Kesepakatan Sulbar dan Kaltim disesalkan

Selasa, 19 Maret 2013 - 18:44 WIB
Kesepakatan Sulbar dan Kaltim disesalkan
Kesepakatan Sulbar dan Kaltim disesalkan
A A A
Sindonews.com - Ketua DPRD Sulbar, Hamzah Hapati Hasan, menyesalkan hasil kesepakatan antara Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim).

Kesepakatan terkait pemanfaatan tata ruang kedua wilayah itu difasilitasi oleh Dirjen Penataan Ruang Kementrian PU.

Hamzah menilai, kesepakatan tersebut dibuat sebelum ada kejelasan tentang batas wilayah antara Sulbar dengan Kaltim. Bahkan, Kaltim sampai saat ini masih mengklaim Gugusan pulau Balabalakang masuk ke dalam Kabupaten Pasir, Kaltim. Padahal kawasan itu sudah sah menjadi Kecamatan Balabalakang Kabupaten Mamuju.

"Mestinya harus jelas dulu batas wilayah, baru berbicara soal tata ruang. Ini kan menyangkut pemanfaatan sumber daya alam di wilayah tersebut. Kalau begini, Sulbar bisa tidak dapat apa-apa karena potensi-potensi alamnya di wilayah perbatasan dicaplok provinsi lain. Terus terang saya sangat kecewa dengan pertemuan itu. Seakan-akan Sulbar digiring untuk mengakui wilayahnya masuk ke wilayah provinsi lain," tegasnya, Selasa (19/3/2013).

Hamzah pun menilai Bappeda tidak berhak untuk menandatangani kesepakatan pemanfaatan tata ruang tersebut. Sebab itu kewenangann Gubernur sebagai kepala pemerintahan di Sulbar.

"Setiba di Mamuju nanti, saya akan panggil seluruh kepala SKPD untuk memberikan penjelasan kepada DPRD. Hal seperti ini termasuk sangat krusial, sehingga DPRD perlu tahu dan terlibat," jelasnya.

Diungkapkan, SKPD yang hadir dalam pertemuan di Kementrian PU adalah Kepala Bappeda Akbar Tahir, Plt Kadis PU Ramli Hamid dan Kepala Biro Pemerintahan Khaeruddin Anas. Hamzah hadir bersama ketua pansus RTRW DPRD Sulbar Naharuddin.

Dia mengaku tidak mengikuti pertemuan tersebut hingga tuntas dan memilih meninggalkan ruangan setelah, setelah menyampaikan kekecewaannya dihadapan seluruh peserta pertemuan. Hamzah meminta Naharuddin untuk tetap mengikuti pertemuan tersebut hingga selesai dan melaporkan hasilnya.

"Mungkin bagi Bappeda dan PU secara teknis itu bagus. Tapi secara politis tidak baik bagi Sulbar. Artinya kita menyerah dalam sengketa batas wilayah. Padahal mestinya kita memperjuangkan wilayah yang seharusnya masuk dalam wilayah kita. Inilah yang sangat saya sesalkan, apalagi saat ini kawasan itu sedang dalam sengketa, kenapa tiba-tiba ada kesepakatan pemanfaatan tata ruang? Ini tidak benar," ungkap Hamzah.

Sulbar akan semakin terjepit dan berada dalam posisi dirugikan ketika nantinya tata ruang itu dimanfaatkan oleh investor asing. Artinya, betul-betul Sulbar yang dirugikan. Sumber daya alam dieksploitasi dengan sebebas-bebasnya tanpa persetujuan atau izin pemerintah dan masyarakat Sulbar.

"Jika investornya orang Indonesia tidak masalah. Tapi, kalau investor asing, Sulbar dirugikan karena ijinnya dari Kaltim. Bukan menolak investor asing, tapi kami meminta agar investor asing itu yang datang ke Sulbar," kata Hamzah.

Kepala Biro Pemerintahan, Khaeruddin Anas, mengaku cukup memahami penyebab naik pitamnya Hamzah Hapati Hasan dalam pertemuan tersebut. Dia juga membenarkan bahwa Sekretaris Partai Golkar Sulbar itu menyampaikan pernyataan sikap kekesalan dan walk out.

"Sebenarnya soal Balabalakang sudah jelas. Dalam semua regulasi menyebutkan bahwa kawasan itu masuk wilayah Sulbar. Kemendagri pun sudah jelas menyebutkan hal ini dan mengirim surat ke Sulbar maupun Kaltim," tutur Khaeruddin melalui telepon.

Namun inti permasalahannya adalah Pemprov Kaltim yang diwakili oleh seorang pejabat eselon III. Kemudian ada penyataan tertulis yang menyebutkan, batas wilayah sementara antara Sulbar dan Kaltim.

Kedua hal itu yang kemudian memicu Hamzah untuk walk out. Dia merasa, Kaltim sama sekali tidak menghargai Sulbar dan upaya yang dijembatani oleh Dirjen Penataan Ruang Kementrian PU. Pertemuan itu ditengarai hanya akal-akalan saja.

"Saya pun kecewa atas alasan klise Kaltim yang tidak hadir karena ada kegiatan yang tidak dapat ditinggalkan. Saya yakin, tidak semua pejabat tinggi mengikuti kegiatan itu. Persoalan ini lebih dipicu oleh pengaruh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab," kuncinya.
(rsa)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 3.3025 seconds (0.1#10.140)