Hari Orangutan Dunia, aktivis Fora gelar aksi simpatik
A
A
A
Sindonews.com - Puluhan aktivis pecinta orangutan dari Forum Orangutan Aceh (Fora), menggelar kampanye damai untuk menyerukan penyelamatan populasi hewan orangutan dari kepunahan.
Aksi simpatik itu, digelar sebagai bentuk partisipasi di Hari Orangutan Dunia, di Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh, Selasa (20/8/2013). Dalam aksinya, mereka menyatakan keberadaan orangutan di dunia kini makin menurun akibat perburuan dan perambahan hutan.
Para aktivis tersebut juga membagikan stiker ajakan penyelamatan orangutan kepada pengguna jalan. Mereka juga menggelar aksi teatrikal yang menggambarkan kehidupan orangutan yang makin terancam. Aksi ini pun menyedot perhatian warga.
“Kampanye ini sangat penting sebagai salah satu momen besar untuk mensosialisasikan perlindungan dan penegakkan hukum untuk satwa liar Aceh, khususnya orangutan. Mengingat tingginya konflik satwa yang ada di Aceh, dimana satwa liar selalu jadi korban,” kata seorang aktivis Fora, Ratno Sugito kepada wartawan.
Menurutnya, orangutan adalah hewan unik yang terdapat di hutan-hutan Indonesia. Aceh sendiri dikatakannya memiliki populasi orangutan Sumatera (pongo abelli) terbanyak saat ini.
"Namun populasinya kini diperkirakan hanya tinggal sekira 5.000 ekor lagi. Yakni sebagian besarnya atau sekira 60 persen terdapat di Kawasan Ekosistem Leuser dan 40 persen lagi populasinya berada di Taman Nasional Gunung Leuser," jelasnya.
Ratno menyebutkan, dalam 10 tahun terakhir ada 220 orangutan yang berhasil disita dari pemelihara ilegal, masuk ke Balai Karantina Orangutan di Sibolangit, Sumatera Utara. Sayangnya sangat minim kasus pemeliharaan atau perburuan orangutan secara ilegal diproses secara hukum.
“Anehnya adalah 60 persen pelaku pemelihara secara ilegal ini adalah oknum aparatur negara, oknum PNS, TNI dan Polri,” ujarnya.
Menurutnya, untuk menyelamatkan orangutan Sumatera dari kepunahan, butuh penegakan hukum dan jaminan hutan sebagai tempat tinggal mereka dari perambahan dan perburuan.
“Pengubahan atau pengalih fungsian habitat satwa akan berbanding lurus dengan meningkatnya perburuan, perdangan, serta konflik satwa di wilayah Aceh,” katanya.
Aksi simpatik itu, digelar sebagai bentuk partisipasi di Hari Orangutan Dunia, di Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh, Selasa (20/8/2013). Dalam aksinya, mereka menyatakan keberadaan orangutan di dunia kini makin menurun akibat perburuan dan perambahan hutan.
Para aktivis tersebut juga membagikan stiker ajakan penyelamatan orangutan kepada pengguna jalan. Mereka juga menggelar aksi teatrikal yang menggambarkan kehidupan orangutan yang makin terancam. Aksi ini pun menyedot perhatian warga.
“Kampanye ini sangat penting sebagai salah satu momen besar untuk mensosialisasikan perlindungan dan penegakkan hukum untuk satwa liar Aceh, khususnya orangutan. Mengingat tingginya konflik satwa yang ada di Aceh, dimana satwa liar selalu jadi korban,” kata seorang aktivis Fora, Ratno Sugito kepada wartawan.
Menurutnya, orangutan adalah hewan unik yang terdapat di hutan-hutan Indonesia. Aceh sendiri dikatakannya memiliki populasi orangutan Sumatera (pongo abelli) terbanyak saat ini.
"Namun populasinya kini diperkirakan hanya tinggal sekira 5.000 ekor lagi. Yakni sebagian besarnya atau sekira 60 persen terdapat di Kawasan Ekosistem Leuser dan 40 persen lagi populasinya berada di Taman Nasional Gunung Leuser," jelasnya.
Ratno menyebutkan, dalam 10 tahun terakhir ada 220 orangutan yang berhasil disita dari pemelihara ilegal, masuk ke Balai Karantina Orangutan di Sibolangit, Sumatera Utara. Sayangnya sangat minim kasus pemeliharaan atau perburuan orangutan secara ilegal diproses secara hukum.
“Anehnya adalah 60 persen pelaku pemelihara secara ilegal ini adalah oknum aparatur negara, oknum PNS, TNI dan Polri,” ujarnya.
Menurutnya, untuk menyelamatkan orangutan Sumatera dari kepunahan, butuh penegakan hukum dan jaminan hutan sebagai tempat tinggal mereka dari perambahan dan perburuan.
“Pengubahan atau pengalih fungsian habitat satwa akan berbanding lurus dengan meningkatnya perburuan, perdangan, serta konflik satwa di wilayah Aceh,” katanya.
(rsa)