Jual trihex tanpa resep, izin apotek bisa dicabut
A
A
A
Sindonews.com – Peredaran pil trihexphenidyl (trihex) di Semarang cukup marak. Pihak kepolisian akan menulusuri dari mana obat itu bisa diperoleh. Sebab, trihex hanya bisa dibeli di apotek dengan menggunakan resep dokter.
Direktur Rerserse Narkotika dan Obat Berbahaya Polda Jawa Tengah, Komisaris Besar John Turman Panjaitan mengatakan trihex adalah jenis obat keras yang termasuk dalam daftar G. Pembeliannya harus menggunakan resep dokter.
“Itu bukan psikotropika, termasuk golongan benzohex. Kalau psikotropika itu jelas, bisa langsung diambil tindakan hukum tegas. Untuk trihex ini tentu harus ada turut andil dari Dinas Kesehatan, karena peredaran tanpa izin bisa dikenakan Undang – Undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 197 dan 198,” katanya saat ditemui di Mapolda Jawa Tengah, Kamis (22/8/2013).
Pada dua pasal itu, diketahui pada Pasal 197 diatur tentang aktivitas produksi atau mengedarkan sediaan farmasi atau alat kesehatan tanpa izin edar, pelakunya bisa dipidana maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp1,5miliar.
Sementara pada Pasal 198 diatur tentang setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk praktik kefarmasian bisa dipidana dan denda maksimal Rp100juta.
“Ini harus ditelusuri dari mana asal trihex itu. Jika terbukti dibeli tanpa izin, maka pasal – pasal itu bisa dikenakan. Untuk pihak apotek bisa dicabut izinnya, jika ini terus berulang dan dalam skala besar,” lanjutnya.
John mengakui, praktik penyelundupan trihex ini memang beragam, tak terkecuali yang terjadi di kompleks PN Semarang itu. Selain polisi, petugas kejaksaan hingga pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) juga harus bertindak sesuai proseduralnya.
“Obat ini menimbulkan efek ketergantungan,” terangnya.
Kepala Pengamanan Lapas Klas I Kedungpane Semarang, Maliki, mengatakan pihaknya secara kontinu melakukan berbagai langkah – langkah pencegahan. Selain razia rutin di sel tahanan, pengamanan tiap menjelang dan usai sidang terus dilakukan.
“Ini dalam bentuk pemeriksaan rutin. Tiap tahanan selesai sidang dan hendak kembali masuk Lapas, kami periksa. Semaunya kami telanjangi dan diperiksa apakah membawa barang – barang yang terlarang atau tidak,” katanya saat dihubungi KORAN SINDO telepon selulernya.
Terkait tahanan bernama Muhammad Amir (20) yang kedapatan membawa trihex di PN Semarang pada Rabu 21 Agustus Maliki mengaku sudah menerima laporan tersebut.
Saat diinterogasi di Lapas, kata dia, Amir tidak mengakui terkait trihex.
“Tapi kami ambil tindakan bukan berdasar pengakuan. Kami dapat laporan dan ada buktinya, langsung kami ambil tindakan disiplin. Tahanan bernama Amir itu sekarang ditahan sendirian. Sama seperti dua tahanan yang pada Rabu minggu kemarin tersangkut kasus serupa. Ditahan sendirian untuk beberapa minggu ke depan, nanti akan dikeluarkan lagi melihat perubahan dan penyesalan yang bersangkutan,” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, tahanan Muhammad Amir (20) tersangka kasus pencurian dengan kekerasan tertangkap tangan petugas Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Semarang usai bersidang.
Ditemukan 75 butir trihex dalam empat plastik kecil yang disembunyikan dalam bungkus rokok. Ia baru saja mengikuti proses sidang.
Insiden serupa juga terjadi pada Rabu 14 Agustus lalu. Saat itu, dua orang tahanan masih bawah umur yang menunggu sidang J dan A berada di sel tahanan PN Semarang menerima 14 butir trihex oleh temannya, R, 15. J dan A adalah terdakwa kasus pencurian tas dan handphone.
Pil itu disembunyikan dalam bungkus rokok, dan dimasukkan ke tas kresek berikut dua botol minuman berkarbonasi. Petugas Cabjari Semarang yang curiga, lantas memeriksanya, dan terbukti ditemukan trihex.
Antara R, A, dan J merupakan tetangga dan kawan bermain. R bertempattinggal di Pergiwati, A di Udowo Timur, sedangkan J di Mustakaweni. Menurut pengakuan R, pil trihex tersebut didapatkannya dari seorang pedagang sebuah warung nasi kucing dekat rumahnya, yaitu di daerah Perbalan.
