Masyarakat tak simpati, mahasiswa Unismuh diminta intropeksi
A
A
A
Sindonews.com - Aksi unjukrasa yang dilakukan mahasiswa di Kota Makassar dalam beberapa hari terakhir ini, dinilai sudah tidak mendatangkan simpati dari masyarakat pengguna jalan.
Bahkan, pengguna jalan sudah mulai mempertanyakan keintelekan mahasiswa, hingga terjadi benturan antara pengunjuk rasa dan masyarakat di depan Kampus Unismuh, Selasa (24/9) lalu.
"Kalau sudah begini, mahasiswa harus intropeksi diri atas aksi mereka selama ini. Cara-cara mereka dengan menutup jalan, jelas merugikan orang banyak," ujar Psikolog UNM Makassar, Widyastuti, Rabu (25/9/2013).
Dengan aksi memblokir ruas jalan, banyak pihak yang akan dirugikan dan tak sedikit membuat masyarakat menjadi terzolimi.
Olehnya itu, Widyastuti meminta seluruh aktivis mahasiswa untuk mempertimbangkan cara-cara lama tersebut, sehingga aksi mereka bisa mendapatkan dukungan dari masyarakat.
"Masyarakat sekarang sudah capek, dan cara-cara pemblokiran jalan oleh mahasiswa sudah tidak jaman lagi di saat sekarang ini," bebernya.
Widyastuti memberikan masukan, mahasiswa bisa melakukan cara-cara elegan mendesak aparat kepolisian untuk mengusut tuntas penembakan Agsal Praditya alias Awal (23), pekan lalu.
"Bisa dengan menghadap Kapolda dan Kapolrestabes untuk menyuarakan tuntutannya. Menutup jalan itu istilahnya sudah mati jaman," pungkasnya.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Sosiolog Unhas M Darwis. Menurutnya, aksi penutupan jalan dalam setiap berunjuk rasa, tak lagi mengundang empati masyarakat luas.
"Kalau begini, bukan simpati yang mahasiswa dapat, melainkan antipati dari masyarakat pengguna jalan," kata Darwis kepada SINDO.
Menurutnya, kalau memang mahasiswa betul-betul ingin menuntaskan kasus penembakan Agsal, harusnya mereka berunjuk rasa di markas kepolisian, bukan di depan kampusnya.
"Sudah saatnya mahasiswa mengubah gerakannya dengan menunjukkan cara-cara elegan, bukan dengan membakar ban bekas dan menutup jalan," pungkasnya.
Diberitakan, dalam dua hari terakhir ini, terjadi bentrokan di depan Kampus Unismuh Jalan Sultan Alauddin, Kecamatan Rappocini.
Bahkan, pada Selasa (24/9), mahasiswa saling serang dengan masyarakat selama tiga jam, sehingga menyebabkan akses Kota Makassar-Kab Gowa tersebut lumpuh.
Kabid Humas Polda Sulselbar Kombes Pol Endi Sutendi mengimbau mahasiswa untuk tetap menjaga ketertiban umum dalam menggelar setiap aksi unjuk rasa.
Menurutnya, aksi turun ke jalan dilindungi oleh Undang-undang, namun harus tetap mengedepankan etika dan tidak mengganggu kepentingan pengguna jalan.
Saat disinggung mengenai kasus penembakan Agsal yang menyebabkannya meninggal dunia, saat ini sudah ditangani oleh Propam Polrestabes Makassar.
"Kalau pun ada pelanggaran SOP dalam kasus itu, anggota polisi yang menembak pasti diproses sesuai hukum yang berlaku," ujar Endi.
Bahkan, pengguna jalan sudah mulai mempertanyakan keintelekan mahasiswa, hingga terjadi benturan antara pengunjuk rasa dan masyarakat di depan Kampus Unismuh, Selasa (24/9) lalu.
"Kalau sudah begini, mahasiswa harus intropeksi diri atas aksi mereka selama ini. Cara-cara mereka dengan menutup jalan, jelas merugikan orang banyak," ujar Psikolog UNM Makassar, Widyastuti, Rabu (25/9/2013).
Dengan aksi memblokir ruas jalan, banyak pihak yang akan dirugikan dan tak sedikit membuat masyarakat menjadi terzolimi.
Olehnya itu, Widyastuti meminta seluruh aktivis mahasiswa untuk mempertimbangkan cara-cara lama tersebut, sehingga aksi mereka bisa mendapatkan dukungan dari masyarakat.
"Masyarakat sekarang sudah capek, dan cara-cara pemblokiran jalan oleh mahasiswa sudah tidak jaman lagi di saat sekarang ini," bebernya.
Widyastuti memberikan masukan, mahasiswa bisa melakukan cara-cara elegan mendesak aparat kepolisian untuk mengusut tuntas penembakan Agsal Praditya alias Awal (23), pekan lalu.
"Bisa dengan menghadap Kapolda dan Kapolrestabes untuk menyuarakan tuntutannya. Menutup jalan itu istilahnya sudah mati jaman," pungkasnya.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Sosiolog Unhas M Darwis. Menurutnya, aksi penutupan jalan dalam setiap berunjuk rasa, tak lagi mengundang empati masyarakat luas.
"Kalau begini, bukan simpati yang mahasiswa dapat, melainkan antipati dari masyarakat pengguna jalan," kata Darwis kepada SINDO.
Menurutnya, kalau memang mahasiswa betul-betul ingin menuntaskan kasus penembakan Agsal, harusnya mereka berunjuk rasa di markas kepolisian, bukan di depan kampusnya.
"Sudah saatnya mahasiswa mengubah gerakannya dengan menunjukkan cara-cara elegan, bukan dengan membakar ban bekas dan menutup jalan," pungkasnya.
Diberitakan, dalam dua hari terakhir ini, terjadi bentrokan di depan Kampus Unismuh Jalan Sultan Alauddin, Kecamatan Rappocini.
Bahkan, pada Selasa (24/9), mahasiswa saling serang dengan masyarakat selama tiga jam, sehingga menyebabkan akses Kota Makassar-Kab Gowa tersebut lumpuh.
Kabid Humas Polda Sulselbar Kombes Pol Endi Sutendi mengimbau mahasiswa untuk tetap menjaga ketertiban umum dalam menggelar setiap aksi unjuk rasa.
Menurutnya, aksi turun ke jalan dilindungi oleh Undang-undang, namun harus tetap mengedepankan etika dan tidak mengganggu kepentingan pengguna jalan.
Saat disinggung mengenai kasus penembakan Agsal yang menyebabkannya meninggal dunia, saat ini sudah ditangani oleh Propam Polrestabes Makassar.
"Kalau pun ada pelanggaran SOP dalam kasus itu, anggota polisi yang menembak pasti diproses sesuai hukum yang berlaku," ujar Endi.
(rsa)