itu tingginya diabwah tiga meter. Untuk menyelamatkan proyek yang menelan biaya sekitar Rp 12 miliar ini Bambang Supriyanto membuat kebijakan dan bersedia membayar kompensasi kepada warga tanaman warga yang diterjang proyek SUTET. Kebijakan ini berujung penjara.
(lns)