R juga mengaku A memintanya mengirim trihex melalui pesan singkat (SMS) ke nomornya. A dan J sendiri diakui R mendekam di Lapas Klas I Kedungpane Semarang.
Direktur Rerserse Narkotika dan Obat Berbahaya Polda Jawa Tengah, Komisaris Besar John Turman Panjaitan mengatakan trihex adalah jenis obat keras yang termasuk dalam daftar G. Pembeliannya harus menggunakan resep dokter.
“Itu bukan psikotropika, termasuk golongan benzohex. Kalau psikotropika itu jelas, bisa langsung diambil tindakan hukum tegas. Untuk trihex ini tentu harus ada turut andil dari Dinas Kesehatan, karena peredaran tanpa izin bisa dikenakan Undang – Undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 197 dan 198,” katanya saat ditemui di Mapolda Jawa Tengah, Kamis (22/8/2013).
Pada dua pasal itu, diketahui pada Pasal 197 diatur tentang aktivitas produksi atau mengedarkan sediaan farmasi atau alat kesehatan tanpa izin edar, pelakunya bisa dipidana maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp1,5miliar.
Sementara pada Pasal 198 diatur tentang setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk praktik kefarmasian bisa dipidana dan denda maksimal Rp100juta.
“Ini harus ditelusuri dari mana asal trihex itu. Jika terbukti dibeli tanpa izin, maka pasal – pasal itu bisa dikenakan. Untuk pihak apotek bisa dicabut izinnya, jika ini terus berulang dan dalam skala besar,” lanjutnya.
John mengakui, praktik penyelundupan trihex ini memang beragam, tak terkecuali yang terjadi di kompleks PN Semarang itu. Selain polisi, petugas kejaksaan hingga pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) juga harus bertindak sesuai proseduralnya.
“Obat ini menimbulkan efek ketergantungan,” terangnya.
Kepala Pengamanan Lapas Klas I Kedungpane Semarang, Maliki, mengatakan pihaknya secara kontinu melakukan berbagai langkah – langkah pencegahan. Selain razia rutin di sel tahanan, pengamanan tiap menjelang dan usai sidang terus dilakukan.
“Ini dalam bentuk pemeriksaan rutin. Tiap tahanan selesai sidang dan hendak kembali masuk Lapas, kami periksa. Semaunya kami telanjangi dan diperiksa apakah membawa barang – barang yang terlarang atau tidak,” katanya saat dihubungi KORAN SINDO telepon selulernya.
Terkait tahanan bernama Muhammad Amir (20) yang kedapatan membawa trihex di PN Semarang pada Rabu 21 Agustus Maliki mengaku sudah menerima laporan tersebut.
Saat diinterogasi di Lapas, kata dia, Amir tidak mengakui terkait trihex.
“Tapi kami ambil tindakan bukan berdasar pengakuan. Kami dapat laporan dan ada buktinya, langsung kami ambil tindakan disiplin. Tahanan bernama Amir itu sekarang ditahan sendirian. Sama seperti dua tahanan yang pada Rabu minggu kemarin tersangkut kasus serupa. Ditahan sendirian untuk beberapa minggu ke depan, nanti akan dikeluarkan lagi melihat perubahan dan penyesalan yang bersangkutan,” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, tahanan Muhammad Amir (20) tersangka kasus pencurian dengan kekerasan tertangkap tangan petugas Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Semarang usai bersidang.
Ditemukan 75 butir trihex dalam empat plastik kecil yang disembunyikan dalam bungkus rokok. Ia baru saja mengikuti proses sidang.
Insiden serupa juga terjadi pada Rabu 14 Agustus lalu. Saat itu, dua orang tahanan masih bawah umur yang menunggu sidang J dan A berada di sel tahanan PN Semarang menerima 14 butir trihex oleh temannya, R, 15. J dan A adalah terdakwa kasus pencurian tas dan handphone.
Pil itu disembunyikan dalam bungkus rokok, dan dimasukkan ke tas kresek berikut dua botol minuman berkarbonasi. Petugas Cabjari Semarang yang curiga, lantas memeriksanya, dan terbukti ditemukan trihex.
Antara R, A, dan J merupakan tetangga dan kawan bermain. R bertempattinggal di Pergiwati, A di Udowo Timur, sedangkan J di Mustakaweni. Menurut pengakuan R, pil trihex tersebut didapatkannya dari seorang pedagang sebuah warung nasi kucing dekat rumahnya, yaitu di daerah Perbalan.
R juga mengaku A memintanya mengirim trihex melalui pesan singkat (SMS) ke nomornya. A dan J sendiri diakui R mendekam di Lapas Klas I Kedungpane Semarang.
(lns)