Bawaslu minta media - ormas kawal pilkada & pemilu
A
A
A
Sindonews.com - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad, mengajak media massa dan organisasi kemasyarakatan (Ormas) untuk memanfaatkan sumber dayanya secara maksimal dalam mengawasi dan mengawal proses pemilihan umum (Pemilu) maupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Indonesia.
"Kita perlu partisipasi semua, terutama media massa dan kawan-kawan ormas, termasuk mahasiswa," kata Muhammad di Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat (Sulbar), Senin (7/10/2013).
Muhammad mengatakan, Bawaslu sangat terbatas dalam melakukan pengawasan penyelenggaraan pesta demokrasi.
Tidak hanya pada personel di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten yang harus ditambah tapi juga sampai ke tingkat Panitia Pengawas Lapangan (PPL).
Dalam meningkatkannya akan dilakukan kerja sama dengan kampus-kampus di Indonesia untuk merekrut mahasiswa sebagai pengawas pemilu hingga sejuta orang.
"Pengawasan partisipatif ini diperlukan untuk mengawal proses pemilu yang menentukan jalannya kehidupan berbangsa dan bernegara selanjutnya," tutur Muhammad.
Semua pihak harus menyadarkan masyarakat bahwa pemilu dan hasil pemilu bukan tidak berdampak kepada nasib kehidupan masyarakat.
"Anggota DPRD, anggota DPR, bupati, wali kota, hingga presiden yang dipilih itu turut menentukan bagaimana kehidupan selanjutnya. Karena itu jangan sampai salah pilih. Apalagi, di Polman ini sebentar lagi akan memilih pemimpin baru," imbaunya.
Menurut Muhammad, peran ormas juga tidak kalah penting karena ormas bisa memrepresentasikan keinginan publik yang dapat dituangkan dalam bentuk masukan kepada pemerintah ataupun penguasa.
Apalagi ormas yang memiliki jaringan yang mengakar di masyarakat dan lepas dari struktur birokrasi dan pemerintahan.
Muhammad menyebutkan, Bawaslu memiliki sumber daya manusia dan anggaran yang sangat terbatas. Anggaran untuk Bawaslu yang disetujui DPR hanya Rp800 miliar untuk tahun anggaran ini.
Di tingkat pusat, pengawas pemilu hanya lima orang, di provinsi hanya ada tiga orang, di tingkat kabupaten/kota ada tiga orang, di tingkat kecamatan ada tiga orang, dan 1-5 orang menjadi Panitia Pengawas Lapangan (PPL) untuk tingkat desa.
Bahkan, sebelum diberlakukannya UU No. 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu, PPL hanya satu orang.
"Idealnya, satu orang pengawas pemilu untuk satu TPS. Namun, di beberapa daerah, satu PPL mengawasi puluhan bahkan ratusan TPS. Itu kandidat mustahil bisa dilakukan. Makanya di sinilah letak pernah media ormas dan perguruan Tinggi," tambah Muhammad.
Hal senada disampaikan Ketua Bawaslu Sulawesi Selatan (Sulsel), Arumahi. Menurut dia, peran media sangat besar dalam melakukan pengawasan dalam pelaksanaan pemilu maupun pilkada.
"Secara tidak langsung, media sangat membantu Bawaslu dalam melakukan pengawasan jalannya proses demokrasi. Karena informasi dari media bisa menj adi temuan terhadap potensi pelanggaran dalam pemilu maupun Pilkada tutur Arumhi.
"Kita perlu partisipasi semua, terutama media massa dan kawan-kawan ormas, termasuk mahasiswa," kata Muhammad di Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat (Sulbar), Senin (7/10/2013).
Muhammad mengatakan, Bawaslu sangat terbatas dalam melakukan pengawasan penyelenggaraan pesta demokrasi.
Tidak hanya pada personel di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten yang harus ditambah tapi juga sampai ke tingkat Panitia Pengawas Lapangan (PPL).
Dalam meningkatkannya akan dilakukan kerja sama dengan kampus-kampus di Indonesia untuk merekrut mahasiswa sebagai pengawas pemilu hingga sejuta orang.
"Pengawasan partisipatif ini diperlukan untuk mengawal proses pemilu yang menentukan jalannya kehidupan berbangsa dan bernegara selanjutnya," tutur Muhammad.
Semua pihak harus menyadarkan masyarakat bahwa pemilu dan hasil pemilu bukan tidak berdampak kepada nasib kehidupan masyarakat.
"Anggota DPRD, anggota DPR, bupati, wali kota, hingga presiden yang dipilih itu turut menentukan bagaimana kehidupan selanjutnya. Karena itu jangan sampai salah pilih. Apalagi, di Polman ini sebentar lagi akan memilih pemimpin baru," imbaunya.
Menurut Muhammad, peran ormas juga tidak kalah penting karena ormas bisa memrepresentasikan keinginan publik yang dapat dituangkan dalam bentuk masukan kepada pemerintah ataupun penguasa.
Apalagi ormas yang memiliki jaringan yang mengakar di masyarakat dan lepas dari struktur birokrasi dan pemerintahan.
Muhammad menyebutkan, Bawaslu memiliki sumber daya manusia dan anggaran yang sangat terbatas. Anggaran untuk Bawaslu yang disetujui DPR hanya Rp800 miliar untuk tahun anggaran ini.
Di tingkat pusat, pengawas pemilu hanya lima orang, di provinsi hanya ada tiga orang, di tingkat kabupaten/kota ada tiga orang, di tingkat kecamatan ada tiga orang, dan 1-5 orang menjadi Panitia Pengawas Lapangan (PPL) untuk tingkat desa.
Bahkan, sebelum diberlakukannya UU No. 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu, PPL hanya satu orang.
"Idealnya, satu orang pengawas pemilu untuk satu TPS. Namun, di beberapa daerah, satu PPL mengawasi puluhan bahkan ratusan TPS. Itu kandidat mustahil bisa dilakukan. Makanya di sinilah letak pernah media ormas dan perguruan Tinggi," tambah Muhammad.
Hal senada disampaikan Ketua Bawaslu Sulawesi Selatan (Sulsel), Arumahi. Menurut dia, peran media sangat besar dalam melakukan pengawasan dalam pelaksanaan pemilu maupun pilkada.
"Secara tidak langsung, media sangat membantu Bawaslu dalam melakukan pengawasan jalannya proses demokrasi. Karena informasi dari media bisa menj adi temuan terhadap potensi pelanggaran dalam pemilu maupun Pilkada tutur Arumhi.
(lns)