Pembunuh Kades Krinjing divonis 18 tahun penjara
A
A
A
Sindonews.com - Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Magelang menjatuhkan vonis 18 tahun penjara terhadap Sumadi Edi Prayitno (44), terdakwa kasus pembunuhan Barnabas Kadar (41), Kepala Desa Krinjing, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Mendengar putusan itu, warga yang menyaksikan jalannya sidang pun mengamuk.
Ratusan warga dari Desa Krinjing, Mangunsuko, Keningar, Sewukan, dan Sengi, memaksa masuk ke dalam ruang persidangan. Mereka tidak menerima putusan hakim tersebut. Selama ini, warga mendesak majelis hakim untuk menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap Sumadi.
Namun, aksi warga tersebut mampu dihalau aparat kepolisian dari Polres Kabupaten Magelang. Aksi saling dorong antara warga dan aparat pun tidak terhindarkan. Bahkan, sebagian warga berusaha mendobrak pagar besi yang menjadi pintu penghubung antara Pengadilan Negeri dan Kantor Kejaksaan Negeri Kabupaten Magelang.
Dalam sidang yang dipimpin majelis hakim yang diketuai oleh Delta Tamtama, dengan anggota Sulistiyanto Rokhmad dan Dian Nur Pratiwi, menyatakan Sumadi secara sah terbukti bersalah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana sesuai pasal 340 KUHP.
Hal yang memberatkan terdakwa, kata hakim, perbuatan terdakwa dinilai tidak berperikemanusiaan dengan membunuh korban secara sadis, yang mengakibatkan kesulitan ekonomi bagi keluarga korban. Mengingat korban merupakan Kepala Desa Krinjing dan satu-satunya tulang punggung keluarga.
Selain itu, perbuatan terdakwa berdampak pada psikologis keluarga korban, saksi-saksi, dan masyarakat di sekitar lokasi kejadian pembunuhan tersebut.
“Sedangkan yang meringankan adalah, terdakwa merupakan kepala dan tulang punggung bagi keluarga. Terdakwa juga telah mengakui semua perbuatannya selama di dalam persidangan,” ujar Delta, di muka sidang PN Magelang, Selasa (10/9/2013).
Sementara itu, salah seorang Kuasa Hukum terdakwa Ferry Pramudiyanto mengaku, keberatan terhadap vonis hakim. Menurutnya, pembunuhan berencana yang menjadi dasar utama majelis hakim menjatuhkan vonis tidak memiliki bukti kuat.
“Kami keberatan jika perbuatan klien kami dinyatakan melakukan pembunuhan berencana. Sebab, alat yang digunakan (kapak) itu sebenarnya memang digunakan untuk bekerja,” paparnya.
Selain itu, Ferry menambahkan, terdakwa berhak mendapat hukuman lebih ringan, mengingat statusnya sebagai kepala keluarga dan tulang punggung satu-satunya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Namun, pihaknya belum memberikan kepastian langkah akan mengajukan banding atau tidak.
“Kami akan menggunakan hak pikir-pikir untuk menentukan langkah selanjutnya. Paling lama tujuh hari,” jelasnya.
Sementara itu, Sri Nuryanti (38), istri Barnabas Kadar mengaku kecewa dengan putusan Majelis Hakim. Menurutnya, 18 tahun penjara belum sesuai dengan dampak yang diakibatkan oleh perbuatan terdakwa.
“Kami harus membangun keluarga tanpa seorang ayah (kepala keluarga). Seharusnya terdakwa diberi hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Sebab, suami saya tidak bisa kembali,” tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Barnabas Kadar dibunuh oleh Sumadi, pada Rabu 10 April 2013. Korban tewas dengan kondisi mengenaskan, menderita lima luka bacok di bagian kepala, leher, dan tubuh.
Kejadian bermula saat korban akan menjemput anak serta istrinya yang baru selesai mengikuti doa bersama persiapan ujian nasional (UN) di Kecamatan Dukun, sekira pukul 19.00 WIB. Namun, baru melaju sekitar 100 meter dari rumahnya, korban dihadang pelaku menggunakan sepeda motor Honda Vario bernopol AA 3149 MT.
Keduanya kemudian terlibat adu mulut, sehingga korban dipaksa pelaku untuk menepi di halaman rumah milik Purwanto (37), Dusun Semen RT 01/03, Desa Krinjing.
Tak selang lama, Sumadi mengeluarkan sebilah kapak dan menghabisi korban dengan sadis. Kadar pun tersungkur dengan luka bacok di bagian kepala, leher kiri, pundak kiri, bawah ketiak dan punggung.
