5 daerah di Jabar mogok jual tempe dan tahu
A
A
A
Sindonews.com - Para pedagang tahu dan tempe di lima daerah di Jawa Barat mogok berjualan sebagai bentuk protes atas mahalnya harga kedelai. Mereka berencana mogok selama tiga hari mulai hari ini hingga Rabu (11/9/2013).
"Berdasarkan informasi yang masuk ke kami, ada sekira lima daerah yang pedagang tahu dan tempenya mogok jualan. Salah satunya Bandung," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat, Ferry Sofwan, di Gedung DPRD Jawa Barat, Kota Bandung, Senin (9/9/2013).
Ia mengaku paham tujuan pedagang melakukan aksi mogok jualan agar sebagai bentuk protes. Tapi ada hal lain yang menurutnya juga perlu diperhatikan.
"Kan masih ada perajin tahu dan tempe yang masih punya kedelai," ungkapnya.
Perajin yang masih punya kedelai, bukan berarti produksi dan ongkos produksi perajin tahu dan tempe berhenti. Sehingga perajin tahu dan tempe juga akan merugi, bukan hanya pedagang saja.
Ferry berharap, aksi mogok jualan itu berlangsung hanya satu hari. Sebab jika lebih dari satu hari, kerugian pihak-pihak yang terkait dengan tahu dan tempe akan makin besar.
Apalagi, tahu dan tempe jadi salah satu makanan favorit masyarakat. Jika pedagang mogok jualan, praktis masyarakat tidak bisa merasakan tahu dan tempe.
"Mudah-mudahan tidak lebih dari satu hari. Tahu dan tempe ini kan sangat dibutuhkan masyarakat," harap Ferry.
Selain itu, Ferry mengaku ada kekhawatiran tersendiri dari mogoknya para pedagang tahu dan tempe. Kekhawatiran itu adalah adanya konflik horisontal di antara sesama pedagang tahu dan tempe. Sebab tidak semua pedagang dan perajin tergabung dalam satu organisasi yang sama.
Ferry menambahkan, kebutuhan kedelai di tingkat nasional adalah sekira 2,5 juta ton per tahun. Dari jumlah itu, produksi kedelai lokal hanya 800 ton, sisanya adalah kedelai impor.
"Khusus untuk Jawa Barat, kebutuhannya sekira 216 ribu ton atau 9 persen dari kebutuhan nasional," pungkas Ferry.
"Berdasarkan informasi yang masuk ke kami, ada sekira lima daerah yang pedagang tahu dan tempenya mogok jualan. Salah satunya Bandung," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat, Ferry Sofwan, di Gedung DPRD Jawa Barat, Kota Bandung, Senin (9/9/2013).
Ia mengaku paham tujuan pedagang melakukan aksi mogok jualan agar sebagai bentuk protes. Tapi ada hal lain yang menurutnya juga perlu diperhatikan.
"Kan masih ada perajin tahu dan tempe yang masih punya kedelai," ungkapnya.
Perajin yang masih punya kedelai, bukan berarti produksi dan ongkos produksi perajin tahu dan tempe berhenti. Sehingga perajin tahu dan tempe juga akan merugi, bukan hanya pedagang saja.
Ferry berharap, aksi mogok jualan itu berlangsung hanya satu hari. Sebab jika lebih dari satu hari, kerugian pihak-pihak yang terkait dengan tahu dan tempe akan makin besar.
Apalagi, tahu dan tempe jadi salah satu makanan favorit masyarakat. Jika pedagang mogok jualan, praktis masyarakat tidak bisa merasakan tahu dan tempe.
"Mudah-mudahan tidak lebih dari satu hari. Tahu dan tempe ini kan sangat dibutuhkan masyarakat," harap Ferry.
Selain itu, Ferry mengaku ada kekhawatiran tersendiri dari mogoknya para pedagang tahu dan tempe. Kekhawatiran itu adalah adanya konflik horisontal di antara sesama pedagang tahu dan tempe. Sebab tidak semua pedagang dan perajin tergabung dalam satu organisasi yang sama.
Ferry menambahkan, kebutuhan kedelai di tingkat nasional adalah sekira 2,5 juta ton per tahun. Dari jumlah itu, produksi kedelai lokal hanya 800 ton, sisanya adalah kedelai impor.
"Khusus untuk Jawa Barat, kebutuhannya sekira 216 ribu ton atau 9 persen dari kebutuhan nasional," pungkas Ferry.
(rsa)