Pasien cacat, dokter digugat di Majelis Kehormatan
A
A
A
Sindonews.com - Orang tua korban dugaan malapraktik Rumah Sakit (RS) Labuang Baji Makassar, Chandra, akhirnya mengajukan gugatan terhadap dokter yang dinilai lalai sehingga menyebabkan cacatnya Ilham (16), ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).
Chandra mengatakan, gugatan sudah dilayangkan pekan kemarin. Hal ini dilakukan agar dokter yang bertanggung jawab ditindak tegas. Ini untuk mengingatkan agar dokter dalam menjalankan profesinya harus mematuhi standar profesi dan mengedepankan nilai kemanusiaan.
“Tidak betul kalau dikatakan RS tidak melakukan pembiaran. Anak saya empat hari kakinya membusuk pasca operasi tidak ditindaki. Padahal sesuai standar mestinya perbannya harus diganti. Nanti isteri saya marah baru lah perbannya diganti. Ini namanya sudah malapraktik,” ungkap Ahmad Chandra kepada SINDO seusai rapat dengar pendapat di Komisi E DPRD, Senin (8/7/2013).
Tidak hanya itu, dalam operasi Ilham tidak ditangani oleh dokter ahli, melainkan hanya seorang assisten dokter bernama dr Fadil yang diketahui merupakan kemanakan kadis Kesehatan Provinsi Sulsel Rachmat Latif.
Achmad kemudian diminta segera menandatangani surat persetujuan untuk dilakukan operasi, karena menurut Fadil, urat syaraf di bagian betis Ilham ada yang putus.
Dia menyayangkan adanya perlakuan dokter yang dinilai diskriminatif terhadap pasien pengguna Jamkesda yang masuk dalam program kesehatan gratis. “apa gunanya kesehatan gratis kalau dokter tidak menaati. Pemerintah sudah punya program bagus tapi petugas kesehatannya lalai,” jelas dia
Selama diopname satu bulan, setiap minggunya Ilham harus dioperasi atau Ilham mengalami operasi selama empat kali selama di rawat di RS labuang baji. Daging mati dan nanah yang terdapat di bekas operasi Ilham justru dibersihkan setelah sampai ke rumah oleh perawat yang diambil oleh Chandra.
Ilham kemudian dilarikan ke Wahidin dan akhirnya Ilham harus diamputasi. Sampai hari ini Ilham masih menjalani perawatan di RS Wahidin.
“Saya minta direktur Rumah Sakit mau mengevaluasi ini. Tenaga kesehatan yang tidak benar tidak usah dipakai,” katanya.
Selain ke MKDI lanjut Chandra, kasus Ilham juga telah dibawa ke Komnas HAM, Komnas Perlindungan anak. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pusat dan DPR RI. Chandra berjanji tidak akan berhenti memperjuangkan kasus ini sampai anaknya mendapat keadilan.
Sementara itu, Direktur RS Labuang Baji, Enrico Marentek, mengatakan pada dasarnya pihaknya ingin menjalankan pelayanan ke masyarakat. Karena itu, pihaknya siap jika Chandra akan menggugat ke majelis kehormatan.
“Kita juga sudah bentuk tim internal untuk mengevaluasi kinerja dokter yang dianggap bertanggung jawab. Tim sementara bekerja sehingga hasilnya belum bisa kami umumkan,” katanya.
Penanggung jawab bagian ortopedi Dr Nasser mengatakan, Dr Fadil menjalankan sudah sesuai protap. Residen memang diberi wewenang untuk melakukan operasi karena RS Labuang Baji adalah RS jejaring pendidikan.
“Dia sudah meminta supervisi dari saya melalui telepon sebagai atasannya langsung. Dan dalam operasi ini kita tidak memerlukan dokter syaraf cukup ortopedi,” katanya.
Sementara itu Ketua Majelis Kehormatan Kedokteran Indonesia (MKKI) Sulsel Prof Syarifuddin Wahid mengatakan, sesuai dengan UU tentang praktek kedokteran pasien memang berhak untuk mengajukan keberatan kepada MKKDI. Hanya saja di Sulsel belum ada, sehingga ini akan langsung diproses ke pusat.
