Pengisian jabatan Kepsek di Garut ilegal
A
A
A
Sindonews.com - Pengisian jabatan kepala sekolah (kepsek) di Kabupaten Garut dituding bertentangan dengan peraturan.
Ketua Serikat Guru Indonesia (SEGI) Kabupaten Garut Imam Taufiq Tamamu menilai, jabatan seluruh kepsek ini sarat dengan praktek kolusi, korupsi, dan nepotisme.
"Hampir semua kepsek dari mulai SD sampai tingkat SMA ilegal," kata Imam Senin (10/6/2013).
Menurut dia, hampir seluruh kepsek yang berjumlah 2.440 orang tersebut tidak memiliki kualifikasi dan kompetensi yang disyaratkan dalam peraturan, yakni tidak memiliki sertifikat kepala sekolah yang tercatat di Kementerian Pendidikan Nasional.
Dengan demikian, kata dia, pengisian jabatan kepsek bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 28 tahun 2010 tentang penugasan guru sebagai kepala sekolah atau Madrasah.
"Selain itu, masa jabatan kepala sekolah ini juga melebihi batas ketentuan yakni empat tahun. Padahal, pada Pasal 10 ayat 1 disebutkan bahwa masa jabatan kepala sekolah hanya empat tahun," ujarnya.
Maraknya pelanggaran dalam penempatan kepsek ini, tambah Imam, diduga karena adanya setoran ke oknum pejabat Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Garut. Modusnya, setiap kepala sekolah diwajibakan untuk membayar iuran tiap bulan ke organisasi Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS).
"Kepala sekolah juga tidak mau dipindahkan dari sekolah yang memiliki jumlah murid banyak. Alasannya karena penghasilan tambahannya melebihi dari gaji dan tunjangan. Maka tak heran, bila seorang kepala sekolah bisa mengantongi penghasilan tambahan dari sekolah yang besarannya mencapai dua kali lipat dari gajinya, yaitu sebesar Rp10 juta. Contohnya di sekolah saya,” beber Imam.
Menurut iman, penghasilan tambahan kepsek ini berasal dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), pungutan siswa baru, serta iuran siswa setiap bulannya. Atas dasar hal tersebut, ia menduga setoran yang diberikan ribuan kepsek ke oknum pejabat Disdik Garut setiap bulannya mencapai miliaran rupiah.
“Para kepsek ini sering melakukan pertemuan dengan dinas pendidikan di luar kota seperti di Pangandaran beberapa waktu lalu. Tujuannya agar mereka tidak dipindah tugas dan setoran tetap berjalan,” katanya.
Salah seorang kepsek SMK swasta di Garut, Asep Koswara membenarkan adanya setoran tersebut. Menurut dia, setiap sekolah diwajibkan untuk membayar upeti melalui MKKS sebesar Rp1.000 setiap siswa dan sebesar empat persen dari jumlah dana bantuan yang dikucurkan pemerintah.
“Setoran itu dibayarkan setiap bulan. Hari ini saja kami harus melunasi tunggakan pembayaran setoran selama satu tahun. Tempatnya di SMKN 3 Garut sekaligus pembagian blanko ijazah. Kalau untuk SMP setorannya Rp3.000 per siswa tiap bulannya,” sebutnya.
Pengakuan tersebut diperkuat dengan adanya pernyataan dari Ketua MKKS SMK Kabupaten Garut Aban Suryana. Aban membenarkan adanya pungutan dari sekolah untuk organisasinya.
"Setiap siswa SMK yang berjumlah 19 ribu orang dari 112 sekolah diwajibkan membayar sebesar Rp500 setiap bulan. Dana tersebut untuk membiayai kegiatan di lingkungan para kepsek seperti rapat. Jadi tidak ada setoran ke dinas. Dan perlu ditekankan, uang dari sekolah itu juga tidak tidak tiap bulan dan tidak semua sekolah bayar,” ujarnya singkat.
Hal sama pun diungkapkan Ketua MKKS SMA Kabupaten Garut Suhendi Mardani. Jumlah iuran yang diserahkan sekolah ke organisasinya sebesar Rp500 per siswa setiap bulannya.
