Polisi lambat tangani kekerasan terhadap pers
A
A
A
Sindonews.com - Pihak kepolisian dinilai lambat dalam menangani kasus kekerasan pada wartawan yang terjadi di Gorontalo. Seharusnya tidak ada hambatan kepolisian untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait dengan tindakan kekerasan pada wartawan.
Direktur Program Berita TVRI Irwan Hendarmin mengatakan, sudah mengirimkan surat kepada Kapolres dan Kapolda Gorontalo pada 25 maret 2013 lalu tetapi tidak ada tanggapan serisu dari pihak mereka untuk mengusut lebih dalam kasus kekerasan yang terjadi di Kantor TVRI Gorontalo.
“Ada tiga wartawan TV nasional dan satu wartawan lokal yang menjadi korban amukan massa calon walikota Gorontalo Adhan Dhambea,” tandas dia saat ditemui dlam konfrensi pers di Kantor TVRI di Jakarta, Senin (1/4/2013).
Selain itu, lanjut Irwan, sudah mendatangani Dewan Pers untuk menurunkan satgas kekerasan pada pers. Selanjutnya, pada hari ini TVRI juga akan mengirimkan surat pelaporan kepada Kapolri atas kekerasan dan sabotase untuk langsung disikapi.
Menurutnya, Kapolres dan Kapolda Gorontalo seperti tidak peduli dan melakukan pembiaran kasus kekerasan ini. Padahal, saat terjadi kekerasan di Kantor TVRI Gorontalon terdapat Kapolri yang ada di sekitar tempat kejadian.
“Kita sangat sayangkan, kekerasan yang terjadi pada wartawan tidak boleh dibiarkan terus menerus,” katanya.
Di temui di tempat yang sama Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Margiono mengatakan, ini adalah masalah yang serius yang harus segera ditangani, melihat respon pihak kepolisian di Gorontalo seharusnya kasus ini mendapatkan perhatian serius karena menyangkut permasalahan kriminal dan pidana.
Kapolda Gorontalo dinilai sangatlah ragu dalam mengusut dan melakukan penyidikan terkait kasusu kekersasn pada wartawan di kantor TVRI
Terkait hal ini Dewan Pers sudah meminta tim satgas untuk mengusut lebih dalam kasus ini, terlebih Dewan Pers juga sudah melakukan MOU bersama kepolisian terkait dengan salah satuya kekerasan yang dialami pers.
“Polisi harus segera melakukan aksi kongkrit. Sudah tidak ada toleransi karena polisi sangat lambat menangani kasus ini. MOU itu harus direalisasikan,” ujar dia saat mengahadiri konfrensi pers di TVRI Jakarta kemarin.
Menurutnya, kasus kekerasan ini bukanlah yang pertama dirasakan oleh wartawan. Margiono menambahkan kasus ini mengakibatkan kebebesan serta kemerdekaan pers semakin lenyap.
Perusakan, pengeroyokan, perampasan dan kekerasan lainya diakibatkan pemberitaan yang disiarkan atau yang dituliskan.
Untuk itu, lanjut Margiono, media harus mempunyai antisipasi yang besar dan perhitungan yang matang akan berita yang akan disiarkan, di tampilkan dan dicetak.
“Kualitas berita menjadi tolak ukur profesionalisme. Untuk itu harus menghitung resiko yang mengakar dari pemberitaan merupakan bagian dari jurnalistik,” tandasnya.
Ketua Satgas Anti Kekerasan Dewan Pers Kamsul Hasan mengatakan, seharusnya tidak ada hambatan kepolisian dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan.
Menurtnya, kasus ini bukan merupakan delik aduan tetapi kekrasan delik umum. Terkait kasus ini pelaku dapat dikenakan pasal 170 KUHP dengan ancaman 7 tahun penjara.
“Seharusnya kepolisian dapat melakukan pengamanan jika itu diterobos bisa langsung kepenangkapan tanpa harus menunggu laporan dari korban,” ujar Hasan.
Kamsul menambahkan, sambil mempelajari kasus ini dan melakukan advokasi, tim Satgas Dewan Pers akan melaporkan kepada Ombudsman apabila pihak kepolisian daerah setempat tidak segera melakukan penegakan hukum.
Menurutnya, pelaporan atas mal praktek yang dilakukan Kepolisian setempat atas ketidak seriusan mereka untuk mengusut kasus kekerasan pada wartawan di Gorontalo.
