Petani sekitar Citarum ditawari agroforest
A
A
A
Sindonews.com - Para petani yang selama ini bercocok tanam di lahan sekitar Sungai Citarum akan mendapat kompensasi menggiurkan. Itu demi mencegah lahan sekitar Sungai Citarum mengalami erosi terus-menerus.
Direktur Penatagunaan Direktorat Sumber Daya Air, Arie Setyadi Moerwanto, mengaku memiliki konsep untuk penataan Sungai Citarum. Salah satunya adalah mencegah agar erosi di Sungai Citarum tidak terus terjadi.
Erosi yang terjadi di sekitar Sungai Citarum mengakibatkan sedimentasi atau pendangkalan sungai. Hal itu membuat fungsi sungai berkurang.
Erosi disebabkan banyaknya lahan di sekitar Sungai Citarum yang ditanami kentang, terutama di wilayah dekat hulu Sungai Citarum. Tanaman itu tidak memiliki kemampuan kuat untuk mengikat tanah dan menyerap air.
Akibatnya erosi terjadi dan membuat Sungai Citarum menjadi dangkal.
Salah satu konsep yang ditawarkan adalah agroforest. Para petani mengganti tanamannya dengan tanaman lain yang memiliki fungsi mengikat tanah dan mampu menyerap air dengan baik, misalnya dengan menanam buah-buahan.
Tapi ada tantangan besar untuk agroforest itu. Pertama adalah hasilnya tidak akan bisa dinikmati singkat. Minimal buah-buahan yang ditanam akan berfungsi lima tahun setelah ditanam.
"Tantangan kedua, agroforest itu membuat penghasilan (petani) lebih kecil dari tanaman kecil seperti kentang," kata Arie di Bandung, Jawa Barat, Minggu (20/10/2013).
Dari hasil perbincangan dengan para petani, Arie mengatakan mereka mengaku sengaja menanam kentang atau tanaman lain karena penghasilannya lebih menggiurkan.
Hal itu jadi salah satu kendala besar agar petani mau beralih ke komodoiti lain yang mampu menjaga Sungai Citarum tidak menjadi semakin dangkal.
Solusinya, para petani akan diberikan insentif. Pertama dengan membuat pajak bumi dan bangunan (PBB) petani akan dibuat lebih murah jika tanaman yang ditanam sesuai dengan yang direkomendasikan.
"Kedua, mereka ada jaminan kesehatan, jadi untuk para petani dapat jaminan kesehatan," ungkapnya. Ketiga adalah memberikan beasiswa bagi anak para petani hingga hingga perguruan tinggi.
"Tantangannya, uangnya dari mana? Kita akan cari dari biaya jasa pengelolaan sumber daya air," jelas Arie.
Hal itu menurutnya gampang dilakukan. Negosiasi dengan berbagai pihak terkait sudah dilakukan. "Kita lagi negosiasi dan titik terangnya ada," ujarnya.
Tapi yang jadi permasalah adalah para petani kebanyakan bukan pemilik lahan. Mereka mayoritas adalah para penggarap yang mendapat upah atau kompensasi dari pemilik lahan.
"Ini kalau sasaran nantinya akan lebih pelik," ucap Arie.
Ke depan, berbagai solusi akan dipikirkan sebelum benar-benar diberlakukan. Sehingga berbagai solusi yang ada bisa berjalan sesuai skema untuk menjadikan Sungai Citarum bersih dan tidak lagi jadi salah satu sungai terkotor di dunia. Koordinasi dengan berbagai pihak terkait pun akan terus dilakukan.
Direktur Penatagunaan Direktorat Sumber Daya Air, Arie Setyadi Moerwanto, mengaku memiliki konsep untuk penataan Sungai Citarum. Salah satunya adalah mencegah agar erosi di Sungai Citarum tidak terus terjadi.
Erosi yang terjadi di sekitar Sungai Citarum mengakibatkan sedimentasi atau pendangkalan sungai. Hal itu membuat fungsi sungai berkurang.
Erosi disebabkan banyaknya lahan di sekitar Sungai Citarum yang ditanami kentang, terutama di wilayah dekat hulu Sungai Citarum. Tanaman itu tidak memiliki kemampuan kuat untuk mengikat tanah dan menyerap air.
Akibatnya erosi terjadi dan membuat Sungai Citarum menjadi dangkal.
Salah satu konsep yang ditawarkan adalah agroforest. Para petani mengganti tanamannya dengan tanaman lain yang memiliki fungsi mengikat tanah dan mampu menyerap air dengan baik, misalnya dengan menanam buah-buahan.
Tapi ada tantangan besar untuk agroforest itu. Pertama adalah hasilnya tidak akan bisa dinikmati singkat. Minimal buah-buahan yang ditanam akan berfungsi lima tahun setelah ditanam.
"Tantangan kedua, agroforest itu membuat penghasilan (petani) lebih kecil dari tanaman kecil seperti kentang," kata Arie di Bandung, Jawa Barat, Minggu (20/10/2013).
Dari hasil perbincangan dengan para petani, Arie mengatakan mereka mengaku sengaja menanam kentang atau tanaman lain karena penghasilannya lebih menggiurkan.
Hal itu jadi salah satu kendala besar agar petani mau beralih ke komodoiti lain yang mampu menjaga Sungai Citarum tidak menjadi semakin dangkal.
Solusinya, para petani akan diberikan insentif. Pertama dengan membuat pajak bumi dan bangunan (PBB) petani akan dibuat lebih murah jika tanaman yang ditanam sesuai dengan yang direkomendasikan.
"Kedua, mereka ada jaminan kesehatan, jadi untuk para petani dapat jaminan kesehatan," ungkapnya. Ketiga adalah memberikan beasiswa bagi anak para petani hingga hingga perguruan tinggi.
"Tantangannya, uangnya dari mana? Kita akan cari dari biaya jasa pengelolaan sumber daya air," jelas Arie.
Hal itu menurutnya gampang dilakukan. Negosiasi dengan berbagai pihak terkait sudah dilakukan. "Kita lagi negosiasi dan titik terangnya ada," ujarnya.
Tapi yang jadi permasalah adalah para petani kebanyakan bukan pemilik lahan. Mereka mayoritas adalah para penggarap yang mendapat upah atau kompensasi dari pemilik lahan.
"Ini kalau sasaran nantinya akan lebih pelik," ucap Arie.
Ke depan, berbagai solusi akan dipikirkan sebelum benar-benar diberlakukan. Sehingga berbagai solusi yang ada bisa berjalan sesuai skema untuk menjadikan Sungai Citarum bersih dan tidak lagi jadi salah satu sungai terkotor di dunia. Koordinasi dengan berbagai pihak terkait pun akan terus dilakukan.
(lns)