Kesadaran hukum parpol masih rendah
A
A
A
Sindonews.com - Partai politik lokal dan nasional, masih belum mau terbuka terhadap sumber pedanaannya, kepada masyarakat. Padahal, tugas dan fungsi parpol adalah untuk melayani segenap kepentingan-kepentingan rakyat.
Menyikapi hal itu, Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh M Jafar Husen, memandang sinis. Tidak terbuka parpol dalam pendanaan, menurutnya akibat dari pemahaman dan kesadaran hukum mereka terhadap publik.
"Terdapat beberapa penyebab mengapa partai politik enggan terbuka kepada publik. Selain adanya pemahaman dan kesadaran hukum partai politik yang rendah, juga belum adanya itikad baik untuk terbuka, terutama soal pendanaan politiknya," ujar Jafar, dalam diskusi, di Ulee Kareng, Banda Aceh, Selasa (3/9/2013).
Penyebab lain, sambung Jafar, karena belum ada pemberian sanksi tegas terhadap parpol yang masih tertutup kepada publik, meskipun dalam aturan hukum sudah diatur, tapi realitanya belum terwujud.
Menurutnya, transparansi dan akuntabilitas parpol merupakan hak publik. Parpol di Aceh, diminta terbuka kepada publik, untuk memenuhi prinsip tata kelola badan publik yang baik, dan mencegah terjadinya penyimpangan.
"Peran dari CSO (lembaga sipil) dan media massa sangat diharapkan, dan punya pengaruh besar untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas partai politik di Aceh," sebut mantan Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh itu.
Jafar menambahkan, transparansi dan akuntabilitas parpol bukan hanya pada aspek keuangan semata. Melainkan juga pada aspek non-finansial, seperti pengambilan kebijakan-kebijakan partai politik.
Keberadaan Undang-undang No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, diharapkan bisa digunakan sebagai instrumen formal bagaimana keterbukaan informasi badan-badan publik, termasuk parpol terus dilakukan.
"Undang-undang ini termasuk Undang-undang No.2 tahun 2008 junto Undang-undang No.2 tahun 2011 tentang partai politik menjadi dasar hukum yang cukup kuat untuk mendorong partai politik berlaku transparan dan akuntabel," sebutnya.
Menyikapi hal itu, Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh M Jafar Husen, memandang sinis. Tidak terbuka parpol dalam pendanaan, menurutnya akibat dari pemahaman dan kesadaran hukum mereka terhadap publik.
"Terdapat beberapa penyebab mengapa partai politik enggan terbuka kepada publik. Selain adanya pemahaman dan kesadaran hukum partai politik yang rendah, juga belum adanya itikad baik untuk terbuka, terutama soal pendanaan politiknya," ujar Jafar, dalam diskusi, di Ulee Kareng, Banda Aceh, Selasa (3/9/2013).
Penyebab lain, sambung Jafar, karena belum ada pemberian sanksi tegas terhadap parpol yang masih tertutup kepada publik, meskipun dalam aturan hukum sudah diatur, tapi realitanya belum terwujud.
Menurutnya, transparansi dan akuntabilitas parpol merupakan hak publik. Parpol di Aceh, diminta terbuka kepada publik, untuk memenuhi prinsip tata kelola badan publik yang baik, dan mencegah terjadinya penyimpangan.
"Peran dari CSO (lembaga sipil) dan media massa sangat diharapkan, dan punya pengaruh besar untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas partai politik di Aceh," sebut mantan Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh itu.
Jafar menambahkan, transparansi dan akuntabilitas parpol bukan hanya pada aspek keuangan semata. Melainkan juga pada aspek non-finansial, seperti pengambilan kebijakan-kebijakan partai politik.
Keberadaan Undang-undang No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, diharapkan bisa digunakan sebagai instrumen formal bagaimana keterbukaan informasi badan-badan publik, termasuk parpol terus dilakukan.
"Undang-undang ini termasuk Undang-undang No.2 tahun 2008 junto Undang-undang No.2 tahun 2011 tentang partai politik menjadi dasar hukum yang cukup kuat untuk mendorong partai politik berlaku transparan dan akuntabel," sebutnya.
(san)