OPM semakin bertaring, pemerintah diminta tegas
A
A
A
Sindonews.com - Organisasi Papua Merdeka (OPM) terus melakukan transformasi. Mereka terus mengintensifkan berbagai cara untuk mewujudkan cita-citanya demi kemerdekaan Papua.
Selain menggunakan cara gerilya, OPM juga terus memfokuskan jalur diplomatik internasional dengan memanfaatkan jaringan politikus di luar negeri yang memberikan dukungan bagi kemerdekaan Papua.
Upaya mereka kembali berbuah hasil. Terbukti, Parlemen Internasional untuk Papua Barat (IPWP) telah kembali meluncurkan sebuah grup yang diberi nama ”All Party Parliamentary Group for West Papua”, atau Grup Parlemen dari semua partai untuk Papua Barat, yang terdiri dari anggota parlemen Inggris yang diambil dari setiap partai politik.
Kelompok ini nantinya akan mengadakan pertemuan rutin membahas dua situasi, yakni hak asasi manusia (HAM) dan status politik Papua Barat.
Kelompok Parlemen Partai untuk Papua Barat ini diketuai oleh Rt Hon Andrew Smith MP, dari Partai Buruh, yang merupakan pendiri IPWP. Pertemuan pertama kalender Parlemen tahun ini telah berlangsung Rabu, 16 Oktober lalu, di Gedung Parlemen Inggris.
Atas kondisi tersebut, Pemerintah RI diminta reaktif untuk menanggapi langkah propaganda yang terus dilakukan OPM. Pasalnya, jika terus dibiarkan, bukan tidak mungkin jika OPM menjadi ancaman yang sangat serius bagi kedaulatan NKRI.
"Pemerintah RI harus pro aktif, jangan biarkan kondisi ini semakin memburuk. Harus dilakukan langkah-langkah strategis demi mengecilkan peluang OPM jika masih ingin Papua menjadi bagian dari Indonesia," tegas Pengamat Internasional dari Universitas Indonesia (UI), Bantarto Bandoro, kepada Sindonews, Rabu (23/10/2013).
Dikatakan Bantarto, pemerintah dalam hal ini dinilai terlalu menganggap remeh kekuatan yang dimiliki OPM. Padahal, kantor-kantor perwakilan OPM di sejumlah negara sudah banyak berdiri, termasuk dukungan yang terus mengalir dari sejumlah negara kepada perjuangan rakyat Papua.
"Pemerintah harus terus memonitor pergerakan OPM, tidak perlu melakukan tindakan yang keras, balaslah dengan jalur diplomasi pula," paparnya.
Menurutnya, Inggris, Belanda, Australia memberikan ruang kepada Papua, sebagai bentuk apresiasi terhadap perjuangan rakyat Papua. Mereka, lanjut Bantarto, bermaksud memperjuangkan hak asasi manusia (HAM) warga Papua yang terlihat tergadaikan di tengah sumber daya alam yang melimpah.
"Mereka (negara-negara pendukung OPM) ingin memberikan kesempatan kepada rakyat Papua untuk menemukan jati dirinya, sekaligus memperlihatkan kepada pemerintah, jika RI tidak baik dalam mengurus Papua," bilang Bantarto.
Senada dengan Bantarto, Pengamat Intelijen, AC Manulang, juga meminta agar Pemerintah Indonesia mewaspadai jalur diplomasi yang dijalankan OPM. Saat ini, OPM terus mencoba mencari dukungan dari Australia, AS, Uni Eropa.
Ia juga mengatakan, keberadaan pangkalan militer AS di Australia semakin memperjelas keinginan negara Paman Sam dan Australia melepaskan Papua dari Indonesia.
“Walaupun dalam berbagai forum internasional, kedua negara ini mendukung Papua dalam wilayah Indonesia, tetapi secara diam-diam memberikan dukungan ke OPM. Kasusnya sama seperti lepasnya Timor-Timur dari NKRI,” jelas Manullang.
Selain itu, kata Manullang, gerakan OPM juga mendapat dukungan dari gerakan misionaris internasional. “Gereja biasanya bermain di dua kaki, bekerja kemanusiaan, tetapi juga politis yaitu mendukung OPM,” pungkasnya.