"Dana itu untuk membiayai kegiatan seperti pelaksanaan Ujian Nasional. Lebih jelasnya, iuran itu sudah hasil kesepakatan rapat untuk membiayai setiap kegiatan karena kami tidak ada dana operasional dari pemerintah. Namun bila dikait-kaitkan dengan setoran ke dinas, tentu saja hal itu sama sekali tidak ada," ujarnya.
Sementara itu Ketua MKKS SMP Kabupaten Garut Mamin Sutarmin membantah adanya pungutan dana dari tiap sekolah ke organisasi kepsek yang dipimpinnya. Menurut dia, iuran anggota itu hanya dipungut disaat ada pelaksanaan kegiatan.
“Dana itu dari BOS dan penggunaannya juga sesuai dengan ketentuan, tapi tidak ada iuaran bulanan kepada kami,” ujarnya.
Terpisah, Sekretaris Disdik Kabupaten Garut Sukandar membantah adanya pelanggaran jabatan kepsek. Menurut dia, periodesasi kepsek yang berlaku di Garut telah sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan.
"Periodisasinya tidak melebihi dua periode atau delapan tahun di satu sekolah. Namun terkait sertifikasi kepsek, memang sebagain besar kepala sekolah diwilayah kami belum memiliki sertifikasi yang tercatat di Kementerian Pendidikan. Hingga saat ini, para kepsek baru mendapat pembekalan dan pelatihan saja," jelasnya.
Ia menjanjikan, pihaknya akan berupaya agar para kepsek ini memiliki sertifikat sesuai aturan. Penilaian kinerja kepsek juga akan diatur juga dalam peraturan daerah.
"Mudah-mudahan tahun ini sudah mulai ada jenjang sertifikasi kepala sekolah,” ucapnya.
Mengenai adanya setoran dari MKKS ke Disdik Garut untuk melanggengkan jabatan seorang kepsek, Sukandar dengan tegas membatan tudingan tersebut. Menurut dia, pihaknya tidak pernah menerima aliran dana dari para kepala sekolah.
"Tidak ada aliran dana ke dinas. Justru, bila ada tindakan para kepala sekolah yang menyetorkan dana untuk MKKS, itu sama saja dengan pungutan liar. Jadi tidak ada juga itu aturannya siswa harus menyetorkan dana ke MKKS," pungkasnya.
Ketua Serikat Guru Indonesia (SEGI) Kabupaten Garut Imam Taufiq Tamamu menilai, jabatan seluruh kepsek ini sarat dengan praktek kolusi, korupsi, dan nepotisme.
"Hampir semua kepsek dari mulai SD sampai tingkat SMA ilegal," kata Imam Senin (10/6/2013).
Menurut dia, hampir seluruh kepsek yang berjumlah 2.440 orang tersebut tidak memiliki kualifikasi dan kompetensi yang disyaratkan dalam peraturan, yakni tidak memiliki sertifikat kepala sekolah yang tercatat di Kementerian Pendidikan Nasional.
Dengan demikian, kata dia, pengisian jabatan kepsek bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 28 tahun 2010 tentang penugasan guru sebagai kepala sekolah atau Madrasah.
"Selain itu, masa jabatan kepala sekolah ini juga melebihi batas ketentuan yakni empat tahun. Padahal, pada Pasal 10 ayat 1 disebutkan bahwa masa jabatan kepala sekolah hanya empat tahun," ujarnya.
Maraknya pelanggaran dalam penempatan kepsek ini, tambah Imam, diduga karena adanya setoran ke oknum pejabat Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Garut. Modusnya, setiap kepala sekolah diwajibakan untuk membayar iuran tiap bulan ke organisasi Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS).
"Kepala sekolah juga tidak mau dipindahkan dari sekolah yang memiliki jumlah murid banyak. Alasannya karena penghasilan tambahannya melebihi dari gaji dan tunjangan. Maka tak heran, bila seorang kepala sekolah bisa mengantongi penghasilan tambahan dari sekolah yang besarannya mencapai dua kali lipat dari gajinya, yaitu sebesar Rp10 juta. Contohnya di sekolah saya,” beber Imam.
Menurut iman, penghasilan tambahan kepsek ini berasal dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), pungutan siswa baru, serta iuran siswa setiap bulannya. Atas dasar hal tersebut, ia menduga setoran yang diberikan ribuan kepsek ke oknum pejabat Disdik Garut setiap bulannya mencapai miliaran rupiah.