“Majelis yang memutuskan, apakah dokter itu salah atau tidak. Karena majelis ini dibentuk berdasarkan undang-undang,“ kata Dekan Fakultas Kedokteran UMI ini.
Chandra mengatakan, gugatan sudah dilayangkan pekan kemarin. Hal ini dilakukan agar dokter yang bertanggung jawab ditindak tegas. Ini untuk mengingatkan agar dokter dalam menjalankan profesinya harus mematuhi standar profesi dan mengedepankan nilai kemanusiaan.
“Tidak betul kalau dikatakan RS tidak melakukan pembiaran. Anak saya empat hari kakinya membusuk pasca operasi tidak ditindaki. Padahal sesuai standar mestinya perbannya harus diganti. Nanti isteri saya marah baru lah perbannya diganti. Ini namanya sudah malapraktik,” ungkap Ahmad Chandra kepada SINDO seusai rapat dengar pendapat di Komisi E DPRD, Senin (8/7/2013).
Tidak hanya itu, dalam operasi Ilham tidak ditangani oleh dokter ahli, melainkan hanya seorang assisten dokter bernama dr Fadil yang diketahui merupakan kemanakan kadis Kesehatan Provinsi Sulsel Rachmat Latif.
Achmad kemudian diminta segera menandatangani surat persetujuan untuk dilakukan operasi, karena menurut Fadil, urat syaraf di bagian betis Ilham ada yang putus.
Dia menyayangkan adanya perlakuan dokter yang dinilai diskriminatif terhadap pasien pengguna Jamkesda yang masuk dalam program kesehatan gratis. “apa gunanya kesehatan gratis kalau dokter tidak menaati. Pemerintah sudah punya program bagus tapi petugas kesehatannya lalai,” jelas dia
Selama diopname satu bulan, setiap minggunya Ilham harus dioperasi atau Ilham mengalami operasi selama empat kali selama di rawat di RS labuang baji. Daging mati dan nanah yang terdapat di bekas operasi Ilham justru dibersihkan setelah sampai ke rumah oleh perawat yang diambil oleh Chandra.
Ilham kemudian dilarikan ke Wahidin dan akhirnya Ilham harus diamputasi. Sampai hari ini Ilham masih menjalani perawatan di RS Wahidin.
“Saya minta direktur Rumah Sakit mau mengevaluasi ini. Tenaga kesehatan yang tidak benar tidak usah dipakai,” katanya.
Selain ke MKDI lanjut Chandra, kasus Ilham juga telah dibawa ke Komnas HAM, Komnas Perlindungan anak. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pusat dan DPR RI. Chandra berjanji tidak akan berhenti memperjuangkan kasus ini sampai anaknya mendapat keadilan.
Sementara itu, Direktur RS Labuang Baji, Enrico Marentek, mengatakan pada dasarnya pihaknya ingin menjalankan pelayanan ke masyarakat. Karena itu, pihaknya siap jika Chandra akan menggugat ke majelis kehormatan.
“Kita juga sudah bentuk tim internal untuk mengevaluasi kinerja dokter yang dianggap bertanggung jawab. Tim sementara bekerja sehingga hasilnya belum bisa kami umumkan,” katanya.
Penanggung jawab bagian ortopedi Dr Nasser mengatakan, Dr Fadil menjalankan sudah sesuai protap. Residen memang diberi wewenang untuk melakukan operasi karena RS Labuang Baji adalah RS jejaring pendidikan.
“Dia sudah meminta supervisi dari saya melalui telepon sebagai atasannya langsung. Dan dalam operasi ini kita tidak memerlukan dokter syaraf cukup ortopedi,” katanya.
Sementara itu Ketua Majelis Kehormatan Kedokteran Indonesia (MKKI) Sulsel Prof Syarifuddin Wahid mengatakan, sesuai dengan UU tentang praktek kedokteran pasien memang berhak untuk mengajukan keberatan kepada MKKDI. Hanya saja di Sulsel belum ada, sehingga ini akan langsung diproses ke pusat.
“Majelis yang memutuskan, apakah dokter itu salah atau tidak. Karena majelis ini dibentuk berdasarkan undang-undang,“ kata Dekan Fakultas Kedokteran UMI ini.
(rsa)