Pemuda-pemudi pemberani dalam pertempuran Surabaya

Jum'at, 08 November 2013 - 09:52 WIB
Pemuda-pemudi pemberani...
Pemuda-pemudi pemberani dalam pertempuran Surabaya
A A A
PERISTIWA 10 November 1945 harus dimaknai sebagai bentuk penghormatan kepada seluruh rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Kepada merekalah, gelar pahlawan layak disematkan.

Tidak banyak yang mengingat siapa-siapa saja yang terlibat dalam pertempuran heroik itu. Namun, dalam catatannya 10 November, Sutomo salah satu tokoh pemuda saat itu sempat menuliskan beberapa nama pemuda, dan peran mereka yang sangat penting dalam peristiwa yang kemudian hari dikenang sebagai Hari Pahlawan itu.

Pemuda pertama yang sangat terkenal dalam peristiwa itu adalah Sutomo. Dia merupakan Pucuk Pimpinan Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI). Perannya yang terbesar adalah memimpin rakyat dalam menegakkan kedaulatan bangsa, dengan merebut semua kekuasaan dari tangan Jepang, dan mengusir Belanda dari Jawa Timur.

Pemuda selanjutnya adalah Soemarsono. Tokoh ini kemudian hari dituding memberontak terhadap republik, pada tahun 1948. Dia merupakan seorang komunis yang disebut-sebut memproklamirkan Negara Madiun, bersama Musso dan Amir Syarifuddin.

Perannya dalam pertempuran Surabaya yang terbesar adalah mengorganisir rakyat mengangkat senjata, melawan pasukan Belanda, Jepang, dan Inggris, dalam pertempuran Surabaya. Dalam peristiwa itu, dia menjabat sebagai Ketua Pemuda Republik Indonesia yang menghimpun organisasi-organisasi pemuda.

Pemuda lain yang layak dikenang adalah Abdul Wahab. Dia adalah wartawan foto Kantor Berita Antara yang pertama kali dipukul oleh pemuda Belanda, tidak lama setelah Indonesia merdeka.

Pemukulan Wahab, dipicu oleh aksinya dalam mengabadikan gambar pasukan penerjun payung di depan Hotel Yamato (Oranje Hotel) yang kini bernama Hotel Majapahit, berada di Jalan Tunjungan No.65, Surabaya, Jawa Timur.

Kemudian ada pemuda Asmanu mantan pengurus Gerindo, yang memberi komando penyerbuan Hotel Yamato dan merobek-robek bendera Belanda. Dia bersama pemuda Usman dan Hernowo, memiliki peran besar dalam menelanjangi politik kolonial dan membakar semangat rakyat di kampung-kampung.

Pemuda selanjutnya ada Sumarno. Dia merupakan pemuda pemberani yang secara terang-terangan melawan Jepang, karena tindakan-tindakannya yang sewenang-wenang terhadap pegawai onderneming.

Perannya yang terbesar adalah bersama pemuda lainnya, mengorganisir pegawai perkebunan dan pabrik bekas milik kaum penjajah. Dan melakukan bumi hangus di perkebunan dan pabrik itu.

Lalu, ada pemuda Abdullah. Pria pemberani ini adalah pemberontak di Kapal Zeven Provincien. Perannya yang terbesar bersama pemuda lainnya adalah, merebut pelabuhan-pelabuhan di Jawa Timur dari tangan Jepang. Terutama pangkalan Angkatan Laut di Surabaya.

Kemudian ada Sujarwo, bekas anggota Gerindo yang telah bertempur dan menandatangani penyerahan Jepang yang hendak mengacaukan keamaan di Pandaan. Perannya yang terpenting bersama pemuda lainnya adalah mengorganisir pedagang dalam memboikot makanan bagi pasukan NICA.

Dalam bidang komunikasi, pemuda yang dianggap sangat berjasa saat itu adalah Hasan Basri. Dia bersama kawan-kawannya berhasil mengangkut pemancar radio milik Angkatan Laut Nippon.

Dengan menggunakan alat sederhana miliknya dan sebagian milik Kantor Berita Antara, dia menyulap radio rusak tersebut menjadi pemancar Radio Pemberontakan pertama di Indonesia yang memiliki kekuatan berlipat ganda.

Pemuda lainnya yang berjasa besar dalam komunikasi pertempuran Surabaya adalah Arie Rachman. Dia pemuda pemberani yang mengambil pemancar di tengah desingan peluru, di daerah kekuasaan tentara Inggris.

Selain itu, ada juga Ali Urip dan istri, Sumadi dan istri, keluarga Hasan Basri yang terdiri dari ibu, paman, bibi, dan adik-adiknya. Jasa mereka yang terbesar adalah menyiarkan pidato para tokoh pemberontakan rakyat melalui Radio Pemberontakan.

Tidak hanya pemuda, juga ada pemudi. Diantara pemudi pemberani itu adalah Sutarti, Sri Lestari, Sri Haruni, dan Sri Mantuni. Mereka adalah bekas anggota Barisan Pelopor Puteri di bawah pimpinan pemudi Lukitaningsih. Peran mereka yang terbesar adalah membagikan makanan bagi para pejuang di garis depan pertempuran.

Bahkan, dari kalangan atlet olahraga pun ada yang terlibat. Diantaranya adalah Sugiarto. Dia adalah back Persebaya. Dalam pertempuran itu, dia menggantung sepatu bolanya, dan menggantinya dengan senjata. Hingga tewas dalam pertempuran.

Begitupun dengan para pelajar Sekolah Teknik Negeri dan Sekolah Guru. Jasa mereka sangat besar dalam pertempuran itu. Khususnya dengan membentuk pasukan snel-koeriers atau utusan cepat yang bertugas menyampaikan berita dan berkoordinasi dengan luar daerah Surabaya.

Mereka yang tergabung dalam pasukan ini diantaranya adalah Suyoto, Mashur, SW Kuncahyo, Sukanto, Samsul, Suwono, dan Sajogja. Mereka berada di bawah komando Sucipto.

Selain pelajar sekolah teknik, pelajar SMA Surabaya juga sangat berperan dalam pertempuran di garis depan. Keberanian mereka dalam menggempur lawan sanggup menggetarkan nyali tentara asing. Dengan taktik yang cemerlang, mereka bisa menghancurkan tank lawan.

Pemuda lainnya yang juga sangat berjasa di medan pertempuran adalah Yachman. Dia adalah bekas pemegang kanon di Angkatan Perang Nippon. Dia tewas dengan bersama kanon yang dipegangnya.

Kemudian, ada pemuda Gumbreg. Dia adalah seorang bekas pelayan kantor dagang yang kemudian terkenal sebagai penembak pesawat udara yang terkemuka di Surabaya. Dalam pertempuran itu, dia berhasil menembak jatuh 10 pesawat musuh dengan meriamnya.

Para pemuda-pemudi tersebut, merupakan bagian kecil dari sejumlah besar rakyat yang berjuang dalam pertempuran itu. Masih banyak nama yang terlupakan dan hilang dalam catatan sejarah. Untuk itulah, nama-nama yang tidak dikenal ini dituliskan.

Baca juga: Peristiwa 10 November 1945
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1542 seconds (0.1#10.140)