“Para kepsek ini sering melakukan pertemuan dengan dinas pendidikan di luar kota seperti di Pangandaran beberapa waktu lalu. Tujuannya agar mereka tidak dipindah tugas dan setoran tetap berjalan,” katanya.
Salah seorang kepsek SMK swasta di Garut, Asep Koswara membenarkan adanya setoran tersebut. Menurut dia, setiap sekolah diwajibkan untuk membayar upeti melalui MKKS sebesar Rp1.000 setiap siswa dan sebesar empat persen dari jumlah dana bantuan yang dikucurkan pemerintah.
“Setoran itu dibayarkan setiap bulan. Hari ini saja kami harus melunasi tunggakan pembayaran setoran selama satu tahun. Tempatnya di SMKN 3 Garut sekaligus pembagian blanko ijazah. Kalau untuk SMP setorannya Rp3.000 per siswa tiap bulannya,” sebutnya.
Pengakuan tersebut diperkuat dengan adanya pernyataan dari Ketua MKKS SMK Kabupaten Garut Aban Suryana. Aban membenarkan adanya pungutan dari sekolah untuk organisasinya.
"Setiap siswa SMK yang berjumlah 19 ribu orang dari 112 sekolah diwajibkan membayar sebesar Rp500 setiap bulan. Dana tersebut untuk membiayai kegiatan di lingkungan para kepsek seperti rapat. Jadi tidak ada setoran ke dinas. Dan perlu ditekankan, uang dari sekolah itu juga tidak tidak tiap bulan dan tidak semua sekolah bayar,” ujarnya singkat.
Hal sama pun diungkapkan Ketua MKKS SMA Kabupaten Garut Suhendi Mardani. Jumlah iuran yang diserahkan sekolah ke organisasinya sebesar Rp500 per siswa setiap bulannya.
"Dana itu untuk membiayai kegiatan seperti pelaksanaan Ujian Nasional. Lebih jelasnya, iuran itu sudah hasil kesepakatan rapat untuk membiayai setiap kegiatan karena kami tidak ada dana operasional dari pemerintah. Namun bila dikait-kaitkan dengan setoran ke dinas, tentu saja hal itu sama sekali tidak ada," ujarnya.
Sementara itu Ketua MKKS SMP Kabupaten Garut Mamin Sutarmin membantah adanya pungutan dana dari tiap sekolah ke organisasi kepsek yang dipimpinnya. Menurut dia, iuran anggota itu hanya dipungut disaat ada pelaksanaan kegiatan.
“Dana itu dari BOS dan penggunaannya juga sesuai dengan ketentuan, tapi tidak ada iuaran bulanan kepada kami,” ujarnya.
Terpisah, Sekretaris Disdik Kabupaten Garut Sukandar membantah adanya pelanggaran jabatan kepsek. Menurut dia, periodesasi kepsek yang berlaku di Garut telah sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan.
"Periodisasinya tidak melebihi dua periode atau delapan tahun di satu sekolah. Namun terkait sertifikasi kepsek, memang sebagain besar kepala sekolah diwilayah kami belum memiliki sertifikasi yang tercatat di Kementerian Pendidikan. Hingga saat ini, para kepsek baru mendapat pembekalan dan pelatihan saja," jelasnya.
Ia menjanjikan, pihaknya akan berupaya agar para kepsek ini memiliki sertifikat sesuai aturan. Penilaian kinerja kepsek juga akan diatur juga dalam peraturan daerah.
"Mudah-mudahan tahun ini sudah mulai ada jenjang sertifikasi kepala sekolah,” ucapnya.
Mengenai adanya setoran dari MKKS ke Disdik Garut untuk melanggengkan jabatan seorang kepsek, Sukandar dengan tegas membatan tudingan tersebut. Menurut dia, pihaknya tidak pernah menerima aliran dana dari para kepala sekolah.
"Tidak ada aliran dana ke dinas. Justru, bila ada tindakan para kepala sekolah yang menyetorkan dana untuk MKKS, itu sama saja dengan pungutan liar. Jadi tidak ada juga itu aturannya siswa harus menyetorkan dana ke MKKS," pungkasnya.
(rsa)