Pemekaran Pulau Taliabu Malut diminta ditinjau ulang
A
A
A
Sindonews.com - Pembentukan Kabupaten Pulau Taliabu, Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara (Malut), menjadi Daerah Otonomi Baru (DOB), diminta ditinjau ulang. Karena, pemekaran Pulau Taliabu, itu dinilai keinginan politik Bupati Sula Ahmad Hidayat Mus (AHM) dan kepentingan Partai Golkar semata.
"Sejumlah persyaratan sebenarnya belum terpenuhi. Selain itu, akses transportasi darat juga tidak ada, seperti lapangan terbang, perguruan tinggi, dan sarana telekomunikasi juga belum memadai juga," ujar Ketua Umum Himpunan Pelajar Mahasiswa Sula (HPMS) cabang Ternate Arman Pafagiat dalam rilis yang diterima Sindonews, Kamis (11/07/2013).
Ditambahkan dia, usulan pemekaran itu sebenarnya banyak data yang fiktif. Namun, tidak diverifikasi secara baik oleh tim DOB. "Masyarakat Sula dan Taliabu sebenarnya belum siap menerima pemekaran itu. Tetapi dipaksakan untuk memenuhi keinginan penguasa membagi-bagi wilayah kekuasaan baru untuk dijadikan kerajaan-kerajaan kecil," terangnya.
Dilanjutkan dia, kecamatan dan desa-desa yang dibentuk sebenarnya belum memenuhi kualifikasi untuk menjadi kecamatan atau desa. "Kalau mau jujur, sebenarnya Taliabu itu hanya layak dibentuk dua kecamatan saja, yaitu Kecamatan Taliabu Barat di Desa Bobong, dan Kecamatan Taliabu Timur di Desa Losseng," bebernya.
Pemekaran Pulau Taliabu menjadi Daerah Otonomi Baru (DOP) itu, terkesan dipaksakan oleh Bupati Sula Ahmad Hidayat Mus dan Partai Golkar. Karena, nama gunung dan sungai di Pulau Taliabu, disulap menjadi nama 12 desa saat pelangsungan Pemilihan Gubernur Malut. Ke-12 gunung itu juga tiba-tiba muncul dan memiliki suara sekira 3.775 suara.
Padahal, sebelumnya desa-desa tersebut tidak pernah diketahui keberadaannya. Ke-12 desa tersebut tersebar di empat Kecamatan di Pulau Taliabu, masing-masing Taliabu Utara, Kecamatan Taliabu Barat, Taliabu Selatan, dan Kecamatan Tabona Pulau Taliabu. Pemekaran Taliabu itu bertujuan mencari simpati masyarakat dalam Pilgub Propinsi Malut 2013.
"Memang Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No.78 tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, memberi peluang yang cukup luas bagi pembentukan daerah otonom baru," jelasnya.
Menurutnya, substansi otonomi daerah menurut Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat serta peningkatan daya saing daerah.
Pada Pasal 2 ayat (4) PP No.78 tahun 2007, dinyatakan bahwa pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih baru dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan, sebagaimana diatur dalam Pasal 3. Lebih jauh, Pasal 4 ayat (2) menyebutkan pembentukan daerah harus memenuhi persyaratan administratif, teknis dan fisik.
"Beberapa pertimbangan tersebut diatas belum cukup kuat untuk dijadikan dasar bagi pemekaran daerah Kabupaten Pulau Taliabu. Proses penetapan pemekaran daerah otonom baru masih memerlukan pengkajian yang lebih mendalam terhadap berbagai aspek sesuai peraturan perundangan," ungkapnya.
Lebih jauh, Amran meminta, Departemen Dalam Negeri (Depdagri) dan DPR RI dari Komisi II agar meninjau kembali. Karena, pemekaran Pulau Taliabu menjadi Daerah defenitis dinilai sarat kepentingan politik Bupati Sula untuk menarik simpati masyarakat di Pilgub Malut.
