Belum dibayar, pengusaha adukan ke pansus
A
A
A
Sindonews.com - Puluhan pengusaha korban lumpur mengadu ke Panitia Khusus (Pansus) Lumpur DPRD Sidoarjo. Mereka minta diperjuangkan agar PT Minarak Lapindo Jaya (Minarak) segera membayar aset-aset mereka yang terendam lumpur.
Pengusaha yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Korban Lumpur Lapindo (GPLLL) tersebut selama ini belum menerima pembayaran asetnya. Padahal, dari Minarak sudah menyepakati pembayaran untuk pengusaha dengan sistem bisnis to bisnis (be to be).
"Data yang kita terima, pengusaha yang belum dibayar nilainya sekitar Rp159 miliar," ujar Ketua Pansus Lumpur DPRD Sidoarjo Emir Firdaus, Senin (25/2/2013).
Emir menjelaskan, pihaknya secara informal sudah bertemu dengan Minarak. Anak perusahaan Lapindo yang bertugas menyelesaikan pembayaran ganti rugi itu akan membayar aset pengusaha setelah pelunasan ganti rugi warga korban lumpur selesai.
Dalam pertemuan yang di gelar di ruang rapat DPRD Sidoarjo itu, Pansus Lumpur sebenarnya mengundang PT Minarak, Pemkab Sidoarjo, Pengusaha dan BPLS. Namun, dari perwakilan Minarak tidak ada yang datang dan hanya dihadiri pengusaha, Pemkab dan pengusaha.
Sejak keluarnya Perpres No 14 tahun 2007, Lapindo diwajibkan untuk membayar aset korban lumpur di dalam area peta terdampak. Namun, kala itu untuk aset pengusaha diselesaikan dengan cara be to be artinya berdasarkan kesepakatan harga antara Minarak dan pengusaha.
Ada sekira 23 pengusaha yang sampai saat ini belum dilunasi oleh Minarak. Minarak baru membayar sekira 20 persen dari total yang harus diselesaikan. Seperti PT Yamaindo, ganti rugi sesuai kesepakatan Rp4 miliar, kini masih Rp2,4 miliar belum dibayar. PT Karya Kasih Karunia, ganti rugi sebesar Rp5 miliar masih kurang Rp3,3 miliar.
"Sampai saat ini belum ada pembayaran lagi aset kami dari Minarak," ujar Aritonga, dari PT Catur Putra Surya, salah satu pengusaha yang mengaku kekurangannya Rp16 miliar belum dibayar dan sejumlah bidang lagi tanah yang juga belum dibayar.
Pengusaha yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Korban Lumpur Lapindo (GPLLL) tersebut selama ini belum menerima pembayaran asetnya. Padahal, dari Minarak sudah menyepakati pembayaran untuk pengusaha dengan sistem bisnis to bisnis (be to be).
"Data yang kita terima, pengusaha yang belum dibayar nilainya sekitar Rp159 miliar," ujar Ketua Pansus Lumpur DPRD Sidoarjo Emir Firdaus, Senin (25/2/2013).
Emir menjelaskan, pihaknya secara informal sudah bertemu dengan Minarak. Anak perusahaan Lapindo yang bertugas menyelesaikan pembayaran ganti rugi itu akan membayar aset pengusaha setelah pelunasan ganti rugi warga korban lumpur selesai.
Dalam pertemuan yang di gelar di ruang rapat DPRD Sidoarjo itu, Pansus Lumpur sebenarnya mengundang PT Minarak, Pemkab Sidoarjo, Pengusaha dan BPLS. Namun, dari perwakilan Minarak tidak ada yang datang dan hanya dihadiri pengusaha, Pemkab dan pengusaha.
Sejak keluarnya Perpres No 14 tahun 2007, Lapindo diwajibkan untuk membayar aset korban lumpur di dalam area peta terdampak. Namun, kala itu untuk aset pengusaha diselesaikan dengan cara be to be artinya berdasarkan kesepakatan harga antara Minarak dan pengusaha.
Ada sekira 23 pengusaha yang sampai saat ini belum dilunasi oleh Minarak. Minarak baru membayar sekira 20 persen dari total yang harus diselesaikan. Seperti PT Yamaindo, ganti rugi sesuai kesepakatan Rp4 miliar, kini masih Rp2,4 miliar belum dibayar. PT Karya Kasih Karunia, ganti rugi sebesar Rp5 miliar masih kurang Rp3,3 miliar.
"Sampai saat ini belum ada pembayaran lagi aset kami dari Minarak," ujar Aritonga, dari PT Catur Putra Surya, salah satu pengusaha yang mengaku kekurangannya Rp16 miliar belum dibayar dan sejumlah bidang lagi tanah yang juga belum dibayar.
(rsa)