Warga Dusun Tallasa, tuntut dikeluarkan dari Taman Nasional
A
A
A
Sindonews.com - Warga Dusun Tallasa, Desa Samangki, Kecamatan Simbang, Jumat (5/7/2013) mendatangi Kantor DPRD Maros.
Warga yang dikoordinir Kepala Desa Samangi, H Makmur, mempertanyakan kembali status tanah di Dusun Tallasa yang dinyatakan sebagai zona khusus Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Maros milik Kementerian Kehutanan. Kasus tersebut telah berjalan sejak tahun 2005. Namun hingga saat ini belum menemui titik terang.
Makmur mengatakan, warga setempat resah atas ketidakpastian yang telah berlarut larut. Pasalnya warga mengaku, kalau kawasan yang saat ini mereka huni yang masuk dalam kawasan taman nasional merupakan tanah mereka.
"Jadi kami ke DPRD secara baik baik, tidak berorasi apalagi sampai bakar bakar ban. Kami hanya ingin tahu sejauh mana perkembangan taman," tegasnya.
Kementerian Kehutanan mengklaim Dusun Tallasa masuk di wilayah Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Namun setelah menggelar pertemuan beberapa kali, warga pun sepakat dusun Tallasa dinyatakan sebagai zona khusus. Namun hal ini dirasa sebagai penurunan kasta. Dimana dampak kerugian sangat berpihak pada warga setempat.
"Maunya masyarakat keluar dari taman nasional. Kementrian tidak boleh memasukkan satu dusun itu ke dalam wilayah taman nasional. Karena kalau begitu masyarakat tidak mendapatkan apa-apa. Makanya kami datang kemari. Masyarakat mau keluar dari status zona khusus karena terkesan mereka cuma numpang tinggal. Padahal sejak Indonesia belum ada, warga sudah ada yang tinggal disana," tegasnya.
Makmur menuturkan, saat ini sebanyak 367 kepala keluarga (KK) bermukim di dusun Tallasa. Setiap KK memang tidak memiliki sertifikat tanah namun mereka memegang bukti kepemilikan tanah. Bukti tersebut dapat dijadikan dasar untuk membuat sertifikat tanah.
Ketua Komisi II DPRD Maros H A Husain Rasul, yang menerima aspirasi warga merasa berang. Sebab hal ini belum saja bisa terselesaikan. Anggota dewan, warga dan dinas terkait masih terputar putar dalam masalah yang sama dan berlarut larut. Politisi Golkar ini menganalisa lemahnya dinas terkait menanggulangi hal ini karena belum ada pedoman.
"Dinas terkait belum melakukan tindakan yang signifikan karena belum ada kajian. Masing masing SKPD susun RK, kami akan setujui kalau masalahnya karena anggaran," tegasnya.
Kadis Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Maros, Nurdin mengatakan, pihaknya tidak ada niat bermain main dengan masalah warga di dusun Tallasa. Pihaknya hanya mencari jalan bagaimana warga bisa sejahtera dan hutan pun dapat lestari. Berbagai upaya telah kita lakukan demi persetujuan Komisi III yang membidangi Kehutanan di DPR RI.
"Dari dinas pasti bersungguh sungguh. Kami juga berharap pada masyarakat jangan cuma kepentingan bapak yang diurus. Banyak kejadian alam yang terjadi belakangan ini seperti banjir di Camba. Apa yang salah disitu, ada ekologi yang salah disitu. Sebaiknya kita sama sama sadar hal ini," tegasnya.
Warga yang dikoordinir Kepala Desa Samangi, H Makmur, mempertanyakan kembali status tanah di Dusun Tallasa yang dinyatakan sebagai zona khusus Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Maros milik Kementerian Kehutanan. Kasus tersebut telah berjalan sejak tahun 2005. Namun hingga saat ini belum menemui titik terang.
Makmur mengatakan, warga setempat resah atas ketidakpastian yang telah berlarut larut. Pasalnya warga mengaku, kalau kawasan yang saat ini mereka huni yang masuk dalam kawasan taman nasional merupakan tanah mereka.
"Jadi kami ke DPRD secara baik baik, tidak berorasi apalagi sampai bakar bakar ban. Kami hanya ingin tahu sejauh mana perkembangan taman," tegasnya.
Kementerian Kehutanan mengklaim Dusun Tallasa masuk di wilayah Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Namun setelah menggelar pertemuan beberapa kali, warga pun sepakat dusun Tallasa dinyatakan sebagai zona khusus. Namun hal ini dirasa sebagai penurunan kasta. Dimana dampak kerugian sangat berpihak pada warga setempat.
"Maunya masyarakat keluar dari taman nasional. Kementrian tidak boleh memasukkan satu dusun itu ke dalam wilayah taman nasional. Karena kalau begitu masyarakat tidak mendapatkan apa-apa. Makanya kami datang kemari. Masyarakat mau keluar dari status zona khusus karena terkesan mereka cuma numpang tinggal. Padahal sejak Indonesia belum ada, warga sudah ada yang tinggal disana," tegasnya.
Makmur menuturkan, saat ini sebanyak 367 kepala keluarga (KK) bermukim di dusun Tallasa. Setiap KK memang tidak memiliki sertifikat tanah namun mereka memegang bukti kepemilikan tanah. Bukti tersebut dapat dijadikan dasar untuk membuat sertifikat tanah.
Ketua Komisi II DPRD Maros H A Husain Rasul, yang menerima aspirasi warga merasa berang. Sebab hal ini belum saja bisa terselesaikan. Anggota dewan, warga dan dinas terkait masih terputar putar dalam masalah yang sama dan berlarut larut. Politisi Golkar ini menganalisa lemahnya dinas terkait menanggulangi hal ini karena belum ada pedoman.
"Dinas terkait belum melakukan tindakan yang signifikan karena belum ada kajian. Masing masing SKPD susun RK, kami akan setujui kalau masalahnya karena anggaran," tegasnya.
Kadis Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Maros, Nurdin mengatakan, pihaknya tidak ada niat bermain main dengan masalah warga di dusun Tallasa. Pihaknya hanya mencari jalan bagaimana warga bisa sejahtera dan hutan pun dapat lestari. Berbagai upaya telah kita lakukan demi persetujuan Komisi III yang membidangi Kehutanan di DPR RI.
"Dari dinas pasti bersungguh sungguh. Kami juga berharap pada masyarakat jangan cuma kepentingan bapak yang diurus. Banyak kejadian alam yang terjadi belakangan ini seperti banjir di Camba. Apa yang salah disitu, ada ekologi yang salah disitu. Sebaiknya kita sama sama sadar hal ini," tegasnya.
(rsa)