Sebagaimana di ketahui, Pulau Taliabu merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Kepulauan Sula yang disahkan dalam sidang Paripurna DPR RI pada 14 Desember 2012 di Gedung DPR RI tentang Rancangan UU Daerah Otonomi Baru (DOB).
"Sejumlah persyaratan sebenarnya belum terpenuhi. Selain itu, akses transportasi darat juga tidak ada, seperti lapangan terbang, perguruan tinggi, dan sarana telekomunikasi juga belum memadai juga," ujar Ketua Umum Himpunan Pelajar Mahasiswa Sula (HPMS) cabang Ternate Arman Pafagiat dalam rilis yang diterima Sindonews, Kamis (11/07/2013).
Ditambahkan dia, usulan pemekaran itu sebenarnya banyak data yang fiktif. Namun, tidak diverifikasi secara baik oleh tim DOB. "Masyarakat Sula dan Taliabu sebenarnya belum siap menerima pemekaran itu. Tetapi dipaksakan untuk memenuhi keinginan penguasa membagi-bagi wilayah kekuasaan baru untuk dijadikan kerajaan-kerajaan kecil," terangnya.
Dilanjutkan dia, kecamatan dan desa-desa yang dibentuk sebenarnya belum memenuhi kualifikasi untuk menjadi kecamatan atau desa. "Kalau mau jujur, sebenarnya Taliabu itu hanya layak dibentuk dua kecamatan saja, yaitu Kecamatan Taliabu Barat di Desa Bobong, dan Kecamatan Taliabu Timur di Desa Losseng," bebernya.
Pemekaran Pulau Taliabu menjadi Daerah Otonomi Baru (DOP) itu, terkesan dipaksakan oleh Bupati Sula Ahmad Hidayat Mus dan Partai Golkar. Karena, nama gunung dan sungai di Pulau Taliabu, disulap menjadi nama 12 desa saat pelangsungan Pemilihan Gubernur Malut. Ke-12 gunung itu juga tiba-tiba muncul dan memiliki suara sekira 3.775 suara.
Padahal, sebelumnya desa-desa tersebut tidak pernah diketahui keberadaannya. Ke-12 desa tersebut tersebar di empat Kecamatan di Pulau Taliabu, masing-masing Taliabu Utara, Kecamatan Taliabu Barat, Taliabu Selatan, dan Kecamatan Tabona Pulau Taliabu. Pemekaran Taliabu itu bertujuan mencari simpati masyarakat dalam Pilgub Propinsi Malut 2013.
"Memang Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No.78 tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, memberi peluang yang cukup luas bagi pembentukan daerah otonom baru," jelasnya.
Menurutnya, substansi otonomi daerah menurut Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat serta peningkatan daya saing daerah.
Pada Pasal 2 ayat (4) PP No.78 tahun 2007, dinyatakan bahwa pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih baru dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan, sebagaimana diatur dalam Pasal 3. Lebih jauh, Pasal 4 ayat (2) menyebutkan pembentukan daerah harus memenuhi persyaratan administratif, teknis dan fisik.
"Beberapa pertimbangan tersebut diatas belum cukup kuat untuk dijadikan dasar bagi pemekaran daerah Kabupaten Pulau Taliabu. Proses penetapan pemekaran daerah otonom baru masih memerlukan pengkajian yang lebih mendalam terhadap berbagai aspek sesuai peraturan perundangan," ungkapnya.
Lebih jauh, Amran meminta, Departemen Dalam Negeri (Depdagri) dan DPR RI dari Komisi II agar meninjau kembali. Karena, pemekaran Pulau Taliabu menjadi Daerah defenitis dinilai sarat kepentingan politik Bupati Sula untuk menarik simpati masyarakat di Pilgub Malut.
Sebagaimana di ketahui, Pulau Taliabu merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Kepulauan Sula yang disahkan dalam sidang Paripurna DPR RI pada 14 Desember 2012 di Gedung DPR RI tentang Rancangan UU Daerah Otonomi Baru (DOB).
(san)