Pemuda ini kenalkan kebudayaan asli Yogyakarta di ASEAN
A
A
A
Sindonews.com - Saat ini tak banyak generasi muda Indonesia yang memiliki kegiatan di bidang budaya asli tanah air. Namun melihat kegiatan keseharian Erwanda Bayu Kuntani, tak heran jika mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Ahmad Dahlan (UAD) ini terpilih menjadi pemuda pelopor oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Bahkan dia siap maju menjadi wakil di ajang internasional. Memiliki kesempatan mengenalkan budaya Yogyakarta di tingkat ASEAN menjadi kebanggaan tersendiri bagi Bayu, sapaan akrabnya.
Pria kelahiran Bantul 23 Maret 1992 ini akan menghadiri dua event penting, yakni ASEAN Youth Day Meeting, dan ASEAN Youth Day Award di Vietnam, pada 11-15 November 2013. Budaya asli Yogyakarta yang akan diangkat khusus untuk ajang tersebut adalah gelaran Royal Wedding Keraton Ngayogyakarta.
"Setiap detail pelaksanaan royal wedding akan saya paparkan. Saya sengaja mengambil tema ini, karena selain unik dan hanya ada di Yogyakarta, gelaran yang aslinya baru saja selesai dilaksanakan. Tentu semua pihak ingin mengerahui secara detail bagaimana budaya Yogyakarta dilakukan karena setiap royal wedding Keraton selama ini pasti menyedot perhatian dunia," ujarnya, jelang keberangkatan, Minggu (10/11/2013).
Sebagai bekal pengetahuannya mengenai royal wedding, Bayu menjalani dua hari pembelajaran dan pelatihan di dalam Keraton. Dia merasa sangat senang, karena upayanya memperkenalkan budaya Yogyakarta mendapat dukungan penuh dari Sri Sultan Hamengku Buwono X dan semua pihak dalam Keraton.
Meski mengaku kelelahan menjalani kegiatan di dalam Keraton, Bayu mengaku mendapat pengalaman berharga bagi hidup dan bekalnya maju ke ASEAN Youth Day 2013.
"Saya juga dibekali dengan foto-foto bukti budaya pelaksanaan royal wedding. Sayangnya saya belum diperbolehkan membawa bukti berupa rekaman video, karena belum boleh keluar dari lingkungan Keraton," imbuhnya.
Menurut Bayu, pengetahuan tentang budaya tidaklah cukup memenangkan kompetisi tersebut. Sejak awal kepesertaannya di tingkat daerah maupun nasional, pengalaman bergelut di bidang sosial budaya menduduki porsi paling tinggi dalam penilaian.
Pembuktian diri dalam mengikuti berbagai kegiatan sosial budaya tak sulit dilakukan baginya yang terlahir dari keluarga pecinta seni budaya tradisional.
"Sejak kecil, saya sudah mendapat dukungan penuh dari kedua orang tua saya untuk menggeluti bidang seni budaya. Sejak kecil saya memang memiliki ketertarikan lebih pada kesenian, utamanya seni asli Yogyakarta, seperti belajar gamelan, nembang Jawa, sampai tari-tariannya," terangnya.
Berbagai macam kegiatan dan upaya melestarikan budaya Yogyakarta ini terus dilakukan oleh putra pertama pasangan Gama Kuntani dan Mujiyati ini. Tak puas hanya mengikuti kegiatan dari sanggar satu ke sanggar yang lain, dari tempat pelatihan satu ke tempat pelatihan lain, Bayu akhirnya bertekad mendirikan sanggar, di pendopo rumah sang ayah.
"Sanggar ini saya dirikan pada 2005, waktu saya duduk di Kelas 3 SMP. Awalnya saya hanya mengajak anak-anak sekitar rumah untuk belajar berbagai macam kesenian bersam-sama. Dan saya bersyukur akhirnya mulai tahun 2009, sanggar saya meluas menjadi sebuah rumah produksi yang bergerak di bidang sosial, seni dan pendidikan," paparnya.
