Mereka memanggilnya Mey, bocah 7 tahun pengidap HIV/AIDS
A
A
A
OLEH pihak RSU Mardi Waluyo Kota Blitar, bocah pengidap HIV/AIDS itu diberi nama Meyla. Mey, untuk mengingat bulan pertama kali gadis yang diperkirakan berumur 7 tahun itu ditemukan. Tanpa seorang pun di sampingnya, Meyla menangis di pelataran Pasar Legi, Kota Blitar.
Oleh petugas pasar, bocah yang diduga sengaja dibuang orangtuanya itu diserahkan ke dinas sosial setempat. Karena terus buang air besar dan batuk, akibat serangan penyakit penyerta diare dan tubercolusa, Meyla diputuskan untuk dirawat di rumah sakit.
Saat ditemui di ruang isolasi V, Nusa Indah, Meyla baru saja muntah. Salah seorang perawat di ruang tertutup tanpa ventilasi itu mengatakan, Meyla kekenyangan.
"Mungkin perutnya kenyang. Setiap tiga jam sekali, dia minum susu yang dimasukkan melalui selang pada lubang hidung. Semalam habis satu liter susu," tuturnya sembari membersihkan alas perlak yang terkena ceceran sisa muntahan, Kamis (27/6/2013).
Dari atas tempat tidur, bocah yang hingga kini belum diketahui nama, orangtua, dan tempat tinggalnya, itu dibawa ke kamar mandi. Terlihat, dari sela pintu kamar mandi yang terbuka separo, Meyla dimandikan.
Aris Susanto (26), sukarelawan (volunteer) yang mengabdikan waktu untuk para penderita HIV/AIDS, tampak tengah menyabuninya. Dengan hati-hati, tangan pemuda yang penuh busa sabun, itu menggosok bagian dada, lengan, punggung, lalu menutupnya dengan guyuran air pada bagian muka Meyla.
"Sekarang rasanya segar kan," celoteh Aris dengan nada riang.
Bocah yang diajak ngobrol itu hanya diam membisu. Wajahnya datar. Tidak ada suara. Hanya satu dua anggukan kepala. "Sampai sekarang, dia belum bersedia bicara. Paling hanya memanggil kalau ingin pipis. Ketika ditanya nama dan rumahnya, langsung diam lagi," papar Aries.
Setelah dirasa bersih, selembar handuk dilap-lapkan pada tubuh Meyla. Sementara lima orang perawat rumah sakit memasang kembali alas tidur yang sudah bersih.
Meyla menunggu di samping ranjang. Di ujung ranjang, di dekat bantal, tampak sebuah boneka beruang Tedy Bear warna pink. Mainan pemberian dari salah seorang warga Kota Blitar yang bersimpatik atas nasib tragisnya.
Di ujung lain dekat kaki, bertumpuk camilan manis. Sekotak wafer, dan sekantong kue kering berasa manis. Makanan ringan kiriman dari dinas sosial setempat.
Tak jauh dari ranjang, yakni di atas meja persegi empat, tampak lima botol obat cair. Selain obat batuk, penurun suhu badan, juga ada obat untuk pencernaan dan lambung. Obat-obatan yang harus dikonsumsinya setiap hari.
Oleh Aris, Meyla yang sudah mengenakan baju, diangkat dan didudukkan di atas ranjang. Sebelum celana pendeknya dikenakan, Aries lebih dulu menaburi bedak dan memasanginya pampers. "Semalam Meyla menghabiskan 12 pampers. Selain kencing, dia juga sering buang air besar," tuturnya.
Dari catatan yang dibuat Aris, dalam semalam Meyla bisa buang air besar sebanyak sembilan kali. Itupun dengan rentang waktu 10-18 menit sekali. Tidak heran, akibat digerogoti penyakit penyerta tersebut, tubuh Meyla hanya tinggal tulang berbalut kulit.
Saking kurusnya, wajahnya nampak tirus dan tulang iganya bertonjolan. Menurut Aries, kondisi Meyla sekarang sudah lebih baik dari sebelumnya. Saat ini, dia sudah mampu berdiri tegak dalam waktu yang normal.
Setiap pagi, dia sudah mampu berjalan-jalan mengitari ruangan di rumah sakit. Sebelumnya, untuk menopang tubuh kurusnya kedua kaki bocah yang bisa menggambar, menulis aksara, dan angka, ini selalu nampak gemetar. Itu yang membuat dia lebih banyak duduk, atau rebahan daripada berdiri.
"Saat ini berat badannya sekitar sembilan kilogram. Suhu badanya juga sudah normal. Kalau melihat bisa menulis aksara dan hitung-hitungan. Anak ini tentunya dulu pernah sekolah," jelasnya.
Sementara itu, Humas RSU Mardi Waluyo Blitar Rita Triana mengatakan, kondisi kesehatan Meyla jauh lebih baik daripada awal masuk ruang isolasi. Sebelum dirawat di RSU Mardi Waluyo, Meyla sempat dibawa ke RSUD Ngudi Waluyo Wlingi dan diperiksa di klinik VCT yang ada di sana.
"Saya tidak tahu alasannya anak ini kemudian dibawa lagi kemari (Mardi Waluyo)," terangnya.