Usai menghabisi korban, pelaku kemudian pulang ke rumahnya dengan maksud melakukan bunuh diri dengan menenggak racun insektisida (vinsol). Namun, upaya itu digagalkan oleh warga dan petugas kepolisian. Polisi bahkan terpaksa melumpuhkan pelaku dengan timah panas karena mencoba melarikan diri.
Ratusan warga dari Desa Krinjing, Mangunsuko, Keningar, Sewukan, dan Sengi, memaksa masuk ke dalam ruang persidangan. Mereka tidak menerima putusan hakim tersebut. Selama ini, warga mendesak majelis hakim untuk menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap Sumadi.
Namun, aksi warga tersebut mampu dihalau aparat kepolisian dari Polres Kabupaten Magelang. Aksi saling dorong antara warga dan aparat pun tidak terhindarkan. Bahkan, sebagian warga berusaha mendobrak pagar besi yang menjadi pintu penghubung antara Pengadilan Negeri dan Kantor Kejaksaan Negeri Kabupaten Magelang.
Dalam sidang yang dipimpin majelis hakim yang diketuai oleh Delta Tamtama, dengan anggota Sulistiyanto Rokhmad dan Dian Nur Pratiwi, menyatakan Sumadi secara sah terbukti bersalah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana sesuai pasal 340 KUHP.
Hal yang memberatkan terdakwa, kata hakim, perbuatan terdakwa dinilai tidak berperikemanusiaan dengan membunuh korban secara sadis, yang mengakibatkan kesulitan ekonomi bagi keluarga korban. Mengingat korban merupakan Kepala Desa Krinjing dan satu-satunya tulang punggung keluarga.
Selain itu, perbuatan terdakwa berdampak pada psikologis keluarga korban, saksi-saksi, dan masyarakat di sekitar lokasi kejadian pembunuhan tersebut.
“Sedangkan yang meringankan adalah, terdakwa merupakan kepala dan tulang punggung bagi keluarga. Terdakwa juga telah mengakui semua perbuatannya selama di dalam persidangan,” ujar Delta, di muka sidang PN Magelang, Selasa (10/9/2013).
Sementara itu, salah seorang Kuasa Hukum terdakwa Ferry Pramudiyanto mengaku, keberatan terhadap vonis hakim. Menurutnya, pembunuhan berencana yang menjadi dasar utama majelis hakim menjatuhkan vonis tidak memiliki bukti kuat.
“Kami keberatan jika perbuatan klien kami dinyatakan melakukan pembunuhan berencana. Sebab, alat yang digunakan (kapak) itu sebenarnya memang digunakan untuk bekerja,” paparnya.
Selain itu, Ferry menambahkan, terdakwa berhak mendapat hukuman lebih ringan, mengingat statusnya sebagai kepala keluarga dan tulang punggung satu-satunya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Namun, pihaknya belum memberikan kepastian langkah akan mengajukan banding atau tidak.
“Kami akan menggunakan hak pikir-pikir untuk menentukan langkah selanjutnya. Paling lama tujuh hari,” jelasnya.
Sementara itu, Sri Nuryanti (38), istri Barnabas Kadar mengaku kecewa dengan putusan Majelis Hakim. Menurutnya, 18 tahun penjara belum sesuai dengan dampak yang diakibatkan oleh perbuatan terdakwa.
“Kami harus membangun keluarga tanpa seorang ayah (kepala keluarga). Seharusnya terdakwa diberi hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Sebab, suami saya tidak bisa kembali,” tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Barnabas Kadar dibunuh oleh Sumadi, pada Rabu 10 April 2013. Korban tewas dengan kondisi mengenaskan, menderita lima luka bacok di bagian kepala, leher, dan tubuh.
Kejadian bermula saat korban akan menjemput anak serta istrinya yang baru selesai mengikuti doa bersama persiapan ujian nasional (UN) di Kecamatan Dukun, sekira pukul 19.00 WIB. Namun, baru melaju sekitar 100 meter dari rumahnya, korban dihadang pelaku menggunakan sepeda motor Honda Vario bernopol AA 3149 MT.
Keduanya kemudian terlibat adu mulut, sehingga korban dipaksa pelaku untuk menepi di halaman rumah milik Purwanto (37), Dusun Semen RT 01/03, Desa Krinjing.
Tak selang lama, Sumadi mengeluarkan sebilah kapak dan menghabisi korban dengan sadis. Kadar pun tersungkur dengan luka bacok di bagian kepala, leher kiri, pundak kiri, bawah ketiak dan punggung.
Usai menghabisi korban, pelaku kemudian pulang ke rumahnya dengan maksud melakukan bunuh diri dengan menenggak racun insektisida (vinsol). Namun, upaya itu digagalkan oleh warga dan petugas kepolisian. Polisi bahkan terpaksa melumpuhkan pelaku dengan timah panas karena mencoba melarikan diri.
(san)