KPAK akan laporkan Kejari Semarang ke KPK
A
A
A
Sindonews.com - Komite Pendidikan Anti Korupsi (KPAK) Jawa Tengah (Jateng) akan melaporkan pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Semarang kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
KPAK menduga ada praktik suap yang terjadi di instansi tersebut mengenai bebasnya tersangka korupsi Lilik Purno Putranto dan Vendra Wasnury dari Lapas Klas I Kedungpane Semarang.
Hal itu diungkapkan Koordinator KPAK Jateng, BS Wirawan kepada SINDO, Selasa (3/9/2013). Menurut Wirawan, tedapat indikasi suap yang dilakukan kedua tersangka kepada pihak Kejari Semarang.
“Keduanya kan awalnya ditahan oleh pihak Kejari Semarang selama 20 hari, sambil menunggu pelimpahan kasus ke Pengadilan Tipikor Semarang. Namun baru empat hari menghuni sel tahanan, keduanya sudah keluar dan beralih status menjadi tahanan kota. Ini kan aneh,” kata dia.
Wirawan menambahkan, pihaknya menduga ada indikasi suap dalam kasus itu. Sebab, sepanjang sepengetahuannya, kasus ini baru pertama kali terjadi.
“Adanya penangguhan bagi tersangka kasus korupsi baru kali ini terjadi, kami menduga ada permainan antara tersangka dengan pihak jaksa. Kami akan melaporkannya kepada KPK agar turun mengusut kasus itu,” imbuhnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Kejari Semarang melalui Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus), ER Chandra, mengatakan penangguhan penahanan terhadap tersangka dikarenakan adanya jaminan bahwa tersangka akan bersikap kooperatif dan tidak melarikan diri.
“Namun terpenting adalah, adanya pengembalian uang negara dari tersangka, sehingga uang negara bisa pulih. Menurut kami, pemidanaan bukanlah tujuan utama dari pemberantasan kasus korupsi,” kata dia.
Chandra menambahkan, upaya mengembalikan kerugian Negara atau recovery asset saat ini menjadi kebijakan pimpinan di kejaksaan, baik ditingkat Kejati Jateng maupun Kejaksaan Agung. Kebijakan tersebut lebih mengutamakan agar kerugian negara bisa dipulihkan.
“Sebab selama ini, banyak kasus korupsi hanya bertujuan menghukum orangnya saja tanpa mempedulikan pengembalian kerugian Negara,” imbuhnya.
Terkait akan dilaporkannya Kejaksaan kepada KPK, Chandra enggan berkomentar. Sebab dirinya mengaku hanya menjalankan kebijakan dari pimpinan.
Meski begitu, kasus yang menyeret Lilik dan Vendra tetap berlangsung sampai saat ini meski keduanya tidak ditahan di Lapas Klas I Kedungpane Semarang. Keduanya akan segera disidangkan dalam waktu dekat, menyusul telah diterimanya berkas kedua tersangka oleh pihak Pengadilan Tipikor Semarang.
“Berkas sudah kami terima sejak Senin (2/9) lalu, selanjutnya akan diteruskan kepada ketua pengadilan untuk proses penetapan Majelis Hakim dan jadwal sidangnya,” kata Togar, juru bicara Pengadilan Tipikor Semarang.
Kasus ini bermula saat Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Semarang melaksanakan proyek pengadaan aplikasi PBB online 2011 lalu. Saat itu, Lilik masih menjabat sebagai Kepala Bagian Pajak Daerah DPKAD Semarang.
Dalam kasus ini, Lilik berperan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPKom), sementara Vendra adalah Direktur PT Adora Integrasi Solusi, selaku rekanan pihak ketiga untuk mengerjakan proyek tersebut. Keduanya diduga kongkalikong untuk mencairkan dana proyek seluruhnya, padahal proyek belum selesai dikerjakan.
KPAK menduga ada praktik suap yang terjadi di instansi tersebut mengenai bebasnya tersangka korupsi Lilik Purno Putranto dan Vendra Wasnury dari Lapas Klas I Kedungpane Semarang.
Hal itu diungkapkan Koordinator KPAK Jateng, BS Wirawan kepada SINDO, Selasa (3/9/2013). Menurut Wirawan, tedapat indikasi suap yang dilakukan kedua tersangka kepada pihak Kejari Semarang.
“Keduanya kan awalnya ditahan oleh pihak Kejari Semarang selama 20 hari, sambil menunggu pelimpahan kasus ke Pengadilan Tipikor Semarang. Namun baru empat hari menghuni sel tahanan, keduanya sudah keluar dan beralih status menjadi tahanan kota. Ini kan aneh,” kata dia.
Wirawan menambahkan, pihaknya menduga ada indikasi suap dalam kasus itu. Sebab, sepanjang sepengetahuannya, kasus ini baru pertama kali terjadi.
“Adanya penangguhan bagi tersangka kasus korupsi baru kali ini terjadi, kami menduga ada permainan antara tersangka dengan pihak jaksa. Kami akan melaporkannya kepada KPK agar turun mengusut kasus itu,” imbuhnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Kejari Semarang melalui Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus), ER Chandra, mengatakan penangguhan penahanan terhadap tersangka dikarenakan adanya jaminan bahwa tersangka akan bersikap kooperatif dan tidak melarikan diri.
“Namun terpenting adalah, adanya pengembalian uang negara dari tersangka, sehingga uang negara bisa pulih. Menurut kami, pemidanaan bukanlah tujuan utama dari pemberantasan kasus korupsi,” kata dia.
Chandra menambahkan, upaya mengembalikan kerugian Negara atau recovery asset saat ini menjadi kebijakan pimpinan di kejaksaan, baik ditingkat Kejati Jateng maupun Kejaksaan Agung. Kebijakan tersebut lebih mengutamakan agar kerugian negara bisa dipulihkan.
“Sebab selama ini, banyak kasus korupsi hanya bertujuan menghukum orangnya saja tanpa mempedulikan pengembalian kerugian Negara,” imbuhnya.
Terkait akan dilaporkannya Kejaksaan kepada KPK, Chandra enggan berkomentar. Sebab dirinya mengaku hanya menjalankan kebijakan dari pimpinan.
Meski begitu, kasus yang menyeret Lilik dan Vendra tetap berlangsung sampai saat ini meski keduanya tidak ditahan di Lapas Klas I Kedungpane Semarang. Keduanya akan segera disidangkan dalam waktu dekat, menyusul telah diterimanya berkas kedua tersangka oleh pihak Pengadilan Tipikor Semarang.
“Berkas sudah kami terima sejak Senin (2/9) lalu, selanjutnya akan diteruskan kepada ketua pengadilan untuk proses penetapan Majelis Hakim dan jadwal sidangnya,” kata Togar, juru bicara Pengadilan Tipikor Semarang.
Kasus ini bermula saat Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Semarang melaksanakan proyek pengadaan aplikasi PBB online 2011 lalu. Saat itu, Lilik masih menjabat sebagai Kepala Bagian Pajak Daerah DPKAD Semarang.
Dalam kasus ini, Lilik berperan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPKom), sementara Vendra adalah Direktur PT Adora Integrasi Solusi, selaku rekanan pihak ketiga untuk mengerjakan proyek tersebut. Keduanya diduga kongkalikong untuk mencairkan dana proyek seluruhnya, padahal proyek belum selesai dikerjakan.
(rsa)