Baca juga: Kantor OPM di Belanda diresmikan
Selain menggunakan cara gerilya, OPM juga terus memfokuskan jalur diplomatik internasional dengan memanfaatkan jaringan politikus di luar negeri yang memberikan dukungan bagi kemerdekaan Papua.
Upaya mereka kembali berbuah hasil. Terbukti, Parlemen Internasional untuk Papua Barat (IPWP) telah kembali meluncurkan sebuah grup yang diberi nama ”All Party Parliamentary Group for West Papua”, atau Grup Parlemen dari semua partai untuk Papua Barat, yang terdiri dari anggota parlemen Inggris yang diambil dari setiap partai politik.
Kelompok ini nantinya akan mengadakan pertemuan rutin membahas dua situasi, yakni hak asasi manusia (HAM) dan status politik Papua Barat.
Kelompok Parlemen Partai untuk Papua Barat ini diketuai oleh Rt Hon Andrew Smith MP, dari Partai Buruh, yang merupakan pendiri IPWP. Pertemuan pertama kalender Parlemen tahun ini telah berlangsung Rabu, 16 Oktober lalu, di Gedung Parlemen Inggris.
Atas kondisi tersebut, Pemerintah RI diminta reaktif untuk menanggapi langkah propaganda yang terus dilakukan OPM. Pasalnya, jika terus dibiarkan, bukan tidak mungkin jika OPM menjadi ancaman yang sangat serius bagi kedaulatan NKRI.
"Pemerintah RI harus pro aktif, jangan biarkan kondisi ini semakin memburuk. Harus dilakukan langkah-langkah strategis demi mengecilkan peluang OPM jika masih ingin Papua menjadi bagian dari Indonesia," tegas Pengamat Internasional dari Universitas Indonesia (UI), Bantarto Bandoro, kepada Sindonews, Rabu (23/10/2013).
Dikatakan Bantarto, pemerintah dalam hal ini dinilai terlalu menganggap remeh kekuatan yang dimiliki OPM. Padahal, kantor-kantor perwakilan OPM di sejumlah negara sudah banyak berdiri, termasuk dukungan yang terus mengalir dari sejumlah negara kepada perjuangan rakyat Papua.
"Pemerintah harus terus memonitor pergerakan OPM, tidak perlu melakukan tindakan yang keras, balaslah dengan jalur diplomasi pula," paparnya.
Menurutnya, Inggris, Belanda, Australia memberikan ruang kepada Papua, sebagai bentuk apresiasi terhadap perjuangan rakyat Papua. Mereka, lanjut Bantarto, bermaksud memperjuangkan hak asasi manusia (HAM) warga Papua yang terlihat tergadaikan di tengah sumber daya alam yang melimpah.
"Mereka (negara-negara pendukung OPM) ingin memberikan kesempatan kepada rakyat Papua untuk menemukan jati dirinya, sekaligus memperlihatkan kepada pemerintah, jika RI tidak baik dalam mengurus Papua," bilang Bantarto.
Senada dengan Bantarto, Pengamat Intelijen, AC Manulang, juga meminta agar Pemerintah Indonesia mewaspadai jalur diplomasi yang dijalankan OPM. Saat ini, OPM terus mencoba mencari dukungan dari Australia, AS, Uni Eropa.
Ia juga mengatakan, keberadaan pangkalan militer AS di Australia semakin memperjelas keinginan negara Paman Sam dan Australia melepaskan Papua dari Indonesia.
“Walaupun dalam berbagai forum internasional, kedua negara ini mendukung Papua dalam wilayah Indonesia, tetapi secara diam-diam memberikan dukungan ke OPM. Kasusnya sama seperti lepasnya Timor-Timur dari NKRI,” jelas Manullang.
Selain itu, kata Manullang, gerakan OPM juga mendapat dukungan dari gerakan misionaris internasional. “Gereja biasanya bermain di dua kaki, bekerja kemanusiaan, tetapi juga politis yaitu mendukung OPM,” pungkasnya.
Baca juga: Kantor OPM di Belanda diresmikan
(rsa)