“Kita minta Mabes Polri untuk melakukan langkah-langkah kepada Kapolda Mabes Polri dalam meminta laporan dan melakukan pengusutan kasus dan penyelesaian,” kata dia.
Direktur Program Berita TVRI Irwan Hendarmin mengatakan, sudah mengirimkan surat kepada Kapolres dan Kapolda Gorontalo pada 25 maret 2013 lalu tetapi tidak ada tanggapan serisu dari pihak mereka untuk mengusut lebih dalam kasus kekerasan yang terjadi di Kantor TVRI Gorontalo.
“Ada tiga wartawan TV nasional dan satu wartawan lokal yang menjadi korban amukan massa calon walikota Gorontalo Adhan Dhambea,” tandas dia saat ditemui dlam konfrensi pers di Kantor TVRI di Jakarta, Senin (1/4/2013).
Selain itu, lanjut Irwan, sudah mendatangani Dewan Pers untuk menurunkan satgas kekerasan pada pers. Selanjutnya, pada hari ini TVRI juga akan mengirimkan surat pelaporan kepada Kapolri atas kekerasan dan sabotase untuk langsung disikapi.
Menurutnya, Kapolres dan Kapolda Gorontalo seperti tidak peduli dan melakukan pembiaran kasus kekerasan ini. Padahal, saat terjadi kekerasan di Kantor TVRI Gorontalon terdapat Kapolri yang ada di sekitar tempat kejadian.
“Kita sangat sayangkan, kekerasan yang terjadi pada wartawan tidak boleh dibiarkan terus menerus,” katanya.
Di temui di tempat yang sama Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Margiono mengatakan, ini adalah masalah yang serius yang harus segera ditangani, melihat respon pihak kepolisian di Gorontalo seharusnya kasus ini mendapatkan perhatian serius karena menyangkut permasalahan kriminal dan pidana.
Kapolda Gorontalo dinilai sangatlah ragu dalam mengusut dan melakukan penyidikan terkait kasusu kekersasn pada wartawan di kantor TVRI
Terkait hal ini Dewan Pers sudah meminta tim satgas untuk mengusut lebih dalam kasus ini, terlebih Dewan Pers juga sudah melakukan MOU bersama kepolisian terkait dengan salah satuya kekerasan yang dialami pers.
“Polisi harus segera melakukan aksi kongkrit. Sudah tidak ada toleransi karena polisi sangat lambat menangani kasus ini. MOU itu harus direalisasikan,” ujar dia saat mengahadiri konfrensi pers di TVRI Jakarta kemarin.
Menurutnya, kasus kekerasan ini bukanlah yang pertama dirasakan oleh wartawan. Margiono menambahkan kasus ini mengakibatkan kebebesan serta kemerdekaan pers semakin lenyap.
Perusakan, pengeroyokan, perampasan dan kekerasan lainya diakibatkan pemberitaan yang disiarkan atau yang dituliskan.
Untuk itu, lanjut Margiono, media harus mempunyai antisipasi yang besar dan perhitungan yang matang akan berita yang akan disiarkan, di tampilkan dan dicetak.
“Kualitas berita menjadi tolak ukur profesionalisme. Untuk itu harus menghitung resiko yang mengakar dari pemberitaan merupakan bagian dari jurnalistik,” tandasnya.
Ketua Satgas Anti Kekerasan Dewan Pers Kamsul Hasan mengatakan, seharusnya tidak ada hambatan kepolisian dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan.
Menurtnya, kasus ini bukan merupakan delik aduan tetapi kekrasan delik umum. Terkait kasus ini pelaku dapat dikenakan pasal 170 KUHP dengan ancaman 7 tahun penjara.
“Seharusnya kepolisian dapat melakukan pengamanan jika itu diterobos bisa langsung kepenangkapan tanpa harus menunggu laporan dari korban,” ujar Hasan.
Kamsul menambahkan, sambil mempelajari kasus ini dan melakukan advokasi, tim Satgas Dewan Pers akan melaporkan kepada Ombudsman apabila pihak kepolisian daerah setempat tidak segera melakukan penegakan hukum.
Menurutnya, pelaporan atas mal praktek yang dilakukan Kepolisian setempat atas ketidak seriusan mereka untuk mengusut kasus kekerasan pada wartawan di Gorontalo.
“Kita minta Mabes Polri untuk melakukan langkah-langkah kepada Kapolda Mabes Polri dalam meminta laporan dan melakukan pengusutan kasus dan penyelesaian,” kata dia.
(lns)