Bayu berharap, semua usahanya di bidang sosial budaya selama ini mampu membawanya menjuarai kompetisi tersebut. Meski mengakui kemungkinan keberangkatannya tanpa didampingi banyak supporter asal Indonesia, ia optimis mampu mempersembahkan yang terbaik bagi negara dan almamaternya.
Bahkan dia siap maju menjadi wakil di ajang internasional. Memiliki kesempatan mengenalkan budaya Yogyakarta di tingkat ASEAN menjadi kebanggaan tersendiri bagi Bayu, sapaan akrabnya.
Pria kelahiran Bantul 23 Maret 1992 ini akan menghadiri dua event penting, yakni ASEAN Youth Day Meeting, dan ASEAN Youth Day Award di Vietnam, pada 11-15 November 2013. Budaya asli Yogyakarta yang akan diangkat khusus untuk ajang tersebut adalah gelaran Royal Wedding Keraton Ngayogyakarta.
"Setiap detail pelaksanaan royal wedding akan saya paparkan. Saya sengaja mengambil tema ini, karena selain unik dan hanya ada di Yogyakarta, gelaran yang aslinya baru saja selesai dilaksanakan. Tentu semua pihak ingin mengerahui secara detail bagaimana budaya Yogyakarta dilakukan karena setiap royal wedding Keraton selama ini pasti menyedot perhatian dunia," ujarnya, jelang keberangkatan, Minggu (10/11/2013).
Sebagai bekal pengetahuannya mengenai royal wedding, Bayu menjalani dua hari pembelajaran dan pelatihan di dalam Keraton. Dia merasa sangat senang, karena upayanya memperkenalkan budaya Yogyakarta mendapat dukungan penuh dari Sri Sultan Hamengku Buwono X dan semua pihak dalam Keraton.
Meski mengaku kelelahan menjalani kegiatan di dalam Keraton, Bayu mengaku mendapat pengalaman berharga bagi hidup dan bekalnya maju ke ASEAN Youth Day 2013.
"Saya juga dibekali dengan foto-foto bukti budaya pelaksanaan royal wedding. Sayangnya saya belum diperbolehkan membawa bukti berupa rekaman video, karena belum boleh keluar dari lingkungan Keraton," imbuhnya.
Menurut Bayu, pengetahuan tentang budaya tidaklah cukup memenangkan kompetisi tersebut. Sejak awal kepesertaannya di tingkat daerah maupun nasional, pengalaman bergelut di bidang sosial budaya menduduki porsi paling tinggi dalam penilaian.
Pembuktian diri dalam mengikuti berbagai kegiatan sosial budaya tak sulit dilakukan baginya yang terlahir dari keluarga pecinta seni budaya tradisional.
"Sejak kecil, saya sudah mendapat dukungan penuh dari kedua orang tua saya untuk menggeluti bidang seni budaya. Sejak kecil saya memang memiliki ketertarikan lebih pada kesenian, utamanya seni asli Yogyakarta, seperti belajar gamelan, nembang Jawa, sampai tari-tariannya," terangnya.
Berbagai macam kegiatan dan upaya melestarikan budaya Yogyakarta ini terus dilakukan oleh putra pertama pasangan Gama Kuntani dan Mujiyati ini. Tak puas hanya mengikuti kegiatan dari sanggar satu ke sanggar yang lain, dari tempat pelatihan satu ke tempat pelatihan lain, Bayu akhirnya bertekad mendirikan sanggar, di pendopo rumah sang ayah.
"Sanggar ini saya dirikan pada 2005, waktu saya duduk di Kelas 3 SMP. Awalnya saya hanya mengajak anak-anak sekitar rumah untuk belajar berbagai macam kesenian bersam-sama. Dan saya bersyukur akhirnya mulai tahun 2009, sanggar saya meluas menjadi sebuah rumah produksi yang bergerak di bidang sosial, seni dan pendidikan," paparnya.
Bayu berharap, semua usahanya di bidang sosial budaya selama ini mampu membawanya menjuarai kompetisi tersebut. Meski mengakui kemungkinan keberangkatannya tanpa didampingi banyak supporter asal Indonesia, ia optimis mampu mempersembahkan yang terbaik bagi negara dan almamaternya.
(san)