Kembaran bayi penjual cincau menempel di mulut

Senin, 23 September 2013 - 13:47 WIB
Kembaran bayi penjual cincau menempel di mulut
Kembaran bayi penjual cincau menempel di mulut
A A A
Sindonews.com - Senang bercampur sedih kini berkecamuk di hati Aep Saepudin(36) setelah baru saja memiliki anak ketiga yang diberi nama Ginan Septian Nugraha.

Yang membuatnya sedih tentu adalah kondisi Ginan yang lahir pada 19 September lalu. Dari mulut Ginan, menempel seonggok daging yang belakangan diketahui adalah kembarannya.

Ginan lahir lewat bantuan bidan desa. Ia lahir dengan berat badan 3,8 kilogram. Tapi tanpa disangka, ada kelainan yang diderita Ginan. Bidan pun langsung merujuk Ginan ke RS Cibabat Kota Cimahi. RS Cibabat pun ternyata angkat tangan. Ginan lalu dirujuk ke RS Hasan Sadikin (RSHS). Hingga kini, Ginan masih menjalani perawatan intensif di ruang NICU RSHS.

Daging yang menempel di mulut bagian atas Ginan itu ternyata kembarannya yang tidak tumbuh dengan sempurna. Daging itu sebagian sudah berbentuk mirip badan, tangan, dan kaki, tapi tidak memiliki kepala.

Menurut Aep, kehamilan sang istri, Yani Mulyani (33), berlangsung normal. "Istri saya hamil 9 bulan 10 hari," kata Aep di RSHS, Senin (23/9/2013).

Saat usia kehamilan menginjak 7 bulan, ia sempat memeriksakan kandungan istrinya ke dokter dan dilakukan USG. "Kata dokter bayinya sehat dan cuma ada satu," ungkapnya.

Sedangkan saat proses kelahiran yang berlangsung di rumah, Aep menyebut istrinya mengalami pendarahan hebat. Bidan yang menangani kelahiran Ginan pun terkejut dengan kondisi sang bayi.

"Kata bidan, daging itu sepertinya tumor. Makanya langsung dibawa ke rumah sakit," tuturnya.

Selidik punya selidik, daging itu akhirnya diketahui sebagai kembaran Ginan. Aep yang berprofesi sebagai penjual es cincau itu pun kini hanya punya satu mimpi sederhana. "Saya pengin anak saya sembuh, sehat," ucapnya.

Sementara disinggung apakah punya garis keturunan kembar, Aep menyebut ada keluarga dari istrinya yang kembar.

Ia berharap Ginan bisa segera dioperasi agar bisa tumbuh normal dan sehat. Sedangkan untuk biaya pengobatan, Aep mengandalkan jampersal. Ia pun tidak tahu apakah biaya operasi nantinya akan ditanggung pemerintah atau tidak.

Jika tidak ditanggung pemerintah, Aep yang merupakan warga Kampung Cikadu, Desa Ciroyom Hilir, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat, mengaku bingung.

"Pendapatan saya cuma Rp50 ribu per hari," bebernya. Itu pun tidak pasti. Kadang lebih, kadang kurang dari Rp50 ribu.
(rsa)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6497 seconds (0.1#10.140)