Sesuai dengan rencana awal, jika kondisi kesehatan sudah membaik, Meyla akan dibawa ke panti khusus HIV/AIDS, di Bogor, Jawa Barat, atau Papua. "Namun selama kondisinya belum baik. Kita akan merawatnya sebaik mungkin," pungkasnya.
Oleh petugas pasar, bocah yang diduga sengaja dibuang orangtuanya itu diserahkan ke dinas sosial setempat. Karena terus buang air besar dan batuk, akibat serangan penyakit penyerta diare dan tubercolusa, Meyla diputuskan untuk dirawat di rumah sakit.
Saat ditemui di ruang isolasi V, Nusa Indah, Meyla baru saja muntah. Salah seorang perawat di ruang tertutup tanpa ventilasi itu mengatakan, Meyla kekenyangan.
"Mungkin perutnya kenyang. Setiap tiga jam sekali, dia minum susu yang dimasukkan melalui selang pada lubang hidung. Semalam habis satu liter susu," tuturnya sembari membersihkan alas perlak yang terkena ceceran sisa muntahan, Kamis (27/6/2013).
Dari atas tempat tidur, bocah yang hingga kini belum diketahui nama, orangtua, dan tempat tinggalnya, itu dibawa ke kamar mandi. Terlihat, dari sela pintu kamar mandi yang terbuka separo, Meyla dimandikan.
Aris Susanto (26), sukarelawan (volunteer) yang mengabdikan waktu untuk para penderita HIV/AIDS, tampak tengah menyabuninya. Dengan hati-hati, tangan pemuda yang penuh busa sabun, itu menggosok bagian dada, lengan, punggung, lalu menutupnya dengan guyuran air pada bagian muka Meyla.
"Sekarang rasanya segar kan," celoteh Aris dengan nada riang.
Bocah yang diajak ngobrol itu hanya diam membisu. Wajahnya datar. Tidak ada suara. Hanya satu dua anggukan kepala. "Sampai sekarang, dia belum bersedia bicara. Paling hanya memanggil kalau ingin pipis. Ketika ditanya nama dan rumahnya, langsung diam lagi," papar Aries.
Setelah dirasa bersih, selembar handuk dilap-lapkan pada tubuh Meyla. Sementara lima orang perawat rumah sakit memasang kembali alas tidur yang sudah bersih.
Meyla menunggu di samping ranjang. Di ujung ranjang, di dekat bantal, tampak sebuah boneka beruang Tedy Bear warna pink. Mainan pemberian dari salah seorang warga Kota Blitar yang bersimpatik atas nasib tragisnya.
Di ujung lain dekat kaki, bertumpuk camilan manis. Sekotak wafer, dan sekantong kue kering berasa manis. Makanan ringan kiriman dari dinas sosial setempat.
Tak jauh dari ranjang, yakni di atas meja persegi empat, tampak lima botol obat cair. Selain obat batuk, penurun suhu badan, juga ada obat untuk pencernaan dan lambung. Obat-obatan yang harus dikonsumsinya setiap hari.
Oleh Aris, Meyla yang sudah mengenakan baju, diangkat dan didudukkan di atas ranjang. Sebelum celana pendeknya dikenakan, Aries lebih dulu menaburi bedak dan memasanginya pampers. "Semalam Meyla menghabiskan 12 pampers. Selain kencing, dia juga sering buang air besar," tuturnya.
Dari catatan yang dibuat Aris, dalam semalam Meyla bisa buang air besar sebanyak sembilan kali. Itupun dengan rentang waktu 10-18 menit sekali. Tidak heran, akibat digerogoti penyakit penyerta tersebut, tubuh Meyla hanya tinggal tulang berbalut kulit.
Saking kurusnya, wajahnya nampak tirus dan tulang iganya bertonjolan. Menurut Aries, kondisi Meyla sekarang sudah lebih baik dari sebelumnya. Saat ini, dia sudah mampu berdiri tegak dalam waktu yang normal.
Setiap pagi, dia sudah mampu berjalan-jalan mengitari ruangan di rumah sakit. Sebelumnya, untuk menopang tubuh kurusnya kedua kaki bocah yang bisa menggambar, menulis aksara, dan angka, ini selalu nampak gemetar. Itu yang membuat dia lebih banyak duduk, atau rebahan daripada berdiri.
"Saat ini berat badannya sekitar sembilan kilogram. Suhu badanya juga sudah normal. Kalau melihat bisa menulis aksara dan hitung-hitungan. Anak ini tentunya dulu pernah sekolah," jelasnya.
Sementara itu, Humas RSU Mardi Waluyo Blitar Rita Triana mengatakan, kondisi kesehatan Meyla jauh lebih baik daripada awal masuk ruang isolasi. Sebelum dirawat di RSU Mardi Waluyo, Meyla sempat dibawa ke RSUD Ngudi Waluyo Wlingi dan diperiksa di klinik VCT yang ada di sana.
"Saya tidak tahu alasannya anak ini kemudian dibawa lagi kemari (Mardi Waluyo)," terangnya.
Sesuai dengan rencana awal, jika kondisi kesehatan sudah membaik, Meyla akan dibawa ke panti khusus HIV/AIDS, di Bogor, Jawa Barat, atau Papua. "Namun selama kondisinya belum baik. Kita akan merawatnya sebaik mungkin," pungkasnya.
(san)